Chapter 14

252 39 9
                                    

"Every time I see you, when I see your eyes,

my heart keeps fluttering."

Every time - Chen, ft Punch

---

Matahari lebih terik dari biasanya, begitu menyengat dan angin yang berembus pun panas. Paling cocok ditemani semangkuk naengmyeon, mi kuah pedas Korea yang disajikan dingin. Jaehyun sempat menawarkan kepada Nana resto yang menyajikan aglio e olio sebagai menu jagoannya. Tapi, Nana justru memilih rumah makan biasa yang kebanyakan menunya menyajikan mi.

Karena pilihan sudah ditentukan, mereka menghabiskan waktu makan siang dengan semangkuk naengmyeon, dan secangkir teh dingin. Sesekali pertanyaan bersifat di luar konteks hubungan kerja dilontarkan dari keduanya. Walau sebetulnya Nana didominasi perasaan canggung di awal, tapi semakin lama pembicaraannya dengan Jaehyun mampu membuatnya lupa kalau kemarin ia menangis karena laki-laki di hadapannya sekarang.

Memang betul kata orang, bahwa yang menyembuhkan luka itu dia si pemberi luka. Upaya Jaehyun untuk meminta maaf sekaligus menghibur sudah berhasil. Kini sikap Nana sudah ramah kembali.

"Jadi, kau sudah berapa lama di Jepang, Nana-si?"

"Sekitar tiga tahun aku di sana. Aku kembali ke Korea setelah menyelesaikan sekolah menengah pertama di Kadoma." Nana mengaduk mi dengan sumpit, kemudian menyuapkannya ke mulut.

Jaehyun hanya mengangguk. "Ah, apakah saat pertama kali pindah, kau mengalami kesulitan dalam hal berkomunikasi?"

Nana menggeleng. Ujung jemarinya menyapu sudut bibirnya yang terkena kuah mi. "Tidak juga. Aku sering memakai bahasa Korea jika bicara dengan ibuku, dan kakekku." Nana menatap Jaehyun yang kini sedang menyantap naengmyeon dengan lahap. "Menurut Wakil Direktur, apakah naengmyeon ini enak?" tanya Nana.

Tak lama kemudian Jaehyun menjawabnya dengan anggukan. "Dulu aku sering makan di sini bersama teman kuliah." Jaehyun tersenyum tipis, ketika sekelebat pecahan memori lama terputar. "Oh iya, direktur Kim Doyoung, dan Johnny dari staff recruitment adalah temanku sejak SMA, kuliah, hingga kini," ucap Jaehyun lalu melanjutkan makannya.

Nana terkejut sekaligus terkesan. "Wah, hebat!"

Pantas saja mereka sering terlihat bersama dan sangat dekat, batin Nana

Jaehyun menatap Nana sekilas, lalu menatap mangkuk makanannya lagi. Sudut bibirnya tersungging. "Hebat apanya?" Jaehyun menggeleng kepala. Ia tak habis pikir bagaimana hal itu disebut hebat, padahal melihat Doyoung dan Johnny hampir setiap hari sangatlah membosankan.

"Mungkin bagimu biasa saja, tapi bagiku itu menakjubkan. Kau punya teman yang begitu setia, bayangkan dari sekolah menengah atas hingga bekerja begini," ucap Nana bersemangat. "Bukankah sangat menarik dan menyenangkan? Aku bahkan sangat iri, karena aku tidak punya teman dekat satu pun di Korea."

Nana mengingat dulu kepindahannya ke Korea merupakan hal yang sangat berat, meninggalkan sahabat kecilnya di Jepang dan harus beradaptasi di lingkungan baru. Masa sekolah menengah atas sampai kuliah sangatlah membosankan, circle pertemanan yang kian menyempit, dan intensitas kedekatan dengan teman-temannya juga semakin memudar. Namun, Nana tidak pernah merasa kesepian. Memang teman dekatnya yang sefrekuensi tidak ada, tapi Nana cukup memiliki banyak teman untuk sekadar jalan-jalan, atau saling interaksi di sosial media.

"Nana-si, kau tahu, semakin bertambah umur dan dewasa. Lingkaran pertemanan kita akan semakin mengecil. Terkadang aku bosan jika terus bertemu dengan Johnny dan Doyoung, tapi aku tidak pernah bisa menjauh dari mereka. Karena apa? Ya, mereka seperti sudah sejiwa denganku. Mungkin kau belum menemukannya, Nana-si," ucap Jaehyun, lalu meneguk teh dinginnya hingga tandas.

Dulcenora - SekareareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang