GOOD PERSON

362 43 0
                                    

"Bapak Christopher Bang?" sebuah suara membuyarkan lamunan Chris. Ia menoleh ke arah suara dan mendapati seorang pemuda dengan wajah manis tersenyum padanya.
"Sudah selesai check in, ini passport dan tiketnya. Saya akan kembali 1 jam lagi untuk mengantar bapak ke dalam."
"Ah...terima kasih, Lee Minho." Jawab Chris setelah menemukan tag pemuda itu.
"Selamat beristirahat pak."
Lee Minho berbalik untuk meninggalkan Christopher di VIP Lounge, tetapi dia ditahan oleh tangan Chris.

"Maaf, apakah kamu bisa menemani aku sampai saat aku masuk gate? Uh...kalau kamu nggak sibuk."

Minho tersenyum dan mengangguk.
"Kami sudah mempunyai jadwal fix dengan masing-masing klien sampai take off, jadi saya akan menemani anda."

Chris mempersilakan Minho duduk di hadapannya.

Chris menatap tiket tujuan Australia yang baru tadi pagi dia beli. Mendadak. Merusak semua jadwalnya minggu ini.
Tapi apalah daya seorang Christopher Bang untuk menolak permintaan dari Lee Felix di seberang sana.

"I want you to come. You promised we will celebrate my birthday together! I've invited our friends. If you don't come I'm gonna be mad at you. For real."

Percakapan yang terjadi semalam penuh dengan tuntutan dari satu pihak.
Chris sudah lama tidak pulang. Lebih dari tiga tahun. Dia terlalu sibuk bekerja di negeri leluhurnya, terlalu menikmati kegiatannya disini. Jauh dari orang tua, jauh dari keluarga yang selalu menuntutnya. Yang paling penting, jauh dari Lee Felix.

Lee Felix adalah mantan kekasih Christopher di Australia. Dia juga yang membuat Chan meninggalkan negara itu.
Lee Felix dengan segala daya tariknya, membuat Chris terjerat lalu mengikatnya dengan kuat sampai Chris sulit bernafas, kemudian di suatu hari yang cerah ia melepaskan Chris begitu saja tanpa alasan.

Hari dimana Lee Felix membawa teman pria nya berkenalan dengan Christopher, sejak saat itu Chris bertekad untuk meninggalkan semuanya.

Chris menapakkan kakinya di Seoul tiga tahun silam. Seorang diri. Berbekal surat penerimaan kerja yang ia simpan dengan baik di tas tentengnya, Christopher memulai perjalanan karirnya dari nol.

Diterima bekerja di sebuah perusahaan multinasional membuat Christopher berhasil mengasah bakatnya. Selama ini dia hanya bekerja di perusahaan Papanya dan ia tidak merasakan adanya tantangan.

Perlahan tapi pasti Christopher Bang yang dari Australia menarik perhatian rekan kerjanya, sampai akhirnya Chris menemukan dua orang rekan kerja yang kini menjadi sahabatnya di perantauan.

"Maaf bila saya bertanya, barang bawaan bapak hanya satu?" tanya Minho penasaran.
Chris mengangguk.
"Untuk apa bawa barang banyak kalau akhirnya akan kembali kesini juga."
"Perjalanan bisnis?" tanya Minho lagi.
"No. Acara keluarga." hening sesaat sebelum Chris melanjutkan bicaranya.
"Adik ulang tahun dan aku sudah melewatkan dua ulang tahunnya. So here I am."
Minho tersenyum.

"Chris. Panggil saja Chris, nggak usah pakai bapak. I'm not that old." tambah Chris yang disambut oleh wajah terkejut dari Lee Minho.

"Ah...saya mohon maaf. Memanggil klien dengan sebutan Bapak atau Ibu sudah menjadi standar kami. Tapi bila anda keberatan, saya bisa merubahnya, Chris." jawab Lee Minho sambil tersenyum.

"Dia pasti bahagia bisa bertemu kakaknya lagi." Minho membuka percakapan.
"Yeah. Seharusnya."
"Jadi anda akan kembali minggu depan?" tanya Minho lagi.
"Bisa lebih cepat. Tergantung keadaan disana."

Christopher menghela nafas panjang, membuat Minho bingung. Bukankah seharusnya dia bahagia bisa pulang dan bertemu keluarganya?

"Aku tidak terlalu bahagia, kalau itu yang kamu pikirkan, kamu benar Minho."
Minho terkejut dengan peraktaan Chris yang sangat sesuai dengan pikirannya.

"Aku pulang karena dia memaksa."
Chris bukan tipe orang yang mudah berbagi cerita, terutama dengan orang asing.
Tetapi Lee Minho yang kini menatapnya bingung, entah kenapa membuat Chris ingin terus bicara.

"He's not my real brother. Kami sudah bersama sejak kecil karena bertetangga. Kami pun pernah menjadi lebih dari sekedar tetangga maupun sahabat, tapi kemudian semuanya berakhir.
Yang aku tidak habis pikir, tidak pernah ada penyesalan darinya. Bahkan dia masih berani meminta ku pulang dan mengancam akan marah berkepanjangan bila itu tidak terjadi. Herannya lagi aku menuruti keinginan dia."

Minho terlihat canggung. Dia belum pernah menghadapi situasi seperti ini selama bekerja. Tapi Minho bisa melihat kekecewaan yang muncul saat Chris berbicara.

"Itu sebabnya anda tidak pulang selama ini?"
Chris mengangguk.

"Di sini aku bebas. Bisa melakukan apapun sesuka hati tanpa ada orang yang mengatur. Aku mendapatkan bahagia ku di tempat ini."

"Kalau begitu mungkin ini saatnya anda melakukan closure dengan semua yang anda tinggalkan disana. Maaf bila saya berasumsi, tapi sepertinya masih ada yang perlu diselesaikan, entah apa, yang jelas hal itu akan terus menghantui anda."

Chris menghela nafas panjang.

"Bukan kabur. Aku seperti mencari pelarian untuk bisa bahagia."

Minho menatap Chris lalu meraih tangannya dan menggenggam lembut.

"Apapun itu, anda pasti bisa menghadapinya. Dan yakinlah, saat satu masalah selesai, anda akan merasa jauh lebih nyaman daripada anda menghindarinya. Anda pasti bisa, Chris."

Chris tersenyum melihat gesture lembut yang diberikan Minho. Dia mengangguk pelan dan tersenyum.

"I will do my best. Terima kasih atas sarannya.
Maaf aku tiba-tiba melantur dan curhat sama kamu."

"Terkadang yang kita butuhkan hanya teman bicara, orang yang akan mendengarkan kita. Tanpa solusi pun tidak apa, selama dia mendengarkan kita. Mencurahkan isi hati juga bisa membantu untuk healing."
Minho masih menggenggam tangan Chris sebelum akhirnya melepaskan tautan mereka.

"Kamu orang baik, Minho."
"Anda juga, Chris."

Mereka terdiam beberapa waktu. Chris menikmati kehadiran Minho di hadapannya. Entah kenapa hal itu membuat Chris merasa lebih tenang.

"Saatnya mengantarkan anda ke Gate." Minho menginfokan, mengakhiri kebersamaan mereka.

Christopher mengangguk dan berdiri. Dia tidak membawa apapun selain tas jinjingnya yang berisi laptop kesayangan. Sama seperti saat ia pertama kali ke negara ini.

Mereka mulai berjalan ke arah mobil golf yang sudah disediakan untuk penumpang prioritas seperti Chris.
Minho duduk di kursi pengemudi dan Chris memilih untuk duduk di sampingnya.

Chris mengamati wajah orang yang duduk di sampingnya yang masih terus tersenyum sambil mengemudi.

Mereka sampai di gate keberangkatan Chris.
"Selamat menikmati liburan anda, Chris. Sampai jumpa lagi." Minho yang sudah turun dari kendaraannya melambaikan tangan ke arah Chris yang masih didepannya.
Chris tidak bergerak. Dia malah menghampiri Minho.
"Apakah kalian menyediakan jasa penjemputan juga?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu aku akan menghubungi kamu saat akan pulang."
Chris menyodorkan handphonenya ke Minho, yang disambut oleh Minho.
"Anda bisa menghubungi saya setidaknya satu hari sebelum, agar saya bisa mengatur jadwal kerja."
"Okay I will, dan aku berharap kamu lagi yang akan menjemput ku."
"Sampai jumpa minggu depan, Chris." Minho melambaikan tangannya dan dibalas oleh Chris, sampai ia menghilang masuk ke dalam gate.

Banginho storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang