Bab 20 (Fahmi POV)

117 26 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, semoga suka dengan part ini. Jangan lupa vote dan juga komen ya, terima kasih❤️

----

Perusak alam dalam hukum Islam harus dihukum mati. Kalau perusak hubungan orang sepatutnya diapakan ya?

-Imam untuk Airin-

----

Aku terpaku saat menginjakkan kaki di sebuah toko emas di bilangan Jakarta Pusat tepatnya di Senayan city. Bersama dengan Mbak Arumi dan juga kedua putrinya yang sengaja Mbak Arumi ajak-Kayla dan juga Kamila, mereka adalah anak kembar.

Mataku langsung menyapu seluruh penjuru toko yang menjual berbagai macam perhiasan. Dari mulai gelang, kalung, cincin, dan bahkan logam mulia.

Aku bingung harus membeli apa untuk acaraku nanti malam. Untung saja Mbak Arumi mengingatkan ku untuk membeli perhiasan yang akan kuberikan nanti malam pada acara lamaran dengan Airin.

"Mau yang mana?" tanya Mbak Arumi sambil melihat-lihat deretan cincin yang terpajang di etalase.

Sebagai laki-laki yang notabenenya tidak mengetahui hal-hal seperti itu, tentu saja untuk masalah itu kuserahkan sepenuhnya kepada Mbak Arumi yang lebih tahu model serta selera perempuan seusia Airin.

"Terserah Mbak aja, aku ikut apa kata Mbak aja."

"Loh, kamu kan calon suaminya Airin, seharusnya kamu yang memilihkan cincin untuk Airin, masa Mbak, sih?" sahut Mbak Arumi.

"Mbak kan perempuan, jadi pasti lebih tahu selera perempuan seusia Airin itu seperti apa."

Mbak Arumi mengangguk paham. "Oh gitu, ya udah, Mbak pilihkan saja, ya?"

Aku mengangguk.

Dan Mbak Arumi mulai sibuk memperhatikan satu demi satu cincin yang terpajang di etalase secara detail. Sedangkan aku sibuk mengawasi kedua putri Mbak Arumi yang sangat aktif berlari kesana-kemari, mengeksplorasi keadaan sekitar dengan terus bertanya kepadaku "Om, ini apa?"

Mungkin ketika nanti aku telah menikah dengan Airin, peranku akan berubah menjadi sosok Ayah. Yang bermain kesana-kemari bersama anak-anakku, menjadi sosok pahlawan bagi mereka, dan menjadi sosok teladan bagi mereka. Dan yah, jika Allah menghendaki tak lama lagi peran itu akan terwujudkan.

"Mi, sini deh," seru Mbak Arumi memanggilku, mungkin dia telah menemukan cincin yang cocok untuk Airin.

Aku pun menghampiri Mbak Arumi sambil menggandeng kedua keponakan ku.

"Gimana, bagus gak?" Mbak Arumi menunjukkan sebuah cincin bermata berlian dengan ukiran bunga disekeliling cincin itu.

Tak salah aku meminta Mbak Arumi untuk memilihkannya, nyatanya tak hanya Airin saja yang pasti akan suka dengan cincin ini, tetapi aku yang melihatnya saja langsung jatuh hati.

"Bagus mbak, bagus banget." jawabku antusias.

"Ya udah mas, di bungkus ya. Sekalian sama kotak perhiasannya." kataku kepada pelayan di toko emas itu.

Pelayan itu pun mengangguk dan mengambil kembali cincinnya untuk dibungkus sedemikian rupa agar terlihat cantik.

"Mi," panggil Mbak Arumi.

Aku menoleh. "Iya Mbak."

"Amel udah tahu tentang kabar ini?"

Aku terhenyak, memandang Mbak Arumi dengan tatapan yang kosong. Ah ya, aku baru teringat akan sosok Amel yang pernah mengisi hatiku-dulu.

Tujuh tahun yang lalu, tepatnya ketika usiaku menginjak tujuh belas tahun, dimana aku menjalin hubungan pacaran dengan teman seorganisasi. Waktu itu aku masih labil, masih belum paham akan dampak dari perbuatan pacaran. Yang kupikirkan saat itu hanyalah memiliki perempuan cantik agar aku bisa memamerkannya kepada teman-temanku bahwa dia adalah milikku.

Amelia Azahra, perempuan satu-satunya yang berhasil memikat hatiku. Dan bahkan dia adalah perempuan pertama yang aku kenalkan kepada Mbak Arumi. Maka dari itu, Mbak Arumi sangat tahu betul siapa Amel itu.

