🌹🌹🌹06

26.9K 1K 200
                                    


'Bagaimana mungkin gadis itu bisa membuatku turn on...'

Jax terus saja mempertanyakan kewarasannya. Matanya menatap lurus pemandangan gedung-gedung pencakar langit namun pikirannya berada di tempat lain. Kala itu Jax tengah berada di kantor kebesarannya di Grant Enterprises Headquarters, gedung tinggi seratus satu lantai yang merupakan markas besar perusahaan yang ia pimpin. Jax seharusnya mengecek berbagai dokumen laporan perusahaan namun justru berakhir dengan menatap pemandangan dari balik dinding kaca. Pikiran Jax sangat terganggu dan itu semua disebabkan oleh Ellie. Ia terus saja mengingat pertemuan terakhir mereka kemarin. 

Jax bukan pedophil. Ia tak pernah tertarik dengan perempuan yang usianya masih di angka jarum jam, atau lebih sedikit dari itu. Semua wanita yang Jax kencani rata-rata berumur 25 tahun ke atas. Tipenya adalah wanita dewasa, cerdas dan seksi, bukan gadis belia naif yang baru menamatkan middle school seperti Ellie.

Tapi ternyata Ellie adalah sebuah pengecualian. Bahkan sejak pertama mereka bertemu, Jax sudah merasakan debaran aneh di dadanya. Ellie yang sangat cantik dengan tubuh ramping namun menonjol di bagian-bagian yang paling Jax suka, langsung bisa menarik perhatian pria itu. Ketika Jax pikir Ellie cukup dewasa nyatanya gadis manis itu masih berusia enam belas tahun. Ia juga tak menyangka Ellie yang ia yakini tak akan pernah muncul lagi di hadapannya, justru bertemu kembali. Bahkan di pertemuan kedua, ia tau-tau membayangkan aktivitas seksual dengan gadis yang terpaut usia dua puluh tahun darinya itu.

Jax membalikkan badan dan menghempaskan tubuhnya di kursi direktur. Ia menyandarkan kepala sambil menatap langit-langit.

"Gosh, this is insane!" Gumam Jax yang tak habis pikir dengan dirinya sendiri karena merasa mungkin telah terpincut pada seorang gadis bau kencur. Ia pun memijit-mijit kepalanya yang pusing karena terus memikirkan Ellie.

***

Jane melirik Ellie dan bibi Martha bergantian. Tangannya tersilang di dada dan pandangannya tajam menelisik pada pasangan bibi dan keponakan itu. Sementara Ellie dan Bibi martha tengah menunggu cemas. Mereka sempat was-was kalau Jane Sanders, si kepala pelayan, tiba-tiba memanggil mereka terkait insiden beberapa waktu lalu dimana Ellie memergoki tuan rumah sedang bercinta di pavilion.

Ellie terus-terus an menggigit bibir karena gugup. Sementara bibi Martha yang biasanya tenang menghadapi Jade juga tampak mati kutu.

"Ehemmm" Jane membersihkan tenggorokannya. Ia lalu mengurai tangannya dari dada dan menarik kursinya untuk lebih mendekat pada meja kerja. Tanpa berlama lama lagi, Jane tampak menyodorkan sebuah amplop coklat besar dan menggeser tepat ke hadapan Ellie.

"Aapa itu Jane?" Tanya Bibi Martha memberanikan diri sembari menatap gamang amplop yang diberikan Jane.

"Kau bisa membukanya" ucap Jane memilih mengacuhkan bibi Martha dan justru menatap Ellie sembari menunjuk amplop tersebut dengan dagu.

Tangan Ellie gemetar meraih amplop yang disodorkan oleh Jane. Dalam hati ia terus berdoa agar isinya bukan berita buruk. Ellie kemudian mengurai tali amplop dan mengeluarkan secarik kertas dari dalam benda tersebut.

Sebelum Ellie dan Bibi Martha bisa membaca isinya sampai selesai, Jane menyela. 

"Itu formulir pendaftaran Chartwell School. Mr. Grant memberi kamu beasiswa. Semua biaya sekolahmu akan ditanggung Grant Foundation" ucap Jane Sanders menerangkan. Grant Foundation adalah badan amal yang didirikan keluarga Grant.

Begitu mendengar penjelasan Jane, Ellie dan bibi Martha tentu saja langsung terhenyak. Ternyata mereka dipanggil bukan karena melakukan kesalahan, justru sebaliknya. Ellie hanya bisa melongo. Sementara bibi Martha menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan tangan.

"J-jane kkau tidak bercanda kan?" Bibi Martha mencoba mengonfirmasi dengan suaranya yang terbata.

"Apa ini benar Mrs. Sanders?" Ellie pun ikut bertanya.

Jane mendengus kasar.

"Kau kan bisa baca sendiri disitu! Apa kurang jelas? Isilah formulir itu dan lengkapi berkas yang diminta. Kalau sudah selesai serahkan kembali padaku paling lambat minggu depan"

Walaupun Jane menjelaskan dengan nada tinggi yang melengking tapi itu sudah cukup membuat Ellie dan Bibi Martha percaya. 

"Oh Ellie..."

Bibi Martha ikut bahagia dan merasa terharu. Ia langsung memeluk keponakannya erat-erat. 

***

Perasaan Ellie sangat lega kala itu. Ia memang sangat ingin sekali meneruskan sekolah. Namun kendala biaya membuatnya untuk mengubur harapan dalam-dalam. Tapi sekarang semua masalah itu telah terpecahkan. Ia mendapatkan beasiswa penuh dari seorang Jaxon Grant.

Pandangan negatif Ellie pada Jax pun mulai memudar. Ia jadi kembali terkagum pada gesture murah hati yang ditunjukkan oleh Jax. Bahkan Ellie kini merasa berbunga-bunga, ternyata pria itu sampai memikirkannya sejauh itu.

Seakan tak cukup membuatnya lebih bahagia, Ellie justru mendapatkan satu lagi hal yang mengejutkan begitu ia kembali ke kamarnya selepas bertemu Jade Wilson.

Ellie melangkah mendekat ke tempat tidurnya. Ia melihat ranjang kecilnua penuh dengan beberapa kotak berpita warna gading dengan sebuah buket mawar putih besar. Ellie segera meraih barang-barang tersebut karena tak sabar untuk mencari tau isinya.

Keperluan sekolahmu, pakailah dengan baik.

Jax

Ellie tertegun saat membaca tulisan yang tertempel di atas kotak. Ia tak menyangka semua barang tersebut adalah pemberian Jaxon Grant. Ellie lalu membuka satu per satu kotak tersebut dan gadis itu pun semakin terhenyak saat tau masing-masing isinya .

Tak disangka, Jax ternyata menghujani Ellie dengan hadiah yang cukup mewah. Ada beberapa tas dan sepatu untuk sekolahnya. Dan yang lebih mencengangkan lagi bahkan notebook dan ponsel keluaran terbaru juga pria itu berikan untuk Ellie.

"Oh Tuhan! Ellie! Siapa yang memberikanmu barang-barang itu?"

Pundak Ellie berguncang ketika bibi Martha tiba-tiba muncul dari belakang dan mengagetkannya.

"Mr. Grant yang memberikan ini Bi" jawab Ellie sambil menunjukkan kertas  yang tadi ia baca.

Mulut bibi Martha langsung menganga lebar.

"Wah benar-benar si playboy itu...." gumam Bi Martha. "Dia menyogokmu dengan semua ini hanya untuk tutup mulut?"

"Maksud bibi?" Tanya Ellie heran.

"Ellie kamu itu terlalu naif. Ini adalah bentuk sogokan kalau kita tidak boleh membocorkan apa yang terjadi antara Mr. Grant dan Natalie Durrant..."

Ellie hanya terdiam mendengar kesimpulan Bibi-nya.

"wah dia pasti takut sekali kalau adiknya tau. Apa kita peras dia saja kalau begitu..." desis Bibi Martha terdengar antusias.

"Bibi!" Ellie menyahut cepat. Ia tak ingin sang bibi kebablasan dan dibutakan uang.

"Haha... becanda Ellie sayang. Mana mungkin kita memeras Mr. Grant. Tapi ngomong-ngomong, walau semua ini afalah sogokan, kau tetap harus menunjukkan rasa terima kasihmu pada Mr. Grant. Kapan-kapan kau temui dia dan bilang terima kasih" ucap bibi Martha memberikan saran.

Ellie menghela nafas panjang lalu mengangguk dengan sedikit terpaksa. Baru saja citra pria itu membaik di matanya, tapi ternyata memang ada udang di balik batu. Begitu yang Ellie pikirkan saat itu.

***

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

Update kecil-kecil an.. hehe.. lagi bosen ngerjain cerita sebelah. 🤣

THE MASTER'S SWEETHEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang