🌹🌹🌹13

15K 587 53
                                        

Ellie merasa cinta pertamanya sungguh istimewa. Bagaimana tidak, di usianya yang ke tujuh belas, pria yang menjadi kekasihnya kini berjarak hampir dua puluh tahun darinya. Pria itu tentu sudah pantas ia panggil paman. Bahkan jika sang pria menikah muda, mungkin juga bisa mempunyai anak seusia dirinya. Sungguh twist yang tak Ellie sangka dalam hidup, betapa akhirnya ia jatuh ke pangkuan seorang casanova mapan yang ber-usia matang. 

Dengan sang kekasih yang berprofesi sebagai pebisnis, sudah lebih dari seminggu ini Ellie tak bertemu dengan Jax. Lelaki itu tengah mengadakan perjalanan bisnis ke salah satu negara di kawasan Asia Tenggara. Jax bercerita padanya, kolega bisnisnya disana, seorang pengusaha super kaya di negeri tersebut, bahkan mempunyai istri yang masih berusia enam belas tahun. Wow - Ellie seketika merasa dirinya tak sendiri. 

Saat itu jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Ellie tengah berada di kamarnya yang ada di bangunan mess karyawan mansion. Ia tampak terduduk di kursi dengan melambaikan tangan pada layar ponsel. Minggu pagi itu ia sedang melakukan panggilan  video call dengan Jax. 

"Aku akan pulang sabtu depan..." ucap Jax memberikan kabar baik untuk sang kekasih yang beribu mil jauhnya. 

"Yay!" Ellie bersorak gembira. Matanya berbinar cerah saat mengetahui Jax akan segera pulang. Setelah tiga bulan berpacaran, ia kini sudah lebih akrab dan terbuka menunjukkan perasaannya pada Jax. 

Sedangkan Jax saat itu baru terduduk di atas tempat tidur dengan bersandar pada kepala ranjang. Dengan selisih waktu hampir empat belas jam, tempat Jax berada sudah memasuki tengah malam dan pria itu siap beristirahat. 

"Kenapa pipimu merah? Apa kamu malu melihat tubuh polosku ini?" Jax bersenandung iseng diikuti mengulas smirk genit. Ia memang tengah bertelanjang dada dan memperlihatkan tubuh bagian atasnya tanpa sehelai benangpun. Sementara bagian bawahnya hanya tertutupi oleh selimut tipis yang dingin. 

"Pipiku tidak merah" Ellie segera menyangkal.

Jax tersenyum tipis. "Kelihatan sekali, baby... aku tau itu bukan filter" ucapnya yakin sembari mengangkat alis. 

Ellie lagi-lagi mengelak. "Matahari bersinar terik... disini panas" gadis itu beralasan. Iya tentu saja panas karena melihat tubuh Jax yang kejat dengan otot perut berbentuk persegi walau hanya dari video call sudah cukup membuat kepala Ellie pening bak di bawah sinar matahari.

"Aku sedang tidak memakai apapun..." Jax justru kian memancing kepanikan Ellie. Ia memamerkan bahwa tengah tak berbusana. "Kamu mau lihat?" godanya makin menjadi lalu berancang-ancang menyingkap selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Perkataannya semakin menjurus ke hal yang begitu pribadi. Ellie pun hanya bisa terhenyak di tempatnya. 

"Ayolah, baby girl. Aku sudah pernah menyentuh bahkan menciumi milikmu... Apa kau tak ingin melihat milikku juga?" Jax merajuk vulgar. Berbisik dengan suara serak memaksa Ellie mengingat adegan dimana dulu ia mencabuli gadis itu di kamarnya. 

"Jangan macam-macam!" Ellie memberi peringatan tegas walau jelas sekali ia kini tampak salah tingkah. 

"Hanya lihat saja... Ada sesuatu yang besar yang ingin menyapamu, kau pasti suka..." Jax terus merayu. 

"Tolong jangan aneh-aneh" Ellie kian gelisah dan takut Jax akan berbuat nekat. 

"Too late..." ucap Jax penuh arti dan ia kemudian benar-benar menyibak selimut putih yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Srrt

Mata Ellie langsung melotot dan bibirnya menganga lebar. 

"Gotcha!.... Hahahaha" Pekik Jax dari seberang diikuti tertawa terbahak-bahak. Rupanya ia hanya menggoda Ellie dan tak sepenuhnya telanjang. Ia bahkan masih mengenakan celana bahan hitam yang membungkus kaki jenjangnya. 

THE MASTER'S SWEETHEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang