Part 4

2.3K 311 4
                                    

Beri jejak jika bertemu TYPO

Happy reading ^^

.
.
.
.
.

"Pinjamkan bahumu. Meski kau tak bisa menenangkanku," Haruno Sakura.

Sakura mematung. Melihat monitor dari balik jendela ruangan sang ibu di rawat kini menunjukkan garis yang berjalan secara horizontal. Tulangnya seakan lenyap dari tubuhnya. Sendi-sendinya seakan tak berfungsi. Tadi kali terakhir, bukan? Ketika dia bercengkrama dengan sang ibu. Ah! Lebih tepatnya dia sendiri yang berbicara.

Membicarakan sesuatu yang Sakura bahkan tak tahu apakah dia bisa melakukannya. Menjadi seorang dokter tidak mudah. Butuh biaya yang mahal untuk perkuliahannya. Dia bohong pada dirinya bahwa dia mampu. Dia juga berbohong pada Sasuke soal dirinya yang akan mencoba mendaftar kuliah di lain tempat di luar Tokyo.

"Sakura?"

Suara seseorang membuat gadis itu tersadar. Namun entah mengapa, Berat rasanya ia memalingkan wajah dari ruangan sang ibu. Lalu detik itulah, Sakura sadar bahwa dia sudah tak berada di dalam lagi. Sekonyong-konyong kepalanya merasa pening. Pandangannya kian kabur, hingga akhirnya dia merasa tubuhnya limbung, kemudian, semuanya gelap.

* * *

Sasuke masih di sana. Dua jam sudah ia lewati. Menatap sesosok gadis bersurai merah muda itu. Dirinya merasa was-was. Berharap teman masa kecilnya itu baik-baik saja setelah ini.

Ah! Dia ingat. Gadis ini mengatakan keadaan keluarganya tidak sedang baik-baik saja. Pemuda itu tahu, bagaimana perasaan diri ketika berada dalam posisi ini. Lima belas menit yang lalu, sang kakak mengabarinya bahwa pemakaman ibu Sakura akan dilakukan besok pagi.

Ya. Haruno Mebuki. Meninggal dunia pada hari ini. Dan Sakura, gadis itu belum siuman dari pingsannya semenjak dua jam lebih. Sasuke berpikir, apa yang terjadi pada keluarga Haruno ini. Keluarga yang ia tahu dalam keadaan baik-baik saja selama ini.

"Engh ...,"

Sasuke menoleh, setelah mendengar gumaman kecil itu lolos dari gadis mungil ini. Pemuda itu menatap gadis yang terbaring lemah dengan tatapan datarnya. Ah, ingatkan! Tatapan Sasuke memang selalu seperti itu.

"Kaa-san?"

Sasuke diam. Dia merasa ngilu ketika Sakura memanggil ibunya. Dia masih ingat betul ketika ditinggal sang kakek yang begitu ia sayangi. Sasuke masih mampu merasakan bagaimana sakitnya kehilangan orang yang ia sayang ketika ia menginjak bangku menengah pertama. Berbeda dengan dirinya, Sakura lebih lemah terhadap hal seperti ini. Sasuke sadar, dia jauh lebih pandai menyembunyikan perasaan sedihnya kala itu.

"Sasuke ... kun?" gumam sakura, yang membuat pemuda bermanik hitam nan tajam itu menoleh.

"Hn," jargonnya menjawab.

Sakura diam sesaat. Sedetik, dua detik, tiga detik. Ia mendudukkan dirinya. Sorot matanya perlahan mulai redup. Seperti enggan untuk menampakkan sinarnya seperti biasa.

"Aa. Souka ..., aku sendiri," lirih Sakura. Pelan sekali. Namun, pendengaran tajam Sasuke masih mampu mendengarnya.

"Jaga ucapanmu!" peringat Sasuke.

"Apa?! Kau ingin aku membantah kenyataan itu?! Ayah pasti akan memilih meninggalkanku dengan alasan aku sudah besar, sudah mampu menghidupi diriku sendiri!" bantah Sakura.

U N M E I [SasuSaku] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang