Bab 5 (Airin POV)

146 31 6
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, semoga suka dengan part ini. Jangan lupa vote dan juga komen ya, terima kasih❤️

----

Bukan tentang siapa yang paling cepat datang, tetapi tentang siapa yang siap dan pantas menetap di hati.

-Imam untuk Airin-

----

Kerja kelompok ataupun individu tidak ada bedanya sama sekali. Percuma saja pak Andri menyuruhku satu kelompok bersama si kutu kupret yang satu ini agar dia bisa merubah sifat malasnya. Buktinya, tidak berefek sama sekali. Putra tetaplah Putra, sosok yang pemalas, dan lebih mementingkan gamenya.

"Gantian nih, Lo yang ngetik. Enak banget, dari tadi Lo nggak ngapa-ngapain." sungutku.

Sekilas dia melirikku, namun setelah itu, pandangannya kembali fokus pada ponselnya. "Kata siapa gue nggak bantu Lo?"

"Ya memang benar, kan?" ucapku tidak terima.

"Dari tadi gue juga bantuin, kali."

"Bantu apa?"

"Bantu doa." jawabnya.

Astagfirullah haladzim. Bener-bener ya si Putra, kalo nggak bikin emosi, ya bikin dongkol hati. Aku jadi bingung, apa, jangan-jangan ketika dulu bundanya sedang mengandung Putra, beliau mengidam sesuatu tetapi tidak keturutan, alhasil lahirlah seorang anak yang menyebalkan ini.

Sudah tidak membantu dalam mengerjakan tugas, selalu menumpang nama dalam setiap mengerjakan makalah, dan tentunya selalu membuatku dongkol dalam setiap hal.

Eh tapi, kemarin nggak tau kesambet apaan, tiba-tiba dia beliin aku sebuah novel yang sedang aku inginkan. Aku sama sekali nggak minta atau pun kode-kode agar dibelikan, tiba-tiba ketika aku sedang membayar buku referensi untuk bahan makalah kami, dia datang menghampiriku lalu membayar novel yang aku inginkan.

Menurutku dia itu laki-laki yang aneh. Kadang ngeselin, kadang bikin emosi, kadang juga berbuat baik dan memberikan sebuah kejutan dengan membelikanku sesuatu yang sedang aku inginkan. Entahlah, mungkin itu hanya sebatas ucapan terima kasihnya kepadaku karena aku sudah bersusah payah dalam membimbingnya.

"Put, cepat lah." rengekku saat dia tidak kunjung meraih laptop yang sudah kuserahkan kepadanya.

"Iya-iya sebentar-sebentar, gue lagi matiin lawan dulu, nih."

Aku menepuk dahiku, dan mengucap istighfar sebanyak-banyaknya. Lagi-lagi jika bukan karena perintah dari pak Andri, sudah kutendang si kutu kupret ini hingga ke planet Merkurius.

"Handphonenya taruh dulu, gantian dong ngetiknya."

"Sabar-sabar, sedikit lagi."

Aku berdecak kesal padanya. Kenapa sih, dia itu selalu saja membuatku kesal.

"Terserah Lo deh," ucapku kesal kepadanya. "Gue mau pulang, udah sore."

Aku pun meraih tas punggungku dan membiarkan laptopku tergeletak disamping Putra yang masih fokus dengan game onlinenya.

Aku pergi meninggalkannya. Tetapi dalam hati aku ingin dipanggil olehnya dan dia meminta maaf kepadaku. Tapi, kian jauh langkahku, suara Putra tidak juga terdengar.

Aku menggeram kesal. "Jadi cowok nggak peka banget sih!"

Aku pun kembali melanjutkan langkahku dan segera pergi ke rumah sakit.

-Imam untuk Airin-

"Keadaan bapak gimana dok?"

Imam Untuk Airin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang