24 || ARRÊTEZ

1K 172 15
                                    

Banyak sajak-sajak kecil tentangmu yang sejatinya merambat di dalam setiap nadiku, tapi aku hanya hitam yang tidak akan pernah terlihat, meskipun dengan jerih aku menunjukkannya.

Now Playing: Salah Rasa - Ziy

•••

(Ekspresi author ketika lupa tugas tenyata udah deadline)

~~~

Gumpalan-gumpalan kecil awan hitam mulai menghiasi langit siang ini, cahaya matahari tidak tampak meski hanya redupan terakhir. Ranting pepohonan sudah mulai meliuk-liukkan tubuhnya, beberapa dari sekian banyak dedaunan kering mulai berhamburan di terjang embusan angin.

Beberapa makhluk dengan santai mengerjakan tugas di atas meja masing-masing, sibuk menggerakkan jemari seiring irama yang tercipta dari setiap abjad.

Sebuah dobrakan pintu membuat atensi seluruh penghuni kelas terbagi. Dua orang pemuda memasuki ruang kelas dengan raut teramat bahagia. Lalu, tanpa berdosa melangkahkan kaki mendekati papan tulis, dengan semangat mulai membersihkan sisa tinta disana.

"Yeayy!!" soraknya disertai teriakan cukup keras.

Altea, gadis yang saat ini tengah menggores tinta bolpoinnya dengan keras melempar tepat dimana seorang pemuda berdiri. "Ngapain sih teriak-teriak?!"

Daren, ia mengelus belakang kepala tatkala Altea benar-benar melemparnya cukup keras. Lalu memungut bolpoin yang sudah tergeletak mengenaskan di samping sepatunya. Berjalan menuju bangku gadis itu, menyerahkan kembali bolpoinnya.

"Gak ada pelajaran, jadi harus seneng dong," ujar Daren.

"Heh, mana mungkin Bu Pipin barin kita gak ada kelas?" Kini giliran Vera yang berbicara, teman satu bangku Altea.

"Tuh, hujan hampir gede." Daren menunjuk jendela, tepat dimana kacanya sudah basah.

"Ya terus apa hubungannya?" Vera kembali berujar.

"Mana mungkin Bu Pipin mau ngajar hujan gini. Yang ada, perjalanan ke kelas kena air dikit makeup-nya luntur." Sahut pemuda yang saat ini tengah duduk di bangku paling pojok. "Kuy dangdutan!" Teriaknya lagi, menginterupsi teman-teman lainnya, seraya tangannya sibuk mengeluarkan sound kecil dari dalam tasnya.

Letta yang sedari tadi sibuk menenggelamkan wajahnya dengan cepat mendongakkan kepala, pantas saja tubuhnya merasa tidak enak. Tanpa aba-aba ia mendorong kursinya kebelakang, berdiri, mencoba terlihat baik-baik saja.

"Kemana Ta?" Anna mencekal pergelangan tangan Letta.

"Bentar." Perlahan Letta melepas tangan Anna yang masih setia menahannya.

"Gue ikut,"

"Nggak."

Anna menghela nafas panjang, terpaksa membiarkan gadis itu pergi sendiri. Tadi pagi, Regar meminta tolong Anna untuk mengawasi Letta, pasalnya semalam gadis itu pingsan lalu demam tinggi akibat alergi es krim stroberi.

SCORPIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang