41. JANGAN PERGI!

2.1K 164 10
                                    

Sebelum baca, di usahakan untuk Follow juga Vote yuk. Dan setelah membaca di usahakan juga buat komen, karena satu Vote satu followers serta satu komentar itu sangat berharga buat aku pribadi :)

Happy Reading Guys ... 💜

• • •

Anaya baru saja menyelesaikan suapan terakhir makanannya, hidangan Restoran ini memang menggugah selera makannya.

Keith diam sendari tadi memperhatikan, tampak piring sang Dokter masih tampak penuh dan terlihat seperti belum disentuh sama sekali. Sendari tadi cowok itu sibuk memperhatikan Anaya yang begitu lahap dalam makanannya.

Dengan sebelah tangan ditumpukan di atas dagunya seraya tersenyum-senyum manis menatap Anaya tanpa mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Kamu sama sekali gak berubah," ucap Dokter Keith tanpa sadar, seraya mengelap sudut bibir Anaya yang terdapat sisa makanan.

Cewek itu sedikit kaget kemudian tertegun ketika merasakan sudut bibirnya sedikit berkedut mengikuti pergerakan usapan lembut dari Dokter Keith.

"Masih sama seperti Yaya yang dulu saya kenal."

Anaya hampir saja tersedak dengan cepat ia meneguk air dalam gelas di samping meja makannya kemudian menatap Keith yang tampak selalu tersenyum manis, cewek itu beralih pada piring di depannya lalu kembali menoleh pada Keith yang masih menatapnya lekat.

"Huh?" gumam cewek itu.

Keith sadar dengan ucapannya kemudian tertawa kikuk.

"Tidak ada,"

Anaya mengaguk kecil, "D-dokter gak makan?"

Keith yang sadar langsung melihat piringnya memang benar masih penuh dengan makanan, "Kamu mau?" tanyanya.

Seketika Anaya berbinar, ia melirik piringnya yang kosong kemudian menatap dengan tatapan lapar pada piring makanan Keith masih terdapat makanan yang belum di makan sekali.

"Ini," Keith menyodorkan piring nya pada Anaya, dengan cepat cewek itu langsung mencicipi hidangan tersebut dengan lahap. Hal itu membuat Keith tertawa gemas seraya mengacak-acak rambut Anaya lembut.

"Gimana pendapat kamu tentang Restoran baru saya?"

Pertanyaan itu membuat Anaya menoleh, kemudian sedikit berpikir.

"Bagus,"

Keith tertawa, "Hanya itu?"

Anaya yang sedang meneguk Jus Jambu kesukaannya langsung ikut menatap Keith masih tertawa kecil, membuatnya tersenyum kikuk.

"Aku gak bisa nilai sesuatu, tapi menurut pendapatku Restoran ini sangat--"

Keith memajukan wajahnya saat penasaran dengan ucapan cewek itu yang seketika menggantung.

"Sangat?"

Anaya menyengitkan kedua alisnya, ketika Keith begitu serius memperhatikannya.

"Sangat ... Bagus."

Keith membulatkan kedua matanya, lalu tergelak keras membuat Anaya terkejut saat beberapa pengunjung menatap kearah mereka secara insten bersamaan.

"Yaya ... Yaya," ucap Keith dengan tawanya masih tersisa, sementara Anaya hanya tertawa tak jelas.

"Bagaimana saya akan bisa melupakan kamu, hal inilah yang selalu saya rindukan dari kamu."

Anaya tercenung sebentar, ketika Keith menyentuh ujung batang hidungnya secepat kilat. Cowok itu tampak masih tertawa kecil dengan menyeruput Jus miliknya.

"Ma-maksud saya kamu--" cowok itu menggantungkan ucapannya.

"Masih seperti Yaya yang sangat konyol dan menggemaskan," lanjut Keith.

Tatapan Anaya menyedu seketika, ucapan Keith membuatnya mengingat kembali pada masa dimana ia dan sosok Dokter tampan yang di hadapannya kini dulu nya memiliki hubungan yang sangat spesial yaitu dengan menjadi sepasang Kekasih.

Keith Aditya Wiguna adalah Mantan kekasih Anaya yang satu tahun lalu resmi mengakhiri hubungannya karena suatu alasan, Keith yang akan meneruskan Kuliahnya di Universitas Internasional di Swiss dengan secara sepihak mengakhiri hubungannya saat itu Anaya masih kelas sepuluh SMA. Dan walaupun Anaya tahu kalau hubungan mereka memang harus berakhir karena ia tak ingin jika Keith akan merasa terbebani olehnya karena sebuah hubungan, dan masa-masa kelam dalam mengenal Cinta lah yang membuat Anaya tertekan dan terpuruk setelah hubungannya kandas dengan cowok itu yang sekarang kini tampak sudah berjaya dengan gelarnya sebagai seorang Sarjana dalam Fakultas Kedokteran.

