BAB 17 RENCANA MEMBALIKKAN KEADAAN

7 3 0
                                    

Api unggun membara tertiup angin padang rumput. Jilatan lidah api meliuk menghantarkan panasnya yang merambat melalui udara, menghangatkan sekelompok orang yang duduk disekelilingnya. Rombongan Laila berhenti dalam perjalanan menuju Urgench untuk bermalam.

Laila duduk sambil berselimut tebal di dekat api unggun bersama Bibi Khanum. Gadis itu mulai terbatuk-batuk karena hembusan angin malam, membuat Bibi Khanum khawatir. Penyakit Laila kambuh jika terkena angin. Rumiyah juga terlihat khawatir dengan kondisi Laila. Gadis itu membuatkan air rebusan jahe untuk nonanya. Azkar memasukkan kayu-kayu kering ke dalam api unggun sambil menatap Laila dengan wajah simpati.

"Ini air jahenya, Bi," ucap Rumiyah sambil mengangsurkan mangkuk berisi air jahe.

Bibi Khanum langsung mengambil alih lalu mengipasi air jahe itu agar cepat dingin.

"Aku cari kayu bakar dulu," ujar Azkar lalu beranjak meninggalkan api unggun.

"Aku ikut!" ucap Rumiyah lalu berdiri menyusul Azkar.

Azkar memerintah anak buahnya menjaga Laila dan Bibi Khanum. Rumiyah mengikuti langkah Azkar menuju ke semak-semak yang tak jauh dari perkemahan.

"Hei kau! Tunggu!" teriak Rumiyah.

"Untuk apa kau mengikutiku?" tanya remaja yang memakai baju hangat dari bulu binatang tanpa menghentikan langkahnya.

"Tunggu, siapa kau sebenarnya?" tanya Rumiyah yang membuat Azkar langsung menghentikan langkahnya.

Azkar menoleh, rautnya penuh tanya.

"Aku? Azkar," jawab Azkar santai sambil menatap Rumiyah.

Rumiyah mendekat, lalu menatap penuh rasa curiga pada Azkar.

"Kau bukan sekedar seorang pencopet miskin kan? Kau seorang ahli pedang dan memanah. Aku bisa menilai dari tanganmu" ucap Rumiyah berasumsi.

Azkar menyimpan tangannya.

"Kau sok tahu anak kecil," ucap Azkar lalu berjalan meninggalkan Rumiyah.

Rumiyah cemberut karena rasa ingin tahunya tak terpenuhi.

"Tunggu. Kenapa kau mau menjadi pengawal Nona Laila. Aku tahu kau sengaja mengalah saat menantang kami main bola tangan waktu itu," terang Rumiyah.

Azkar berhenti lalu berbalik menghadap Rumiyah. Tanpa sungkan Azkar menarik kerah baju hangat Rumiyah. Gadis itu terbelalak karena terkejut. Kakinya terangkat beberapa senti dari tanah.

"Kau gadis pintar. Matamu jeli. Seharusnya kau gunakan itu untuk mengawasi temanmu yang bernama Badshah itu daripada kau mencurigaiku," ucap Azkar dengan tatapan tajam, lalu menjatuhkan Rumiyah begitu saja.

Rumiyah meringis kesakitan. Gadis itu langsung berdiri sambil mengelus-elus pantatnya.

"Apa maksudmu?" tanya Rumiyah dengan nada kesal

"Apa kau tak curiga dia mata-mata orang Mongol?" tanya Azkar.

"Mongol?" tanya Rumiyah sambil mengerutkan dahi, tak paham.

Azkar terlihat jengkel dengan ketidaktahuan Rumiyah.

"Anak kecil ... kau hanya membuang waktuku," jawab Azkar kesal lalu mengambil kayu-kayu kering yang ada di sekitarnya.

Rumiyah diam memikirkan ucapan Azkar. Dia memang tak pernah tahu latar belakang Badshah. Dia dan Tuan Syeifiddin menemukannya secara ganjil tergeletak di samping kuda yang terluka di dekat tebing. Rumiyah bisa memahami jika Azkar curiga karena secara fisik Badshah berbeda dengan mereka.

"Aku cuma ingin memastikan bahwa kau tak memiliki maksud tersembunyi terhadap Nona Laila," terang Rumiyah.

Azkar menegakkan tubuhnya. Ranting kering sudah menumpuk banyak di tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang