8. Cerita Adam

1K 66 1
                                    

Ratna menerobos masuk tanpa menghiraukan Epa yang coba menahannya. Mata wanita itu langsung tertuju pada Gembira yang tengah duduk sendiri di lantai ruang tamu dengan aneka mainan yang berserakan.

"Bira, di mana bundamu?" tanya Ratna pada putri Senandung.

"Di kamar," jawab Gembira pendek tanpa memandang si penanya. Bocah lima tahun itu tengah asyik bermain masak-masakan.

"Ada apa Ibu Ratna mencari Sena?" tanya Epa penasaran dan tetap berlaku sopan.

"Kamu tidak perlu tahu. Cukup tolong panggilkan dia saja!" perintah Ratna dingin. Mata nyalang mencari-cari keberadaan Senandung.

Belum sempat Epa membalas perintah Ratna, Senandung tampak ke luar dari kamar. Melihat yang datang Ratna, muka Senandung terlihat sedikit takut. Bagaimana pun juga, rasa bersalah masih bersarang di lubuk hatinya.

"Mbak Ratna, ada apa?" sapa Senandung dengan keberanian yang dipaksakan. Wanita itu mencoba mengulas senyum, walau terlihat kaku.

"Apa kabarmu, Sena? Aku perlu berbicara denganmu," balas Ratna terdengar pelan. Nada suara Ratna yang lunak membuat rasa takut di hati Senandung sedikit sirna.

Merasa Ratna akan berbicara serius, Senandung perlu menyuruh Epa dan Gembira hengkang dari tempat itu. Agar dia dan Ratna bisa leluasa berbincang. Dengan dagunya, Senandung menyuruh Epa keluar membawa Gembira.

Namun, bocah kecil itu protes ketika sang tante mengajaknya ke luar. Gembira bersikeras tidak ingin pergi ke mana-mana. Melihat itu, Senandung turun tangan. Sedikit memaksa dia membujuk anaknya agar mau diajak pergi oleh Epa.

"Bira mau di sini aja, Bun! Nanti mau ikut tante Ratna pulang ke rumah mbak Alin," tolak Gembira enggan. Gadis cilik yang hari ini dicepol dua itu terus saja memainkan mainannya.

"Besok-besok kita main ke tempat Mbak Alin. Sekarang Bira tolong temani tante Epa beli sop buah dulu, ya." Dengan sedikit kebohongan Senandung membujuk anaknya.

"Baiklah." Akhirnya Gembira menyetujui setelah dijanjikan sip buah kesukaannya, "tapi janji ya besok kita pergi ke tempat mbak Alin. Bira kangen dia, Bunda," pinta Gembira dengan nada manjanya.

"Iya. Bunda janji," sahut Senandung lembut. "Sekarang temani tante Epa dulu sana!" lanjutnya menunjuk sobatnya yang sedari tadi berdiri di depan pintu.

Begitu Gembira bersedia diajak pergi, Epa segera menggandeng lengan kecil bocah berkaos warna ungu muda itu. Keduanya meninggalkan Ratna dan Senandung agar leluasa berbicara.

Begitu Epa dan Gembira berlalu, tiba-tiba Ratna segera memeluk kaki Senandung. Terang saja Senandung menjadi bingung. Apalagi Ratna bersimpuh di kakinya disertai isak tangis.

"Ada apa sebenarnya, Mbak?" tanya Senandung seraya membimbing wanita itu kembali duduk.

"A-adam, Sena," jawab Ratna serak. Pipinya telah basah. "Dia ... dia bersikeras mau menceraikan a-aku. Aku ... aku harus bagaimana?" tutur Ratna terbata. Wanita itu membesit hidungnya yang terasa mampat.

Senandung sendiri hanya bisa termenung mendengar jawaban dari bibir Ratna. Dia teringat kembali omongan Adam tempo hari. Pria itu telah bertekad akan tetap menceraikan Ratna demi bisa menikahi dirinya.

"Sena, aku mohon, tolong kamu bujuk Adam agar mencabut gugatan cerainya," pinta Ratna memelas. Dia meraih jemari Senandung dan menggenggamnya kuat. Sekuat harapannya sekarang. "Aku mohon, Sena!" Wanita itu kembali berharap.

Ratna terus mengiba pada Senandung dengan menangkupkan kedua tangan di dada. Isakkan pilunya juga masih terus terdengar.

Jelas ini membuat Senandung merasa amat bersalah. Dalam Hati, Senandung merutuki segala kebodohannya di masa lalu. Dirinya berandai, jika dulu tegas menolak Adam mungkin kejadiannya tidak akan serumit ini. Untuk menebus rasa bersalah, akhirnya Senandung menganguk.

Cinta Lama Bersemi Kembali (Senandung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang