Bab 1 (Airin pov)

399 45 11
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, semoga cerita ini bisa selesai sampai TAMAT.

----

Dengan membuatmu merasa kesal, aku mempunyai poin satu untuk menarik perhatianmu.

-Imam untuk Airin-

----

"Airin!"

Suara lantang itu sepertinya tidak asing ditelingaku, bahkan ketika ia memanggil namaku untuk kedua kalinya aku makin tambah yakin jika dia adalah Aila. Bahkan, sebelum aku menengok, Aila telah lebih dulu menghampiriku lalu menepuk pundakku.

"Kalo dipanggil tuh nengok." sungutnya.

Aku mengerucutkan bibirku. Bagaimana aku mau nengok, jika sepersekian detik dia telah memanggil namaku lagi dan menghampiriku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Dicariin Putra. Katanya, Lo disuruh cepetan ke sana."

Etdah! Tuh bocah ngapain lagi nyari-nyari aku. Pliss deh, aku malas banget ketemu dia hari ini. Ya, memang sih, aku nggak bisa lepas tanggung jawab gitu aja untuk ajarin dia salah satu mata kuliah yang nilainya anjlok banget. Tapi, demi apapun, ini hari pertama aku datang bulan, bisa-bisa sudah kumakan hidup-hidup laki-laki menyebalkan itu kalau sampai membuatku naik darah. Jika bukan karena suruhan Pak Andri, selaku dosen di mata kuliah itu, aku tidak akan mau. Namun, konsekuensinya nilai mata kuliahku pada semester ini akan ikut berkurang juga jika aku tidak mau. Dasar, tidak adil!

Aku menghembuskan napasku gusar. "Dimana?"

"Di taman belakang kampus."

"Sendiri?"

"Ya menurut Lo?"

Lagi-lagi aku menghembuskan napasku. Rasanya jika bukan karena nilai, aku sangat malas menjalani perintah ini. "Oke, Ai, thank you ya. Gue ke sana dulu."

Segera aku melangkahkan kakiku menuju tempat manusia menyebalkan itu berada. Sesampainya aku di taman belakang kampus, manik mataku langsung menangkap laki-laki berkaus hitam polos tengah duduk memunggungiku. Aku menghampirinya, kurang dari dua langkah, dia telah lebih dulu membalikkan tubuhnya, menatapku dengan tatapan seperti biasanya, yaitu tatapan yang meledek.

"Bagaimana sih Ibu Guru, masa ngajarin anak muridnya untuk telat. Janjiannya kan jam sebelas, kenapa jam segini baru datang?" protesnya.

Tuh, kan, belum apa-apa sifat menyebalkannya sudah muncul. Jika bukan karena dia manusia, mungkin sudah ku penggal kepalanya hingga putus.

"Gue tadi ke Musala dulu." alibiku.

Dia berdecih, lalu memutar bola matanya. "Jangan bohong Bu Guru. Gue tau, sekarang kan tanggalnya Lo datang bulan."

Aku membulatkan mataku. Sial! Kenapa dia tau jika aku berbohong. Dan, kenapa dia juga tau kalo sekarang aku sedang datang bulan? Wah, jangan-jangan ni orang cenayang lagi.

"Ngaku aja, Rin."

Aku tidak mau kalah dengan dirinya. Karena sebuah pernyataan mengatakan jika wanita itu selalu benar, jika wanita salah, maka kembali lagi kepada kalimat yang tadi.

"Emang gue dari Musala."

"Mana boleh wanita yang lagi haid salat."

Sumpah ya, aku datang ke sini untuk memberikan les privat tambahan untuk dirinya, bukan malah membahas persoalan datang bulan. Cowok, kok, mulutnya lemes banget.

Imam Untuk Airin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang