BAB 12 HELAN OKTAI

15 4 0
                                    

Malam menjelang, magrib baru selesai turun. Jalanan sepi, karena orang-orang lebih memilih untuk tinggal di rumahnya atau berkumpul di masjid. Hanya beberapa orang yang baru saja merapikan barang dagangannya. Beberapa kedai tutup menjelang magrib, dan akan dibuka kembali nanti malam.

Rumiyah berlari di jalanan kota. Di tangannya membawa busur panah milik Humayun. Dia menuju Madrasah Al Ilm untuk mengabarkan pada Tuan Syeifiddin bahwa Badshah terluka dan sedang di rawat oleh Baba. Dia berlari masuk ke halaman Madrasah langsung menuju ke bangunan tempat Tuan Syeifiddin. Dia berjalan menyusuri teras, dan terdengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya. Suara Shafiyya. Rumiyah tak langsung masuk, langkahnya terhenti ketika mendengarkan percakapan antara ibunya dengan Tuan Syeifiddin. Sosoknya tak terlihat di kegelapan bayangan malam.

"Saya tak bisa menerima pinangan Tuan Ja'far. Minta tolong sampaikan padanya permohonan maaf saya," ucap Shafiyya dengan nada sedih.

Tuan Syeifiddin yang duduk di hadapan Shafiyya hanya diam menghela napas.

"Apa alasanmu? Tuan Ja'far orang yang baik. Dia tangan kanan Tuan Nashruddin. Kehidupanmu akan lebih baik jika ada yang melindungi, apalagi dia berterus terang menyukaimu dan memiliki niat baik padamu," terang Tuan Syeifiddin mencoba membujuk kembali Shafiyya agar menerima pinangan Tuan Ja'far.

"Saya tak bisa menerima siapa pun dan takkan menikah sebelum saya memenuhi janji pada seseorang," terang Shafiyya.

Tuan Syeifiddin menampakkan raut wajah penasaran.

"Apakah ini ada kaitannya dengan Rumiyah?" tanya Tuan Syeifiddin

Shafiyya lama diam tak menjawab kemudian mengangguk perlahan.

"Saya sudah berjanji untuk mempertemukan Rumiyah dengan ayahnya," terang Shafiyya jujur.

Dia yakin Tuan Syeifiddin seorang yang sholih dan bisa menjaga rahasia. Shafiyya memutuskan untuk menceritakan semua pada lelaki tua yang sudah dianggap guru bagi penduduk Samarkand. Rumiyah makin penasaran dengan percakapan antara Shafiyya dan Tuan Syeifiddin. Dia lebih mendekat ke arah jendela untuk menguping.

"Sebenarnya Rumiyah bukan anak kandung saya," terang Shafiyya lalu diam sesaat mempersiapkan dirinya untuk bercerita sebuah tragedi,

"Dia anak Tuan Rustam dengan Nona Aisara, anak bangsawan di Balasagun. Kisah cinta yang tragis. Nona Aisara adalah majikan saya saat di Balasagun. Dia dikirim untuk pernikahan politik dengan Khawarizm demi perdamaian. Tapi, Shah menolaknya, dia tinggal di Urgench di kediaman Ibu Suri Terken Khatun. Suatu saat sebuah musibah menimpa Ibu Suri. Nona Aisara ahli dalam pengobatan, nyawa Ibu Suri pun terselamatkan. Untuk membalas kebaikan Nona, Ibu Suri menikahkan Nona dengan Tuan Rustam yang saat itu masih menjadi pemimpin pasukan yang menjaga Ibu Suri. Mereka hidup bahagia, bahkan Nona Aisara sangat bahagia dengan berita kehamilan dirinya. Saat itu perang tak dapat dihindari. Qara Khitai dan Khawarizm mulai saling konfrontasi. Nona Aisara menjadi tawanan. Demi menyelamatkan diri, kami lari ke Samarkand dengan bantuan seorang prajurit anak buah Tuan Rustam. Ironinya, sang Shah meminta Tuan Rustam, suami yang dicintainya untuk mengejar dan membunuh Nona. Saat itu, kami tertangkap pasukan Tuan Rustam, tapi karena tak sampai hati, kami dilepaskan dengan memberikan sebuah kematian palsu untuk kami. Sampai akhirnya kami selamat masuk ke Samarkand dan Nona meninggal saat melahirkan," jelas Shafiyya sambil terisak,

"Kami menjadi buronan. Di mata banyak orang kami sudah mati. Allah yang menjaga kami sampai saat ini, masih beruntung kami bisa menyembunyikan identitas," lanjut Shafiyya,

"Tapi sekarang, di sini saya hampir tiap hari serasa diteror ketakutan, jika orang-orang Shah akan mengetahui identitas Nona Rumiyah. Itu akan menjadi sebuah malapetaka buatnya. Rumiyah tidak bersalah," terang Shafiyya.

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang