BAB 5 BADSHAH

20 3 0
                                    

Shafiyya berjalan cepat-cepat menuju ke bagian ruang guru madrasah Al Ilm. Tuan Syeifiddin

memanggilnya. Dia memperbaiki kerudung katun bersulamnya ketika hendak masuk ke

ruangan. Setelah memberi salam, lelaki tua itu mempersilakan Shafiyya masuk. Di dalam ada

seorang tamu yang sedang berbincang dengan Tuan Syeifiddin.

Seorang laki-laki tampan berumur empat puluhan dengan jenggot tebal dan alis yang

bertaut. Dilihat dari bajunya, dia seorang prajurit Khawarizm walau Shafiyya tak tahu dia

berpangkat apa. Shafiyya masih berdiri di dekat pintu malu-malu. Tatapan mata Ja'far

langsung membuat hatinya berdebar.

"Masuklah," ucap Tuan Syeifiddin, "Ini Tuan Ja'far mengantar surat padaku meminta

bantuan untuk mencari orang sebagai pelayan di rumah baru Tuan Nashruddin. Kupikir kau

lebih tahu siapa saja yang cocok untuk bekerja di tempat itu," jelas Tuan Syeifiddin.

Shafiyya berjalan mendekat, langsung memutar otak memikirkan siapa saja yang cocok

untuk bekerja pada Tuan Nashruddin.

"Berapa orang dibutuhkan, Tuan?" tanya Shafiyya.

"Sekitar sepuluh orang perempuan," jawab Tuan Syeifiddin.

"Beri saya waktu dua hari. Selain saya dan Rumiyah, saya akan mencarikan sisa

delapan orang yang lain," terang Shafiyya.

Tuan Ja'far tersenyum, lalu menoleh pada Tuan Syeifiddin.

"Baiklah kalau begitu Tuan. Hal ini sudah bisa diselesaikan. Dua hari lagi saya datang

menjemput mereka. Saya pamit," ucap Tuan Ja'far lalu berdiri.

"Baik ... Baik ... titip salamku buat Tuan Nashruddin," ucap Tuan Syeifiddin juga

sambil berdiri dari duduk, lalu mengantar Tuan Ja'far keluar ruangan. Shafiyya mundur

memberi jalan sambil menundukkan pandangan. Tuan Ja'far menatap lembut pada Shafiyya.

Kiranya hati Tuan Ja'far mulai tertarik pada Shafiyya.

***

Sebuah iring-iringan empat kereta berkuda dikawal puluhan prajurit Khawarizm

masuk ke dalam gerbang kota Samarkand. Itu rombongan keluarga Tuan Nashruddin yang

akan tinggal di kota yang berudara bening, yang terletak di antara dua sungai, Syr Darya dan Amu Darya1. Keluarga ini pindah dari Balkh ke Samarkand untuk mengikuti Tuan Nashruddin

yang mulai bertugas menjaga perbatasan di Utara.

Rombongan keluarga Tuan Nashruddin menyibak jalanan kota yang sudah mulai

normal kembali. Beberapa bulan setelah peperangan, aktivitas ekonomi mulai bergeliat,

pendatang dari luar kota sudah mulai berani masuk ke Samarkand. Iring-iringan itu menarik

perhatian orang-orang, termasuk dua orang yang sedang duduk-duduk di sebuah kedai di

pinggir jalan. Dua orang itu si Hidung Elang dan seorang anak buahnya. Mereka sedang

duduk-duduk di sebuah kedai sambil memakan camilan. Mata mereka memperhatikan

sekeliling.

"Siapa mereka?" tanya si Hidung Elang.

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang