Percakapan di Malam Hari

481 400 244
                                    

Samara duduk di meja makan dengan perasaan canggung. Seumur hidup nya Samara tidak pernah merasakan moment seperti ini bersama keluarganya, duduk bersama dalam satu meja dan bersiap menyantap hidangan yang di sediakan oleh Mama. Samara juga menatap makanan yang tersedia di meja makan nya. Apakah ini tidak terlihat berlebihan?

"Nah Sandra kamu harus makan yang banyak karna besok kamu harus sekolah" Mama mengambil satu potong ayam goreng dan menaruhnya di piring  Sandra.

Sandra yang duduk di sebelah Samara hanya mendengus melihatnya. Biasanya Mama tidak pernah mau repot-repot menaruh lauk di piring Sandra. Dan lihat pemandangan di depannya ini.

Samara diam-diam melirik ke arah Sandra lalu mengucapkan terimakasih kepada Mama.

"Serius?" Tanya Theo.

"Apanya?" Tany Samara ikut bingung.

"Elo? bisa bilang makasih?"

Sandra memijat pelipisnya, dasar bocah ingusan!

Sementara di tempatnya Samara mengernyit bingung. Apa ada yang salah dengan ucapan terimakasih? menurutnya semua orang pasti bisa mengucapkan kalimat tersebut bukan?

"Gausah di ladenin. Fokus aja sama makanan lo" ujar Sandra menatap Samara.

Samara mengangguk patuh. Seperti perkataan Sandra, Samara hanya fokus ke piring di hadapan nya dan mulai menyendok sesuap nasi ke mulutnya.

Setelah menyelesaikan makan malam yang menurut Samara cukup mengasyikan, yahh maksudnya keluarga ini sangat baik kepada Samara. Ralat, mungkin kepada anak mereka Sandra. Bukan Samara. Lalu Setelahnya Samara segera pamit untuk segera pergi ke kamar karena Sandra sudah menunggunya disana.

Hal itu karena Sandra bosan berada di tengah-tengah obrolan dimana dirinya hanya bisa jadi penonton. Makannya lebih baik Sandra pergi duluan ke kamar dan menunggu Samara menyelesaikan makan malam.

Samara mengetuk pintu kamar pelan. Walaupun saat ini kamar Sandra adalah kamar Samara juga, tetap saja pemilik sesungguhnya ada didalam bukan?

Saat Samara membuka pintu ia menemukan Sandra yang tengah berbaring di atas kasur. Samara mengerti, pasti berat rasanya bagi Sandra tapi tentu saja hal ini juga berat untuk Samara.

"Lo udah selesai?" tanya Sandra tanpa mau repor-repot bangun dari posisi tidur nya.

Meski Sandra tidak melihat, Samara mengangguk.

"Besok lo sekolah" gumam Sandra.

"Ha?"

Sandra memberikan perhatian penuh pada Samara.

"Besok gue mesti sekolah, yang berati lo harus kesekolah"

Samara tampak berpikir. Bagi Samara sekolah adalah tempat terburuk yang tidak ingin ia kunjungi. Dan jika ia harus bersekolah, apakah ia akan menemukan Naya versi lainnya di sekolah Sandra nanti? memikirkan nya saja sudah membuat Samara takut.

Samara menggeleng. Itu tidak mungkin.

"Kenapa? lo gak mau kesekolah?" tanya Sandra yang melihat gelengan Samara meski samar.

"Mau atau enggak, gue tetep harus kesekolah kan sebagai lo?"

Sandra mengangguk. Benar. Memang apa yang bisa dilakukannya saat ini selain mempercayakan tubuhnya pada Samara.

Lalu setelahnya hanya ada hening di antara mereka. Tidak ada percakapan lagi setelahnya sampai Samara memecahkan keheningan di antara mereka.

"Lo beruntung. Keluarga lo baik" ujar Samara tulus.

"Gak sebaik yang lo pikir" Sandra memejamkan mata nya. Tapi sedetik kemudian ia kembali membuka matanya dan menatap Samara ingin tau.

