Jeno menuntun maminya berjalan di koridor rumah sakit, katanya ia bosan hanya berbaring di ranjang. Mata Jeno mengawasi semua laki-laki yang menatap nafsu ibunya. Rasanya ingin Jeno tendang burung puyuhnya.
Sementara Jeff dan Mark hanya mengekor di belakang. Mereka membiarkan Jeno memiliki waktu lebih banyak bersama maminya.
"Udah Jen, jangan dipelototin. Dia udah ada anak"
"Udah ada anak aja matanya masih jelalatan. Pengen aku colok tau mih"
Tita tertawa pelan, wanita itu baru sadar jika Jeno adalah tipe pria pencemburu dengan emosi yang meledak-ledak.
"Bapak, lebih baik istrinya disuruh duduk dulu. Kasihan nafasnya ngos-ngosan gitu"
Semua yang ada disitu tertawa. Jeno yang bahkan belum punya KTP sekarang dikira sebagai suami Tita.
"Saya anaknya loh sus. Bukan suaminya" kesal Jeno
Mark tertawa terbahak "boros sih badan sama muka. Dikira bapack-bapack kan"
"Dih sorry... Gue atletis ya kaya Joe Taslim!"
Jeff meraih tangan istrinya dan mencium keningnya. Curi-curi kesempatan saat anaknya tak melihat.
"Pakai kursi roda aja ya. Kamu ntar capek" bujuk Jeff
"Mas, kamu pegang cincin nikah kita deh" ujar Tita sambil melepas cincin di jarinya dan memberikannya pada Jeff
"Kenapa dek?" Tanya Jeff
Pikiran buruk mulai menyerangnya. Ia takut.
"Gapapa... Mas pegang aja. Itu buat mas aja, itu kan cincin nikah mas sama mbak Hana. Aku balikin siapa tahu mas nanti butuh"
"Heh! Mas gak akan nikah lagi. Mas punya kamu selamanya!" Ucap Jeff sedikit keras
"Kan aku bilangnya misal mas. Udah yuk balik ke kamar, aku ngantuk tiba-tiba"
Jeff berusaha menyingkirkan pikiran jahat dari otaknya. Ia berusaha memikirkan hal baik dan ia yakin semuanya akan berjalan baik.
Jeff mengecup kening Tita yang terlelap dengan tenang. Sejak tadi istrinya itu tertidur dan belum bangun juga. Mungkin istrinya kelelahan.
"Papi cari makan sama Jeno ya. Aa mau makan apa?"
"Apa aja pi"
Mark membaca Al-Qur'an di samping maminya yang tertidur lelap, ada yang aneh yang ia rasakan sejak tadi. Kenapa nafas maminya terasa berat?
Bahkan Mark bisa lihat bibir maminya bergetar menahan sakit dan tubuhnya mengejang.
"Mami...." Panggil Mark lembut
Ia memperhatikan garis di monitor dan langsung menekan tombol darurat.
"PAPI! MAMI KENAPA INI!"
Jeff yang sedang makan di depan ruangan Tita langsung meninggalkan makanannya dan menemui istrinya.
"Tita... Buka mata kamu sayang. Kasihan anak-anak"bisik Jeff lembut
Tak lama dokter datang dan memeriksa keadaan istrinya. Sementara Jeff dan anak-anak menunggu diluar sambil terus berdoa. Jeff memeluk Jeno yang sudah menangis.
"Kalau mami sampai kenapa-kenapa aku gak mau berdoa lagi. Aku mau ikut mami aja" ujar Jeno dalam isakan tangis
"Mami baik-baik aja. Kalian jangan khawatir ya"
Jeff berusaha terlihat kuat. Jika ia menangis maka anak-anak juga akan menangis dan putus asa akan keadaan maminya sekarang.
"Wali dari pasien..." Suster memanggil dan Jeff langsung masuk ke ruangan istrinya
Ia mendekat pada istrinya yang sudah tidak menunjukkan tanda kehidupan. Bahkan alat kedokteran yang ada di tubuhya sudah dilepas.
"TITAAAA"
"BANGUN TITA... ANAK-ANAK BUTUH KAMU. AKU BUTUH KAMU!"
Jeno dan Mark ikut masuk ke ruangan, mereka semua menangis di samping tubuh maminya yang sudah tak bernyawa.
"Bayinya juga ikut meninggal di dalam kandungan pak. Almarhumah bisa diambil untuk segera dimandikan selagi pihak rumah sakit menyiapkan surat kematian"
Dada Jeff rasanya begitu sesak. Bahkan rasanya untuk berdiri saja susah.
"BANGUN TITA—BANGUN!"
"TIITAAA!"
"Mas Jeff...."
Ia langsung membuka matanya saat merasakan elusan di wajahnya. Air matanya turun dengan derasnya.
Ia tak bisa kehilangan istrinya. Tak akan bisa.
Next?
Pendek aja, aku ngantuk banget udahan😭
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strongest Momma
FanfictionTaeyong yang bersyukur dapat hamil anak ketiga setelah rahimnya dikatakan ada kerusakan dan harus diangkat. Manakah yang akan dia pilih? rahimnya atau anaknya?