Bismillahirrahmanirrahim, semoga suka dengan part ini. Jangan lupa vote dan juga komen ya, terima kasih❤️
----
Mencintaimu adalah tugasku, dan mengikhlaskanmu adalah sebuah keharusan. -Putra Hendrian
-Imam untuk Airin-
----
"Bunda nggak seriusan kan? Ayo lah Bun, oke, aku mau pegang perusahaan Ayah dan Bunda, tapi tentang perjodohan, aku nggak mau Bun." sejak tadi, aku berusaha untuk terus bernegosiasi kepada bunda agar membatalkan perjodohan ini. Namun berkali-kali pula bunda terus mengelak dengan alasan aku sangat cocok dengan Tasya.
Aku mendesah mendengarnya. Cocok dari mananya coba? Mahasiswa malas sepertiku harus disandingkan dengan wanita secantik Tasya. Yang ada, aku akan ditertawakan oleh seluruh awak kabin karena ketidak cocokan ini.
Lagian, bunda kenapa mesti repot-repot menjodohkanku dengan Tasya sih? Tanpa dijodohkan pun, aku sudah memiliki tambatan hati tersendiri. Gini-gini juga aku masih normal, masih suka sama perempuan pilihanku sendiri.
Kepo ya? Hahaha, tanpa diberi tahu pun, kalian pasti sudah bisa menebaknya.
Siapa? Airin?
Hahaha, that's right!
"Sudah-sudah. Apa yang perlu ditolak dari sosok Tasya? Udah cantik, pramugari, baik, dan yang terpenting, ibu-ibu arisan pasti akan geger kalo kamu dapat istri seorang pramugari."
"Ya udah, kenapa nggak Ayah aja yang suruh nikah sama Tasya? Biar ibu-ibu arisan makin geger dengarnya."
Ucapanku barusan sukses mendapatkan tatapan tajam serta cubitan sadis di perutku. Aku tidak salah kan berbicara seperti itu? Lagi pula, aku tidak ingin pernikahanku nantinya menjadi sebuah ajang pameran dadakan. Sangat tidak lucu.
"Ampun Bun, ampun." aku berusaha untuk menghindar. Namun gerakan ku tertahan oleh tangan bunda yang telah mencekal pergelangan tanganku. Kuakui, aku kalah.
"Intinya bunda nggak mau dengar alasan apapun lagi dari kamu. Kamu harus menikah dengan Tasya!"
Ya Tuhan... Nasib buruk rupanya tak lama lagi akan datang kepadaku. Kuatkan aku Tuhan.
"Oh ya, besok kamu dan Tasya pergi ke Kuala lumpur ya untuk mengecek lahan disana."
Aku mengerutkan keningku. "Untuk apa?"
"Untuk pembangunan hotel Horison, masa kamu lupa."
"Harus aku sama Tasya?"
Bunda mengangguk. "Iya. Hitung-hitung sekalian kamu pdkt sama Tasya."
"Tapi, putra ajak teman putra juga, ya?" tanyaku karena aku ingin mengajak si ember bocor itu. Ya, sebagai tanda terima kasih karena selama ini dia udah sabar ngajarin aku.
"Enggak-enggak. Cukup kalian berdua aja." tolak bunda. "Bunda kan rencanakan ini agar kalian bisa semakin dekat."
Aku mendengus. "Yah, bunda..."
"Sudahlah, nurut saja apa kata bunda."
Aku menengguk salivaku. Rencana untuk mengajak liburan bersama dengan si ember bocor harus musnah seketika.
"Iya Bun." kataku mengalah.
Bunda pun tersenyum. "Nah, gitu dong. Oh ya, bunda juga udah pesenin tiket pesawat sama kamar hotel."
"Aku tidur satu kamar sama Tasya, Bun?" tanyaku terkejut.
"Ya enggak lah! Kalian kan belum menikah, jadi mana boleh tidur satu kamar." peringat bunda.
Aku menggaruk tengkukku yang tidak terasa gatal. "Ya kan, kirain."
"Makanya nurut sama bunda. Kalo kamu nikah sama Tasya hidupmu pasti akan bahagia, tiap harinya dibeliin oleh-oleh mulu dari luar negeri."
"Palingan juga oleh-olehnya gantungan kunci, kan? Atau, paling mentok kaus bergambar monumen ciri khas dari negara itu. Kayak gitu mah, di pasar tanah abang juga banyak, bun." gumamku.
"Sembarangan kalo ngomong. Buktinya kemarin waktu Tasya pergi ke Bangkok, kamu dibeliin oleh-oleh sepatu branded kan?"
Aku bergeming. Betul juga apa kata bunda.
"Bunda rasa, Tasya suka deh sama kamu."
Aku terperanjat, bola mataku sukses membulat dengan sempurna. Emang, selain tukang halu, bunda kalo ngomong juga suka ngaco. Mana mungkin Tasya suka sama laki-laki begajulan seperti aku?
"Nggak mungkin Bun. This is impossible." sergahku.
"Bunda kan perempuan, jadi bunda tahu bagaimana seorang perempuan menunjukkan perasaannya kepada orang yang disuka. Ya, dengan memberikan barang seperti itu."
Aku tertegun. Apa itu benar? Mengapa Airin tidak melakukan hal yang sama terhadapku? Apa Airin tidak suka terhadapku? Apa perasaan ini harus bertepuk sebelah tangan?
"Tapi belum tentu bunda. Buktinya, nggak semua perempuan melakukan hal itu." ucapku berusaha menolak seruan bunda.
"Tapi dulu bunda terhadap ayahmu seperti itu. Dan buktinya, lambat laun hati ayah kamu luluh terhadap bunda. Bunda yakin, itu semua pasti akan berbalik kepada kamu."
Konspirasi macam apa ini? Masa, hanya dengan dibelikan sebuah barang, seseorang akan langsung jatuh cinta? Lagi-lagi, aku tidak percaya dengan ucapan bunda. Menurutku, itu sebuah pemikiran yang kuno dan tidak masuk akal.
"Tapi kalo nantinya aku nggak berjodoh sama Tasya gimana?"
"Harus berjodoh lah."
"Tapi kalo Tuhan tidak berkehendak?"
"Ya, bunda akan berdoa terhadap Tuhan agar kamu berjodoh dengan Tasya. Bukan kah dia seorang Ibu akan lebih mudah dikabulkannya?"
Aku mengacak-acak rambutku. Rasanya frustasi lama-lama berdebat dengan bunda. Seperti halnya jalan tol, tidak akan ada ujungnya.
Setelahnya aku tidak menjawab ucapan bunda lagi.
"Tiga bulan lagi, ya?"
"Tiga bulan?" ucapku sambil mengernyitkan dahiku.
"Kamu dan Tasya tunangan."
Aku melongo sambil menatap wajah bunda. Tak habis pikir, mengapa semuanya diatur sedemikian rupa agar aku bisa dekat dengan Tasya, dan bahkan harus sampai ke jenjang pernikahan.
"Bukankah lebih cepat lebih baik?"
-Imam untuk Airin-
1. Perasaan kalian setelah membaca part ini apa?
2. Lanjut bab 17? Yay or Nay?
3. Menurut kalian, sosok Putra dan Airin seperti apa? Pliss dijawab ya!!!
Stay healty, stay safe ya guys. Jangan lupa jaga kesehatan, pakai masker, dan juga selalu rajin cuci tangan.
Salam, Air utra (Airin Putra) wkwkwk
Bonus foto akang kasep
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Untuk Airin ✓
Spiritual(FOLLOW AKU DULU YA!!!) Airin Haliya Nafisah tak menyangka jika takdir akan mempermainkan alur kehidupannya. Misteri waktu pun perlahan mulai terkuak dengan kenyataan yang sebelumnya tak disangka-sangka. Harus selalu bersama dengan Putra, laki-laki...