"Jadi, gimana cara nya lo bisa ada di sini? ah maksud gue lo bangun sebagai gue"

Samara terdiam cukup lama. Saat ini ia sungguh benar-benar tidak tau. Samara sungguh tidak mengerti bagaimana hal ini tidak masuk akal ini bisa terjadi.

"Jujur gue gak tau. Saat gue bangun hal ini bener-bener bikin gue bingung"

Sandra tau, Samara tentu saja sama bingung nya dengan diri nya saat ini. Apakah takdir sedang mempermainkan keduanya? rasa nya Sandra benar-benar frustasi.

Ada satu hal yang menganjal di benak Sandra. Jika Samara terbangun di raga seorang Sandra, lalu dimana raga cewek itu berada?

Sandra tau, percuma saja menanyakan pada Samara. Samara tidak akan bisa menjawab nya.

Seketika Sandra teringat Gabino. Ya hanya laki-laki aneh itu yang bisa menjawab pertanyaan Sandra. Tapi bahkan sampai saat ini Gabino tidak kunjung menemuinya. Padahal laki-laki itu sudah berjanji akan menemui Sandra ketika ia pulang.

"Jadi dimana keluarga lo?" tanya Sandra mengubah topik. Ya, sepertinya akan lebih baik jika Sandra membuka obrolan yang lebih ringan.

Lagi pula Sandra butuh tau lebih banyak tentang Samara.

Samara terdiam. Ia tidak yakin keluaga nya akan repot-repot mencari dirinya. Mungkin mereka akan senang jika Samara menghilang.

"Gue gak tau"

"Temen-temen lo?"

Teman? Samara tersenyum miris. Entah mengapa Samara tidak ingin membahas itu.

"San gue rasa gue harus istrihat, besok gue mesti bangun pagi kan?" Samara mengusap tengkuknya merasa tidak nyaman.

"Hei! gue belom selesai. Gue harus tau tentang lo" protes Sandra.

"Gimana kalo lo ngasih tau hal apa aja yang harus gue lakuin besok?" tawar Samara.

Ah ya, Samara benar.

"Lo hanya perlu dateng kesekolah, dan gak ada yang menarik tentang sekolah kecuali Arsen"

"Arsen?"

"Dia cowok gue. Ralat, calon cowok gue sih" jawab Sandra tampak acuh.

Samara menatap Sandra tidak percaya, apa ada hal seperti itu?

"Jangan natap gue kaya gitu, itu emang kenyataan nya. Gini aja hal yang harus lo lakuin besok cuma satu. Deketin cowok yang namanya Arsen"

"Gue gak bisa" jawab Samara cepat. Bagaimana cara nya Samara menjelaskan kepada Sandra? Samara sangat lah buruk dalam hal mendekati laki-laki. Ia tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun kecuali Damar. Bahkan Samara tidak pernah berpacaran sebelumnya.

"Kenapa lo gak bisa? Itu bukan hal yang sulit" Sandra tampak tidak senang dengan jawaban Sandra.

"Umm soal itu, gue ngerasa gabisa aja"

Sandra benar-benar tidak suka penolakan!

"Lo udah punya cowok?" sinis Sandra.

Samara menggeleng cepat. Tentu saja itu tidak mungkin.

"Gue gak pernah pacaran San, dan gue ngerasa gak bisa buat deketin cowok"

Sandra mengerjapkan matanya terdiam menatap Samara. Sedetik kemudian ia menahan tawa nya.

"Apa ada yang salah?" tanya Samara.

Tentu Saja! Sandra merasa ingin menertawakan Samara detik ini juga.

"Denger Sam, gue rasa kita udah sepakat. Lo bakal hidup sebagai Sandra  kan untuk sementara? dan gak bikin orang lain curiga"

Samara mengangguk, sedikit menyesalinya. Baru awal saja ia merasa sudah sesulit ini.

"Lo harus deketin Arsen sebagai gue" putus Sandra.

"Tapi San—"

"Gue gak nerima penolakan. Kita udah sepakat"

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang