Ale dan Senandung tampak begitu shock mendengar penuturan putri mereka. Bahkan wajah Ale terlihat sangat pias. Lelaki itu mencengkeram pahanya supaya tidak kentara gemetar. Diam belum siap mengungkap semuanya di hadapan kakak iparnya
Ketika Kian mengalihkan pandangan pada Senandung. Wanita itu diam menunduk. Ini semakin membuat Kian penasaran dibuatnya.
Tidak lama kemudian Senandung kembali mendongak. Dengan senyum yang menghias di bibir, wanita itu menarik lengan sang putri mendekat.
"Ayo kita lihat-lihat rumahnya dulu yuk, Nak!" ajak Senandung lembut.
Wanita itu menggandeng Gembira berjalan masuk, tetapi bocah itu menggeleng. Tangannya menepis pegangan bundanya.
"Om Kian sama ayah kan belum kenalan," tukas Gembira polos. "Ayuk kenalan Om!"
"Maksudnya apa ini?" tanya Kian dingin pada Ale dan Senandung.
Dada lelaki itu terasa panas akibat rasa cemburu yang mendalam, serta amarah yang siap meluap. Tak terasa tangannya mengepal keras.
Ale yang menyadari ada api kemarahan pada diri Kian, lantas mendekati sang kawan seraya memegang pundaknya. Kemudian dengan pelan dia berkata," Anaknya Sena lucu. Dia langsung saja menganggapku sebagai ayahnya. Hi ... hi."
Ale berpura-pura tertawa, tetapi demi melihat Kian dan Senandung yang terdiam tak menggubris. Lelaki itu pun membisu.
Apalagi saat Gembira menatapnya kesal. Dengan cemberut bocah kecil itu mengajukan protes kepadanya,"Tapi, Ayah memang Ayahnya Bira kan?"
"I-iya. Ini a-yah Bira dan Om Kian itu papanya Bira," jawab Ale terbata sambil menunjuk dadanya sendiri, lalu menunjuk dada Kian.
Ale merasa amat takut pada Kian. Sejenak dia mengatur napasnya perlahan, menutup mata sejenak. Lalu kembali berujar pada sang putri," Bira punya dua ayah, Nak."
"Tapi, yang ada di hape Bunda adalah foto Ayah. Fotonya Om Kian tidak ada," sergah Gembira semakin kesal.
Bocah itu merasa sang ayah seperti tidak mau mengakui dia sebagai anak. Kian sendiri semakin terperanjat mendengar ucapan Gembira.
"Sena ... Ale?"
Kian menatap pasangan itu secara bergantian. Dia meminta penjelasan. Kemudian saat dengan lemah Senandung mengangguk, hati Kian terasa begitu sakit. Dadanya berdenyut perih. Mendadak api amarah menguasai pikiran. Lelaki itu menatap tajam pada Ale yang menunduk dengan bahu yang terlihat begitu turun.
"Ja-jadi lelaki berengsek itu ka-kamu?" tanya Kian pada Ale sedikit tergetar.
Ale sendiri hanya bisa terdiam. Mulut lelaki itu tampak kelu untuk menjawab.
"Jawab Ale!" sentak Kian berang.
"Jika Ale adalah ayahnya Bira. Memangnya kenapa? Kau tak perlu semarah itu, Kian!" tukas Senandung heran melihat Kian begitu berang terhadap Ale.
"Dasar pengkhianat!" kecam Kian naik pitam.
BUGHH
Kian melayangkan bogeman mentah. Meninggalkan lebam biru pada pipi kanan Ale. Lelaki itu sedikit terhuyung mendapat pukulan mendadak dari Kian. Kemudian saat Kian menarik bajunya dan memberikan tinjuan keras pada muka, Ale diam saja tak membalas. Tentu saja Senandung dan Gembira ketakutan melihat perkelahian itu.
"Kian ... hentikan!"jerit Senandung keras. Namun, Kian tidak menggubris. Pria itu kembali menonjok muka Ale lagi. Ale sendiri diam tidak membalas. Membuat Senandung cemas minat wajah suaminya memar. "Aku mohon, Kian!" Senandung semakin kuat berteriak.
Wanita itu bahkan menahan tangan Kian yang kemudian hendak menonjok perut Ale kembali.
Sementara Gembira segera memeluk sang ayah dengan erat. Matanya menatap Kian sebal. Penuh amarah bocah itu bertanya, "Kenapa Om Kian memukuli ayah Bira? Apa salahnya?"
"Iya, Kian. Kamu menuduh Ale sebagai pengkhianat. Maksudnya apa? Senandung ikut menimpali pertanyaan sang putri.
Wanita itu amat heran kenapa Kian bisa sebegitu marah saat tahu siapa ayah dari anaknya.
Kian mengatur napasnya yang masih terengah. Usai mengelap keringat yang membasahi pelipisnya, dia menjawab, "Kamu tanyakan saja pada dia!" Kian menunjuk Ale dengan geram. Membuat adik iparnya tertunduk diam.
Senandung merasa aneh dengan sikap mantan suaminya. Kenapa pria pemberani itu tunduk pada Kian. Disa apa yang telah diperbuatnya sehingga dia kelihatan takut seperti itu.
Kembali Kian mengusap wajahnya dengan kasar. Usai menghembus napas panjang, dia mendekati Ale lagi. Gembira yang tidak rela melihat ayahnya dipukuli Kian langsung mendepak perut pria tersebut.
"Jangan pukul ayah Bira lagi!" teriaknya jutek. Gadis cilik itu terus menghalau Kian agar menjauh.
"Kamu berhutang penjelasan padaku, Le!" ujar Kian menatap tajam.
Ale setia bungkam. Membuat Kian makin bungkam. Setelah mendorong bahu Ale dengan kesal, Kian berlalu pergi dari tempat itu dengan emosi yang masih menguasai hati. Lelaki itu memacu mobilnya dengan cepat tinggi.
"Kamu gak apa-apa, Le?" tanya Senandung pada Ale.
Ale menggeleng lemah. Penuh perhatian Senandung meraba pipi Ale yang lebam, membuat hati Ale menghangat. Ia sangat yakin mantan istrinya masih menyimpan rasa cinta yang begitu besar padanya.
Senandung mengeluarkan secarik tisu dari dalam tas. Penuh perhatian dia menghapusnya darah yang terlihat menitik di sudut bibir sang mantan.
"Awww!" desis Ale kesakitan lukanya kena tekanan jari Senandung.
"Kenapa Om Kian marah-marah pada Ayah?" tanya Gembira. Mata bocah itu terus memperhatikan ibunya yang masih mengelap luka ayahnya.
"Iya. Ada rahasia apa sebenarnya? Katakan!" Senandung ikut penasaran.
"Gak papa, Sayang," balas Ale berdusta seraya mengusap pucuk rambut sang putri. "Ayuk sekarang kita masuk, buat lihat-lihat rumahnya!" Ale mengalihkan topik pembicaraan usai Senandung membersihkan lukanya.
Lekas lelaki itu menggendong sang buah hati masuk rumah. Dia mengacuhkan Senandung yang meminta penjelasan darinya.
Walaupun sedikit kesal karena merasa diacuhkan Ale, Senandung mengikuti lelaki itu masuk. Bibir wanita itu menyunggikan senyum tipis saat melihat sang anak begitu antusias melihat-lihat isi rumah.
Gembira berlari menaiki anak tangga, mencari letak kamarnya nanti. Sementara kedua orangtuanya mengikuti dari belakang.
"Ale. Tolong jelaskan ini semua! Kenapa Kian begitu marah saat tahu kau adalah ayah kandungnya Bira?" Kembali Senandung meminta penjelasan.
Ale terdiam. Lelaki itu hanya termangu, sembari memandangi sang putri.
Gembira tampak asyik melompat-lompat pada ranjang, di sebuah ruangan yang nantinya akan dijadikan sebagai kamar bocah itu.
"Ale?" tegur Senandung.
Wanita itu merasa gemas karena Ale tak lekas menjawab pertanyaannya. Sementara Ale tampak mengatur napasnya perlahan, lalu dengan lembut dia meraih jemari Senandung seraya berujar,"Bila semuanya terungkap, tetaplah bersamaku, Sena! Aku mohon!"
"Maksudnya apa, Le? Ada rahasia apa antara kamu dan Kian yang tak kuketahui?" tanya Senandung semakin penasaran. Dia menelisik manik hitam Ale agar lekas memberi penjelasan padanya.
"Harusnya tadi kamu tak perlu jujur menanggapi pertanyaan Kian, Sena," sesal Ale kemudian. Kembali lelaki itu mendengkus pelan.
"Memang kenapa? Kamu malu mengakui dirimu ayahnya Bira?" tanya Senandung ketus. Hatinya merasa amat keki.
"Bukan begitu, Sena!"
"Lantas kenapa?" tukas Senandung segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama Bersemi Kembali (Senandung)
RomansaDitinggal pas sayang-sayangnya. Ketika Senandung sudah mulai move-on dengan mau membuka hati untuk Kian, teman masa lalu. Ale sang mantan suami justru kembali menawarkan kenyamanan.