Dari sebuah tempat yang bernama Burkhan Khaldun. Si Wajah Merah diangkat sebagai
pemimpin dan mengubah wajah dunia. Dia berpikir di balik penghinaan, kemiskinan, dan
kesulitan ada sebuah pelajaran. Itu semua adalah batu asah kehidupan. Sulit belum tentu
tak dapat diselesaikan.
Si Wajah Merah yakin selama langit masih membentang dan bumi masih
dihamparkan, maka Langit Biru (Tengri) akan memberikan kekuasaan pada dirinya. Sang
Putra Langit berusaha menguasai segalanya dan mencari jalan bagi permasalahan yang
dihadapi. Berpijak dari hal inilah sang Pemimpin membangun sebuah impian serta idealisme
bagi kaumnya.
Pada musim semi, 1206 Masehi. Di sebuah forum Kurultai, mereka sepakat
mengangkat lelaki yang bernama Temujin sebagai pemimpin mereka. Mereka bersama
berusaha lepas dari kesulitan hidup, berjuang bersama dalam sebuah janji sumpah setia
dengan taruhan nyawa dan anak keturunan.
Sosok lelaki yang berumur sekitar tiga puluh tahunan, dalam balutan baju wol
kombinasi satin dan bulu binatang, sedang duduk dalam sebuah ritual pengangkatan
sebagai pemimpin dari suku-suku yang terserak di daratan Mongolia.
Di tangan Temujin kesetiaan mereka bak emas, jarang, sulit didapatkan, dan mudah
hilang. Oleh karena itu, dia meminta setiap anak-anak Mongolia dari para kepala suku ikut
bergabung bersamanya, sehingga jika mereka berkhianat, maka anak-anak mereka sebagai
tawanannya.
Di Pegunungan Khenti, di puncak tertingginya Burkhan Khaldun, disaksikan oleh sang
Tengri, hamparan daratan tanah Mongolia di bawahnya, para shaman, para sanak
keluarganya, para pengikutnya, Danau Biru, padang rumput yang menghijau dan segala
penghuni stepa, Temujin bersumpah akan menjadikan setiap sudut di bawah langit biru
sebagai daerah kekuasaannya. Dia diberi julukan Jenghiz Khan yang berarti Raja dari segala
raja.
Dia "berhutang nyawa" pada Burkhan Khaldun, karena telah menjadi tempat
persembunyiannya selama tiga hari dari kejaran suku Merkit, dan dia selamat. Suku Merkit
hendak membunuhnya karena dendam masa lalu yang pernah dilakukan ayahnya, Yesugei
yang telah mengambil paksa ibunya, Hoelun, dari suku Merkit.
Semua gunung dianggapnya keramat, tapi Burkhan Khaldun yang paling
dihormatinya.
"Benih dari benihku akan meneladani ini," ucapnya setiap pagi sambil menghadap
matahari yang tengah naik, ia mengalungkan ikat pinggangnya di sekeliling leher, membuka
topinya, memukuli dadanya, bersujud ke arah matahari sebanyak sembilan kali, lalu berlutut
untuk mengolesi tanah dengan lemak binatang dan airag (susu fermentasi beralkohol).
Di Khaldun keramat
Aku adalah seekor kutu
Tapi aku berhasil lolos
Dan nyawaku terselamatkan
Dengan satu kuda
Mengikuti jejak rusa
Membuat tenda dari kulit kayu
Aku mendaki Khaldun
Di Khaldun keramat
Aku adalah seekor burung layang-layang
Tapi aku dilindungi
Temujin memerintah dari ger-nya di Avraga, menata ulang masyarakatnya yang
selama ini tenggelam dalam peperangan antar suku. Memimpin mereka melalui jalan untuk
lepas dari kehidupan "miskin" yang dihadapi saat bencana kekeringan melanda.
Dia membangun kejayaan bangsa Mongol agar setara dengan negeri-negeri di
seberang gurun Gobi dan dibalik pegunungan. Temujin mencari solusi bagi rakyatnya yang
buta baca dan tulis dengan mengadopsi tulisan dari suku Naiman yang berdarah Uighur di
Qara Khitai.
Dia membuka peluang perdagangan dengan bangsa-bangsa yang lain, walau selama
ini selalu dihina sebagai bangsa barbar. Temujin menahan rasa sakit hinaan itu, dan
menyusun siasat untuk membalas sang penghina dengan perang psikologis, mata-mata,
ekspedisi pasukan dan penaklukkan. Sasaran pertama mereka adalah suku Tangut, Dinasti Xi
Xia di Selatan.
"Panggil para jenderal perang. Persiapkan para prajurit dengan latihan yang intensif.
Latih anak-anak mereka untuk siap-siap bergabung dengan pasukan dan menjadi mata
mata. Perjalanan bangsa kita akan sangat berat dan panjang. Kita mulai taklukkan mereka!"
titah Sang Jenghiz Khan pada Teb Tengri, sang Shaman kepercayaannya untuk memulai
penaklukkannya.
***
Sebelum si Wajah Merah diangkat, jauh di peradaban belahan bumi Barat, tahun
1200 Masehi, Al Ad Din Muhammad II putra Tekish, Shah Khawarizm naik tahta. Di dadanya
hanya ada sebuah ambisi untuk menegakkan kebijakan ekspansi kepada dinasti-dinasti yang
ada di sekeliling Khawarizm. Dinasti Khawarizm didirikan oleh Anush Tigin Garchai, budak
bekas Sultan Seljuk yang dijadikan Gubernur di Provinsi Khawarizm. Khawarizm dikuasai
oleh Qara Khitai dan bisa disingkirkan sejak Tekish naik menjadi penguasa. Hubungan antara
Qara Khitai dan Khawarizm dalam masa-masa kritis. Khawarizm juga memiliki hubungan
yang tegang dengan Ghurid.
Dunia Islam yang dikuasai Kekhilafahan Abbasiyyah memiliki pengaruh yang lemah,
bahkan Khalifah Al Nashir di Baghdad hanya sebagai simbol formalitas kekuasaan Islam saja.
Para dinasti lokal menggila dan saling serang, semakin melemahkan kesatuan, sedangkan di
Timur jauh sebuah imperium baru lahir sebagai sang Penakluk. Mereka terlena dalam lautan
ambisi dan kesombongan, cikal bakal sebuah keruntuhan imperium yang memiliki
keunggulan pada masanya.
Peperangan dimana-mana, masa stabil seakan sebuah kerinduan yang tak kan
pernah berbalas. Rakyat kecil yang akan dikorbankan. Di antara cerita pedih itu ada sebuah
romansa keindahan menyela di antara penderitaan yang terlukis oleh zaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIYAH (Senja Turun Di Kota Samarkand)
Historical FictionNovel Pemenang Naskah Terbaik ke III Event ASKS Banjarmasin 2023, Kalimantan Selatan Rumiyah hidup dan besar di Samarkand yang saat itu di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm, negara vassal kekhilafahan Abbasiyyah akhir. Dia bersahabat dengan teman-te...