Amel, Amel, Amel, dia adalah perempuan yang sangat antusias akan yang namanya belajar. Saat kami bersekolah di SMA negeri 2 Jakarta, Amel selalu menjadi langganan juara kelas tiap tahunnya. Saat Amel berpacaran dengan ku, dia pernah bercerita jika Australia merupakan negara yang ia cita-citakan untuk berkuliah disana. Apa ya, oh ya, University of Melbourne merupakan universitas yang sangat didambakan oleh Amel. Dan setelah hari kelulusan tiba, Amel mencoba untuk mendaftarkan dirinya di universitas tersebut, dan dari kabar yang aku ketahui, Amel diterima disana.

"Kalian masih suka chatingan, kan?" tanya Mbak Arumi yang lagi-lagi membuatku terhenyak.

Entahlah, sejak kabar diterimanya Amel di University of Melbourne, aku dengannya tidak pernah bertukar kabar lagi. Sebetulnya ini permintaan Amel dengan alasan ia ingin lebih fokus mengejar cita-citanya menjadi seorang Dokter.

Aku tidak bisa melarang, karena aku tahu apa yang diinginkan oleh Amel pasti yang terbaik untuknya-meskipun harus mengorbankan hubungan kami yang bahkan sampai sekarang belum ada kata putus.

Aku menggeleng menjawab pertanyaan Mbak Arumi. "Aku udah nggak tahu lagi kabar dia sekarang, Mbak." kataku sambil menghembuskan napas gusar.

"Lalu, bagaimana jika dia datang kembali ke kamu?"

Aku tertegun. Sebetulnya pertanyaan Mbak Arumi merupakan pertanyaan yang selama ini selalu menghantui pikiranku akan bagaimana jika suatu saat nanti hal itu akan terulang kembali, mengusik kebahagiaanku bersama Airin nantinya.

Jujur kini aku telah menganggap semuanya telah usai. Cinta monyet antara aku dan juga Amel sudah benar-benar berakhir. Terlebih ketika aku telah memutuskan untuk hijrah, meninggalkan seluruh dunia gelap ku menuju kehidupan yang lebih baik. Termasuk meninggalkan cinta yang belum halal diantara aku dan juga Amel.

"Mana mungkin, Mbak. Amel di Australia, sedangkan aku di Jakarta. Enam tahun aku berpisah dengannya, dan aku rasa, Amel sudah melupakan segalanya." kataku meyakinkan Mbak Arumi.

"Itu menurut kamu, tapi belum tentu menurut Amel demikian." sahut Mbak Arumi. "Cepat atau lambat, pasti atau tidak, kamu harus menyiapkan waktu untuk memberitahukan ini kepada Amel dan juga, ya, kepada Airin."

Aku tahu itu. Mungkin saja peristiwa yang sangat sangat tidak aku harapkan kedepannya malahan terjadi nantinya yang akan berimbas pada masa depanku. Tapi kembali lagi, semua itu tidak pernah ku harapkan untuk terjadi. Kisah cintaku dengan Amel sudah ku tutup rapat-rapat.

"Sudahlah Mbak, jangan bahas Amel lagi, dia masa laluku. Lupakan semuanya."

Tangan Mbak Arumi terulur mengelus pundakku. "Tapi untuk melupakan kenangannya, Mbak yakin, kamu mana sanggup."

Aku menghembuskan napas gusar lalu melepaskan tangan Mbak Arumi dari pundakku. "Aku sudah melupakannya, Mbak. Sungguh."

"Berpisah tak melulu harus melupakan segala hal tentangnya. Meskipun sudah tidak bersatu, tetapi jarak dan juga waktu tanpa sadar terus berusaha untuk menyatukan kembali. Entah dalam kata satu atau dua tak saling menyatu."

Mbak Arumi ngomong apa sih? Kenapa makin kesini topik pembicaraannya malah merujuk pada sosok wanita yang selama tujuh tahun ini sudah ku lupakan keberadaannya?

Atau jangan-jangan? Ah, tidak mungkin.

-Imam untuk Airin-

1. Perasaan kalian setelah membaca part ini apa?

2. Lanjut bab 21? Yay or Nay?

3. Menurut kalian, sosok Putra dan Airin seperti apa? Pliss dijawab ya!!!

Stay healty, stay safe ya guys. Jangan lupa jaga kesehatan, pakai masker, dan juga selalu rajin cuci tangan.

Salam via aja deh.

Imam Untuk Airin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang