Chan dengan beanie hitam dan hoodie hitam berdiam di dalam mobilnya yang diparkir tepat di depan gerbang kos putra Matahari.
Matanya terus mengawasi pergerakan yang terpantul di kaca kamar lantai 2.
Kamar Lee Minho, teman sekelasnya yang sudah dua minggu ini menghindarinya tanpa alasan jelas.
Lee Minho sudah menjadi teman Chan sejak mereka bertemu di Ospek dan mereka sering pergi bersama dan berkumpul bersama beberapa teman, tetapi akhir-akhir ini Minho selalu menolak setiap Chan ajak pergi main.
Chan akhirnya memutuskan untuk menekan dial di handphonenya.
Nada sambung tapi tidak kunjung diangkat, padahal Chan bisa melihat Minho dengan jelas sedang memegang handphonenya.To : Minho
Ayo turun. Gue udah dibawah dari tadi.setelah mengirim pesan itu, Chan melihat wajah Minho menatap mobilnya dan menutup jendela.
Lima menit kemudian seorang Lee Minho dengan kaosnputih kemeja kotak-kotak dan celana jeans menghampiri mobil lalu masuk dan duduk di kuris samping Chan.
"Tumben." tanya Minho.
"Lo yang tumben. Telpon gue ga diangkat." keluh Chan.
"Lagi males aja." jawab Minho santai.
Dengan kesal Chan menyalakan mobilnya dan berkendara menjauhi kos Minho."Mau kemana kita?" tanya Minho.
"Lo mau kemana? Gue anterin." jawab Chan.
"Tau gitu ga usah turun. Gue lagi mau di kamar aja." jawab Minho sambil menatap jendela.Chan akhirnya menepi di danau dekat kos Minho.
"Lo marah sama gue No?" tanya Chan saat tidak ada pergerakan dari Minho.
"Hmm? Kenapa gue harus marah?" tanya Minho.
"Ya ga tau. Lo kenapa? Udah dua minggu ngilang duluan. Jarang bales WA gue. Cuek banget."
Minho tertawa kecil.
"Oh gitu? Ga ngerasa sih gue." jawab Minho.
"No...gue serius."Akhirnya Minho memutar arahnya menghadap Chan.
"Lo serius ga tau kenapa?"
Chan menggeleng."Oke. Gue cuma bakal bahas ini sekali. Lo sadar ga akhir-akhir ini lo duluan yang mulai nyuekin gue?"
Mata Chan terbuka lebar.
"Gue?"Minho mengangguk.
"Iya. Lo duluan yang bikin gue begini. Sejak Felix dateng."Chan semakin kaget dengan jawaban Minho.
"Maksudnya?""Gue ga pernah minta di anter jemput sama lo, tapi lo selalu melakukan itu sampe akhirnya gue terbiasa. Gue jadi terbiasa dengan rutinitas gue yang selalu ada lo nya. Mau itu kuliah, main atau apapun. Tiba-tiba lo ngilang gitu aja dari keseharian gue tanpa kabar. Baru muncul setelah dua atau tiga hari sambil cerita kalo temen masa kecil lo akhirnya nyusul lo kesini.
Awalnya gue paham. Kalian butuh waktu kangen-kangenan. Lagipula ga ada juga kewajiban lo buat nemenin gue terus.
Tapi ternyata hal itu berlanjut. Bahkan sampe kita kumpul-kumpul kaya biasa pun lo ga lepas dari Felix. Dan gue pikir oh mungkin memang posisi gue sudah tergantikan. Ya udah sejak saat itu gue ga lagi mau ngerepotin lo karena lo udah sibuk sama Felix."
Jelas Minho panjang sambil tersenyum. Chan mengerutkan alisnya.
"Tapi kenapa lo nyuekin gue? ketemu di kampus. Di tongkrongan. Kenapa lo dingin banget?"
"Gue masih nyapa lo, tapi ya gitu aja. Gue ga mau ganggu kesibukan lo sama Felix."
"Nggak gitu sih No harusnya. Lo masih bisa ngobrol sama gue kaya biasa."
"Ya maaf Chan. Nanti mungkin gue bisa, tapi untuk saat ini masih agak susah buat gue. Lo harus nunggu beberapa saat."
"Kenapa?"
"Karena gue ga bisa biasa aja ngadepin lo sekarang ini. Gue butuh waktu buat ngilangin perasaan gue sama lo. Butuh waktu buat bersikap netral tiap kali liat lo sama Felix."
Chan berkedip. Mencerna apa yang baru saja Minho katakan.
Lalu matanya membulat saat dia berhasil memahaminya."Astaga. Minho ini ga kaya gitu. Ini ga kaya yang lo pikirin." jawab Chan dengan panik.
"Emang gue mikir apa?" tanya Minho bingung.
"Gue sama Felix ga ada hubungan apa-apa selain sahabatan. Serius. Lo bisa tanya sama anaknya langsung."
Chan menghela nafas panjang.
"Gue bersalah banget sampe bikin lo berpikir begitu. Sumpah No, gue sama Felix cuma sahabatan aja. Ga kebayang gue pacaran sama dia. atau sama yang lain. Cuma satu orang yang selama ini gue bayangin." jawab Chan sambil menatap Minho cemas.
"Siapa?" tanya Minho penasaran.
"Ya lo, Lee Minho. Siapa lagi?"
Kali ini giliran Minho yang matanya membulat.
"Gue?" tanya Minho sambil menunjuk dirinya sendiri.
Chan mengangguk.
"Gue ngaku salah, pas Felix dateng iya gue terlalu excited sampe mengabaikan lo. Tapi abis itu gue udah kembali ke rutinitas gue. Bedanya sekarang ada tambahan Felix yang harus gue jaga. Apalagi dari si Changbin yang terang-terangan ngincer dia. Felix itu udah kaya adek gue makanya ga bakal gue lepasin gitu aja. Maaf ya ternyata sikap gue bikin lo mikir yang nggak-nggak.
Ga oke banget sih lo harus tau dengan cara begini, tapi gue ga mau salah langkah lagi.
Lee Minho, gue cuma suka sama lo, ga ada orang lain lagi buat gue. Sejak awal gue ketemu sama lo.
Jadi please stop nyuekin gue. Gue ga sanggup No, lo diemin gini. Tersiksa banget gue."
Minho menatap Chan dan akhirnya tertawa kecil.
"Ga romantis banget sumpah. Tapi ya bolehlah dikasih nilai 90 buat effortnya." jawab Minho.
Chan menghela nafas panjang.
"Orang lagi serius malah digituin."Minho tersenyum lebar lalu meraih tangan Chan.
"Maafin gue ya, tiba-tiba menjauh. Harusnya emang gue omongin sama lo, tapi gue pengecut. Gue ga berani menghadapi lo. Lebih tepatnya gue ga sanggup kalo ditolak sama lo. Makanya gue pikir lebih baik gue menghilang dari hidup lo karena gue ga mau jadi pengganggu hubungan orang."
Chan menjitak kepala Minho.
"Dasar. Lain kali ga boleh main ngilang gitu aja. Ngambek atau marah atau apapun lo harus ngomong sama gue. Kalo lo nggak ngomong mana gue tau.""Iya iya maaf." jawab Minho sambil terkekeh.
Mereka saling tatap sambil tersenyum.
Bukan cara yang ideal untuk mengungkapkan perasaan, tapi rasa lega yang menyelimuti mereka berdua membuat keduanya lebih tenang."Jadi, sekarang mau kemana sayang?" tanya Chan sambil menyalakan mobilnya kembali.
"Sayang? Geli ih." jawab Minho sambil membuat ekspresi jijik.
"McD? KFC?"
"McD aja."
"Oke sayang."
"Chan plis geli!" keluh Minho.
"Harus terima. Mulai sekarang kamu bakal aku panggil sayang. Biar semua orang tau Lee Minho itu punya Bang Chan." jawab Chan sambil menyeringai.
"Astaga..." Minho hanya bisa pasrah menatap kekasih barunya yang sedang menyetir.
-end-