BAB 1 Bangkitnya Sebuah Kekuatan

52 4 0
                                    

Dari sebuah tempat yang bernama Burkhan Khaldun. Si Wajah Merah diangkat sebagai

pemimpin dan mengubah wajah dunia. Dia berpikir di balik penghinaan, kemiskinan, dan

kesulitan ada sebuah pelajaran. Itu semua adalah batu asah kehidupan. Sulit belum tentu

tak dapat diselesaikan.

Si Wajah Merah yakin selama langit masih membentang dan bumi masih

dihamparkan, maka Langit Biru (Tengri) akan memberikan kekuasaan pada dirinya. Sang

Putra Langit berusaha menguasai segalanya dan mencari jalan bagi permasalahan yang

dihadapi. Berpijak dari hal inilah sang Pemimpin membangun sebuah impian serta idealisme

bagi kaumnya.

Pada musim semi, 1206 Masehi. Di sebuah forum Kurultai, mereka sepakat

mengangkat lelaki yang bernama Temujin sebagai pemimpin mereka. Mereka bersama

berusaha lepas dari kesulitan hidup, berjuang bersama dalam sebuah janji sumpah setia

dengan taruhan nyawa dan anak keturunan.

Sosok lelaki yang berumur sekitar tiga puluh tahunan, dalam balutan baju wol

kombinasi satin dan bulu binatang, sedang duduk dalam sebuah ritual pengangkatan

sebagai pemimpin dari suku-suku yang terserak di daratan Mongolia.

Di tangan Temujin kesetiaan mereka bak emas, jarang, sulit didapatkan, dan mudah

hilang. Oleh karena itu, dia meminta setiap anak-anak Mongolia dari para kepala suku ikut

bergabung bersamanya, sehingga jika mereka berkhianat, maka anak-anak mereka sebagai

tawanannya.

Di Pegunungan Khenti, di puncak tertingginya Burkhan Khaldun, disaksikan oleh sang

Tengri, hamparan daratan tanah Mongolia di bawahnya, para shaman, para sanak

keluarganya, para pengikutnya, Danau Biru, padang rumput yang menghijau dan segala

penghuni stepa, Temujin bersumpah akan menjadikan setiap sudut di bawah langit biru

sebagai daerah kekuasaannya. Dia diberi julukan Jenghiz Khan yang berarti Raja dari segala

raja.

Dia "berhutang nyawa" pada Burkhan Khaldun, karena telah menjadi tempat

persembunyiannya selama tiga hari dari kejaran suku Merkit, dan dia selamat. Suku Merkit

hendak membunuhnya karena dendam masa lalu yang pernah dilakukan ayahnya, Yesugei

yang telah mengambil paksa ibunya, Hoelun, dari suku Merkit.

Semua gunung dianggapnya keramat, tapi Burkhan Khaldun yang paling

dihormatinya.

"Benih dari benihku akan meneladani ini," ucapnya setiap pagi sambil menghadap

matahari yang tengah naik, ia mengalungkan ikat pinggangnya di sekeliling leher, membuka

topinya, memukuli dadanya, bersujud ke arah matahari sebanyak sembilan kali, lalu berlutut

untuk mengolesi tanah dengan lemak binatang dan airag (susu fermentasi beralkohol).

Di Khaldun keramat

Aku adalah seekor kutu

Tapi aku berhasil lolos

Dan nyawaku terselamatkan

Dengan satu kuda

Mengikuti jejak rusa

Membuat tenda dari kulit kayu

Aku mendaki Khaldun

Di Khaldun keramat

Aku adalah seekor burung layang-layang

Tapi aku dilindungi

Temujin memerintah dari ger-nya di Avraga, menata ulang masyarakatnya yang

selama ini tenggelam dalam peperangan antar suku. Memimpin mereka melalui jalan untuk

lepas dari kehidupan "miskin" yang dihadapi saat bencana kekeringan melanda.

Dia membangun kejayaan bangsa Mongol agar setara dengan negeri-negeri di

seberang gurun Gobi dan dibalik pegunungan. Temujin mencari solusi bagi rakyatnya yang

buta baca dan tulis dengan mengadopsi tulisan dari suku Naiman yang berdarah Uighur di

Qara Khitai.

Dia membuka peluang perdagangan dengan bangsa-bangsa yang lain, walau selama

ini selalu dihina sebagai bangsa barbar. Temujin menahan rasa sakit hinaan itu, dan

menyusun siasat untuk membalas sang penghina dengan perang psikologis, mata-mata,

ekspedisi pasukan dan penaklukkan. Sasaran pertama mereka adalah suku Tangut, Dinasti Xi

Xia di Selatan.

"Panggil para jenderal perang. Persiapkan para prajurit dengan latihan yang intensif.

Latih anak-anak mereka untuk siap-siap bergabung dengan pasukan dan menjadi mata

mata. Perjalanan bangsa kita akan sangat berat dan panjang. Kita mulai taklukkan mereka!"

titah Sang Jenghiz Khan pada Teb Tengri, sang Shaman kepercayaannya untuk memulai

penaklukkannya.

***

Sebelum si Wajah Merah diangkat, jauh di peradaban belahan bumi Barat, tahun

1200 Masehi, Al Ad Din Muhammad II putra Tekish, Shah Khawarizm naik tahta. Di dadanya

hanya ada sebuah ambisi untuk menegakkan kebijakan ekspansi kepada dinasti-dinasti yang

ada di sekeliling Khawarizm. Dinasti Khawarizm didirikan oleh Anush Tigin Garchai, budak

bekas Sultan Seljuk yang dijadikan Gubernur di Provinsi Khawarizm. Khawarizm dikuasai

oleh Qara Khitai dan bisa disingkirkan sejak Tekish naik menjadi penguasa. Hubungan antara

Qara Khitai dan Khawarizm dalam masa-masa kritis. Khawarizm juga memiliki hubungan

yang tegang dengan Ghurid.

Dunia Islam yang dikuasai Kekhilafahan Abbasiyyah memiliki pengaruh yang lemah,

bahkan Khalifah Al Nashir di Baghdad hanya sebagai simbol formalitas kekuasaan Islam saja.

Para dinasti lokal menggila dan saling serang, semakin melemahkan kesatuan, sedangkan di

Timur jauh sebuah imperium baru lahir sebagai sang Penakluk. Mereka terlena dalam lautan

ambisi dan kesombongan, cikal bakal sebuah keruntuhan imperium yang memiliki

keunggulan pada masanya.

Peperangan dimana-mana, masa stabil seakan sebuah kerinduan yang tak kan

pernah berbalas. Rakyat kecil yang akan dikorbankan. Di antara cerita pedih itu ada sebuah

romansa keindahan menyela di antara penderitaan yang terlukis oleh zaman. 

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang