BAB 4 PERTEMUAN PERTAMA

23 3 0
                                    

Masa tenang seusai perang. Penduduk Samarkand mulai bergeliat membangun kotanya

bersama para prajurit Khawarizm. Orang-orang yang tersisa mulai kembali ke rumahnya, tak

sedikit masih bertahan di Madrasah Al Ilm milik Tuan Barka.

Hampir setiap hari Tuan Syeifiddin bersama para muridnya membantu orang yang

sakit dan memberi makanan bagi pengungsi. Sebuah masalah selalu muncul setelah perang.

Ketersediaan bahan makanan dan obat-obatan mulai menipis. Sang Shah mulai membuka

peluang bagi pengusaha di seluruh kesultanan Khawarizm untuk memberikan bantuan ke

Samarkand dan Bukhara yang baru saja di taklukkan.

Bantuan seringkali terlambat datang, karena jalur menuju Samarkand tak aman.

Beredar kabar tentang perampok-perampok yang menyerang para kafilah yang membawa

bahan makanan, obat-obatan dan yang lainnya. Hal ini sungguh meresahkan masyarakat.

Tuan Syeifiddin sedang mengobati seorang prajurit yang luka di ruang madrasah

yang sudah dialihfungsikan sebagai rumah sakit. Dalam ruangan itu berjajar dipan-dipan

yang berisi para pasien korban perang. Datang seorang muridnya mendekat kepadanya.

"Tuan, obat-obatan di gudang sudah semakin menipis. Takkan cukup untuk sebulan

ke depan jika pasokan dari luar tak segera datang, saya khawatir ... ," lapor sang murid tak

menyelesaikan kalimatnya lalu menunduk dengan wajah cemas.

Tuan Syeifiddin menoleh, lalu tercenung. Lelaki tua itu menghela napas.

"Baiklah, persiapkan perjalanan ke luar kota. Kerahkan beberapa orang yang tahu

tentang tanaman herbal. Bawa serta penduduk setempat yang tahu jalan. Di luar sekarang

tak kondusif, aku khawatir jika terjadi sesuatu," perintah Tuan Syeifiddin.

"Baik Tuan," jawab sang murid lalu pergi.

"Oh ya, bawa serta gadis kecil bermata biru itu," seru Tuan Syeifiddin pada sang

Murid.

Tuan Syeifiddin tahu jika si gadis kecil anak Shafiyya itu tahu seluk beluk gunung dan

hutan. Dia teringat saat mengurusi pengungsi, gadis kecil itu membantu ibunya mencari

makanan di hutan. Tuan Syeifiddin benar-benar terkesan dengan sosok gadis kecil itu.

"Siapa namamu, Nak?" tanya Tuan Syeifiddin ramah suatu kali, saat si gadis kecil

membagikan umbi-umbian yang sudah dimasak pada para pengungsi.

"Rumiyah, anak Shafiyya," jawab si gadis kecil dengan senyum manis.

"Nama yang indah, anak yang baik," puji Tuan Syeifiddin sambil tersenyum, lalu

membiarkan Rumiyah membagikan makanan untuk yang lain.

***

Tuan Syeifiddin bersama beberapa muridnya mulai menjelajahi gunung dan hutan

dikawal beberapa penduduk setempat. Di antara mereka ada Rumiyah yang ikut serta

membonceng kuda pada salah seorang penduduk lokal. Dia memakai baju seperti anak

lelaki dengan sorban kumal di atas kepalanya. Baju dan rompinya lusuh, dan hanya memakai

sepatu dari jerami. Dia paling paham daerah hutan dan gunung karena sering diajak ibunya

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang