Azkar berjalan masuk ke halaman rumah Tuan Nashruddin diikuti oleh Rumiyah dan kawan-kawannya. Remaja kumal itu digiring ke taman di samping rumah. Laila sudah menunggu bersama seorang pelayan di sana.
"Kalian berhasil!" seru Laila saat melihat teman-temannya membawa Azkar ke hadapannya.
Senyumnya lebar melihat si penyusup yang masuk ke dalam kamarnya beberapa hari yang lalu. Rumiyah berjalan mendahului, mendekati Laila yang sedang duduk di ayunan di bawah pohon. Pelayan menghentikan laju ayunan.
"Nona ... kami berhasil menemukannya," lapor Rumiyah.
"Bagus ... bagus ... seperti janjiku. Aku akan memberikan jamuan makan yang enak pada kalian. Pelayan, siapkan makanan untuk mereka," perintah Laila pada seorang pelayan yang ada di belakangnya. Pelayan itu patuh, memberi hormat lalu pergi.
Azkar dibawa mendekat oleh Badshah. Laila turun dari ayunan lalu menatap Azkar. Tatapannya memeriksa setiap jengkal sosok Azkar.
"Siapa namamu?" tanya Laila sambil mendongakkan wajahnya ke arah Azkar yang lebih tinggi darinya.
"Azkar," jawab remaja itu santai.
"Kau memiliki tubuh yang sehat dan tegap. Aku pikir kau memiliki kemampuan bela diri yang bagus. Sudah kuputuskan untuk menjadikanmu pengawalku," ucap Laila sambil bertepuk tangan.
Azkar terkejut sambil menaikkan alisnya.
"Apa maksudmu dengan pengawal. Memangnya siapa kamu memaksakan kehendak?" tanya Azkar.
"Kau tak tahu? Aku Laila anak Tuan Nashruddin," terang Laila.
Azkar melengos.
"Kau tak berhak mengatur hidupku," ucap Azkar kesal.
"Kau harus mau, kalau tidak, ayahku akan memotong kecil-kecil," ucap Laila sambil tersenyum.
Azkar meneguk ludah. Dia mulai khawatir dengan nasibnya.
Rumiyah begidik melihat wajah Laila yang mengucapkan ancaman sambil tersenyum. Gadis kecil itu seakan memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar di telapak tangannya berani mengancam sosok yang lebih tua darinya. Rumiyah hanya menatap Laila tanpa kedip. Dia baru menyadari pengaruh Laila begitu besar karena ayahnya.
"Humayun, Badshah, kalian makan saja dulu. Rumiyah antar dia ke Bibi Khanum. Bibi tahu apa yang harus dilakukan," perintah Laila terhadap teman-temannya.
Humayun dan Badshah hanya menatap Azkar lalu beranjak pergi. Laila menatap Azkar. Remaja itu pun mendengkus kesal karena harus mengalah. Dia beranjak pergi diikuti Rumiyah. Laila tersenyum melihat Azkar dan Rumiyah menjauh. Misinya berhasil.
Puuuk!
Sebuah tepukan di pundak Laila. Gadis kecil itu menoleh. Dia melihat Muazzam berdiri di belakangnya sambil tersenyum.
"Kakaaaaak!" seru Laila lalu melompat meminta gendong Muazzam.
"Kau berhasil mendapat pengawalmu sendiri?" tanya Muazzam.
Laila dengan mata berbinar mengangguk dengan semangat. Muazzam tersenyum.
"Ayo kita sapa Rumiyah," ajak Muazzam.
"Ayo," jawab Laila sambil turun dari gendongan.
Kedua kakak beradik itu berjalan bergandengan tangan menuju ke rumah.
Muazzam sudah mengatur semuanya untuk Laila dua hari sebelumnya. Muazzam kembali ke Samarkand dari Otrar secara sembunyi-sembunyi untuk melaporkan sesuatu. Dia hanya bertemu dengan Laila dan Maryam saat sampai di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIYAH (Senja Turun Di Kota Samarkand)
Ficción históricaNovel Pemenang Naskah Terbaik ke III Event ASKS Banjarmasin 2023, Kalimantan Selatan Rumiyah hidup dan besar di Samarkand yang saat itu di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm, negara vassal kekhilafahan Abbasiyyah akhir. Dia bersahabat dengan teman-te...