"Bagaimana pun juga saya pernah Sayang sama kamu," ucap Keith tampak santai dengan memakan sepotong kue, Anaya yang tampak memandang nanar kemudian tersenyum ketir.

"Kenapa?" lirih Anaya pelan.

"Baru berani bertemu lagi selama satu tahun menghilang tanpa kabar, eh?"

Sontak pertanyaan itu langsung membuat Keith terhenti dari aktivitas makannya, lalu menatap Anaya yang tampak berkaca-kaca.

"Yaya?"

"Selamat, Sekarang udah sukses kan jadi Dokter? impian kamu sudah tercapai Dokter Keith Aditya Wiguna."

Keith terkejut mendengarnya, pandangan mereka beradu satu sama lain. Anaya menatap cowok itu dengan tatapan yang penuh dengan pilu serta kekecewaan, sementara Keith tampak merasa bersalah dengan susah payah mencairkan suasana yang secara tiba-tiba menjadi sangat serius.

"Kenapa?" tanya Anaya parau.

"Yaya,"

"Saya kembali untuk kamu."

Anaya berdecih, memalingkan wajahnya. Ia tersenyum miring ketika hatinya seketika melega, jadi mungkin inilah hal yang sendari tadi membuatnya sangat gelisah. Mengatakan semua uneg-uneg nya pada Keith.

"Untuk apa kembali Dokter?"

Keith menaruh garpunya lalu menarik ujung lengan kemejanya menjadi naik lalu menatap Anaya dalam.

"Saya kembali karena--"

"Kamu membutuhkan saya."

Anaya menggeleng kecil, dengan cepat ia menyeka sudut matanya kasar saat cairan bening berhasil lolos dari pertahannya.

"Setelah satu tahun pergi tanpa pamit?"

"Yaya,"

"Jelas itu membuat saya terluka, Dokter Keith Aditya Wiguna."

Dengan perlahan dan beriringan butiran bening itu seketika meluruh, Keith tercenung melihatnya. Secara cekatan cowok itu merogoh saku celananya dan menyerahkan sebuah sapu tangan pada Anaya yang masih diam menatapnya lekat.

"Saya kembali ... Untuk kamu, kedatangan saya mungkin terasa tiba-tiba tapi--"

Anaya yang sudah sesenggukan tampak sedikit hati kecil Keith terenyuh, bagaimana bisa ia kembali dengan membawa luka baru untuk orang yang dulu pernah singgah di hatinya.

"Tapi atas kembalinya saya kesini hanya untuk kamu Ya." lanjutnya.

"Seharusnya anda tidak usah lagi kembali, Keith." balas Anaya parau, Keith yang tampak mengusap wajahnya gusar kembali menatap lekat manik mata cewek itu dalam.

"Kedatangan saya mungkin menjadi luka baru untuk kamu, tapi percayalah saya kembali untuk kamu--"

"Untuk kesembuhan penyakit kamu Yaya, percayalah."

"Saya akan membantu penyembuhan penyakit kamu."

Berpalingnya wajah Anaya kearah lain membuat Keith yakin cewek itu benar-benar terluka saat ini.

"Tapi kenapa harus anda, Dokter Keith Aditya Wiguna."

"Yaya--"

"Tinggalkan saya sendiri dulu, Dokter."

Satu tangan yang hendak terulur mengusap halus harus tertahan dan kembali pada pertahannya, Keith menghela nafas saat permintaan Anaya padanya dengan helaan nafas pasrah cowok itu bangkit.

"Yaya,"

"Maaf ... Jika rencana makan siang kita jadi berantakan," gumam Keith.

"Saya akan kembali lagi, jika kamu merasa sudah lebih baik." kata cowok itu sebelum melangkah dan kemudian bangkit dari kursinya melangkah entah kemana meninggalkan Anaya yang tampak terlihat rapuh.

"Juna, hiks."

Anaya yang masih diam langsung menutup seluruh wajahnya dengan kedua tangannya, cewek itu menangis tersedu-sedu seorang diri di tempatnya.

. . .

Tak ....

"Gue yang dapat Taksi ini duluan," ujar seorang cewek berpenampilan Tomboi menghalau pergerakan Arjuna tampak tak ingin kalah sama sekali, dengan sangat keras menepis tangan cowok itu yang hendak membuka pintu Taksi.

Saat ini cowok itu baru saja tiba di Bandara Soekarno Hatta kawasan Jakarta, Arjuna harus berusaha menahan dirinya ketika ia harus berurusan dengan Mahluk aneh yang entah datang dari mana asalnya. Membuat kehadiran cewek tomboi itu saat dalam perjalanan dari New York menuju Indonesia memang bagi Arjuna menjadi sebuah kesialan terfatal dalam perjalanannya kali ini.

"Mimpi apa gue semalam, sampai harus ketemu lagi sama cewek sialan ini?"

Arjuna menatap tajam cewek itu yang hendak naik kedalam Taksi sewaannya, dengan gerakan cepat Arjuna menepis sebelah tangan cewek itu yang hendak membuka pintu Taksi pesanannya.

"Pergi sana lo!"

Dengan cepat Arjuna langsung mencegah sebelah tangan cewek itu yang sudah hampir menjangkau gagang pintu Taksi, kedua matanya menajam menatap retina hitam pekat di hadapannya. Mulut Arjuna tampak sudah tak tahan siap meluncurkan kata-kata pedasnya yang tampak tertahan sejak tadi.

"Gue diam dari tadi bukan karena gue gak bisa lawan, gue tau dimana batasan gue sekarang." tekan Arjuna, dengan menekan pergelangan tangan cewek itu yang tampak meringis kesakitan.

"Apaan sih lo? Lepasin tangan gue!"

"Gak sopan banget sih lo jadi cowok!"

Arjuna menatap tajam seolah minta melawan, namun dengan cepat ia menepis tangan cewek itu saat melirik beberapa orang menatap mereka.

"Minggir!" usir Arjuna santai.

"Ini Taksi gue! Enak banget lo."

Dengan nafas yang perlahan mulai tak teratur Arjuna berusaha kembali untuk sabar.

Cewek itu tampak kepayahan memasukkan beberapa tas serta kopernya kedalam Taksi, hal tersebut hanya membuat Arjuna malas menatapnya.

"Apa lo liat-liat?"

Arjuna mendelik sinis, "Bukannya dibantu in, malah pelangas-pelongos gak jelas lo!" sarkas cewek itu.

"Dasar aneh," tekan Arjuna, dengan santai cowok itu langsung meninggalkannya yang terpaku.

"Woi ... Lo tuh yang aneh! Dasar cowok gila!"

Teriakan itu berhasil mengundang beberapa pasang mata, sontak membuat Arjuna yang baru saja melangkah kembali terhenti dan menoleh ke belakang. Ia tatapi dengan tajam cewek di hadapannya kini, kedua matanya beradu satu sama lain saat ia kini sudah bertatapan dalam dengan cewek itu.

"Bilang apa lo barusan?" tanya Arjuna menekan.

Tanpa ada rasa takut-takut lawan didepannya malah tersenyum kecut, "Cowok gila!"

Arjuna menyergai tajam, "Gue ingat in lo sekali lagi, lo itu cewek."

"Jaga batasan lo sebagai layaknya cewek-cewek lain, jangan sampai gue harus hilang kesabaran dan lost control karena ulah lo sendiri."

Tampak sorot cewek itu merasa tertantang, bibirnya menyergai dengan beraninya ia melipat kedua tangannya di depan dada menatap lurus Arjuna tanpa ada rasa takut sedikit pun.

"Kalau gue cewek emangnya kenapa?"

Arjuna menatap datar, "Lo takut buat lawan gue?" lanjut cewek itu.

"Eh ... Gue ingat in juga sama lo, jangan sok deh jadi cowok."

Deru nafas Arjuna tampak tertahan, puncak amarahnya mulai menjalar siap membuncah. Ia dekatkan wajahnya perlahan pada cewek yang seketika menegang begitu saja, cowok itu menyergai nyatanya lawan bicara di hadapannya saat ini merasa risi dengan caranya sekarang.

"Mundur gak lo, kalau gak gue tendang masa depan yang di bawah lo!"

Arjuna tampak tak menggubris, ia majukan langkahnya membuat cewek itu seketika dengan refleks memundurkan langkahnya. Tatapan mereka beradu dalam, susah payah  tampak cewek itu menelan si lavanya sendiri saat melihat sergaian Arjuna membuatnya meremang kedua matanya berkedut beberapa kali jujur, ia seperti tak menyukai situasi saat ini.

"L-lo pi-pikir, gu-gue ta-ta-takut sama lo?" tanya cewek itu terbata-bata, Arjuna tak bergeming masih memajukan langkahnya.

"Lo lagi berusaha main-main sama gue," ucap Arjuna, membuatnya kembali tersadar dengan ucapannya barusan.

"Lo gak takut kan? Gue mau tunjukin sesuatu sama lo, cewek gila!"

Kedua retina mata hitam pekat di hadapannya kini tampak meremai, ada ketakutan terbelesit di dalam sana hal itu membuatnya menyergai lagi. Langkahnya masih berjalan lurus hingga langkah keduanya harus terhenti saat punggung cewek itu sudah tertahan oleh Taksi.

"Gu-gue gak ta-takut sa-sama sekali,"

"Lo pikir lo itu siapa? Kalau berani macam-macam gue laporin lo ke Dinas Perlindungan Wanita!"

Arjuna mengaguk sekali, dengan perlahan cowok itu menempelkan kedua tangannya di kedua sisi pintu serta kaca jendela Taksi bermaksud untuk mengunci jarak serta pandangannya dari cewek itu yang tampak bergetar menahan sesuatu.

"Lo coba main-main sama gue, dengan senang hati gue ladenin." sergai Arjuna ngeri.

Deru nafas cowok itu menerpa seluruh wajah cantik yang tampak ketakutan, wajah Arjuna tampak mendekat perlahan dan siap meluncur cewek itu yang tahu akan perlakuan Arjuna langsung menutup kedua matanya.

Satu detik ....

Dua detik ...

Tiga detik ....

Empat detik ....

Lima detik ....

Tak ada lagi deru nafas yang ia rasakan, dengan cepat ia membuka kedua matanya dan menatap kaget saat Arjuna tampak menyergai dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

Cewek itu tampak mengumpat beberapa kali, hal tersebut membuat Arjuna menyergai penuh dengan kemenangan.

"Lo kenapa?" tanya Arjuna seolah meledek.

"Berharap dapat kesempatan?" sergai cowok itu lagi.

"Jangan mimpi."

"Ada hati yang harus gue jaga." ucap Arjuna santai.

Dengan santai Arjuna menarik sebelah tangan cewek itu yang memekik kaget saat melihat Arjuna malah menghempaskan tangannya secara kasar.

"Kasar banget lo jadi cowok!"

Arjuna menoleh dengan tatapan elangnya, "Kalau lo gak mau di kasar in--"

Tampak cewek itu menatap sinis saat Arjuna belum menyelesaikan ucapannya, "Minggir!" tekan cowok itu yang membuat lawan bicaranya melongos tak percaya.

"Dasar cowok gila!"

"Aneh!"

"Udah aneh, kasar pula."

"Mati aja lo sekalian!" maki cewek itu, yang menatap Arjuna sudah naik kedalam Taksi dan seketika Taksi itu sudah melaju meninggalkan Bandara dan dirinya masih saja bergerutu memaki.

"KALAU GUE KETEMU SAMA LO LAGI, JANGAN PANGGIL GUE LETTA KIRANA!"

"KARNA APA? GUE BAKAL BALAS SEMUA PERBUATAN LO COWOK ANEH!!!"

tanpa rasa malu sedikit pun cewek tomboi yang bernama Leta itu beberapa kali mengumpat dan mengundang banyak pasang mata kearahnya.

"Apaan sih liat-liat? Ya ya ya ... Gue tau, gue tuh cantik."

Ketika beberapa orang mendengarnya secara langsung dan terang-terangan banyak yang tampak bergidik geli, Leta langsung tertawa dan menyeret kopernya dengan santai mendekati Taksi yang baru saja terhenti di samping bahu jalan Bandara.

. . .

Ting ... Tong ...

Ting ... Tong ...

Suara bel terdengar ditekan dua kali, dan agak sedikit menyaringkan.

Sesosok remaja cowok yang baru saja menginjakkan kedua kakinya keatas teras salah satu rumah besar yang agak tampak sepi, Arjuna selalu melebarkan senyumnya saat menatap satu buket bunga mawar putih di tangannya tatapannya lembut ketika membayangkan sosok yang telah amat ia rindui akan berteriak bahagia karena kedatangannya yang mendadak dan secara tiba-tiba.

Cowok itu langsung pergi ke rumah Anaya setelah pulang dari New York tanpa pulang terlebih dahulu, entah kenapa ia sudah tak tahan ingin bertemu kekasihnya sampai ia harus melupakan keluarganya dirumah sana. Arjuna tampak tak sabar saat melihat wajah bahagia Anaya nanti, dua kali ia menekan bel rumah besar itu namun tak ada respons sama sekali. Sepi dan senyap, ketiga kalinya bel kembali berbunyi membuat Arjuna dengan buru-buru menyembunyikan buket bunga mawar putih kesukaan Anaya ke belakang punggungnya saat mendengar knop pintu perlahan dibuka dari dalam.

"Kak Juna?"

Pandangan Arjuna yang awalnya tampak berbinar seketika menghilang saat melihat Alisha menatapnya heran, cowok itu kembali tersenyum kecil.

"Hai," sapa cowok itu.

"Kak Juna udah pulang dari New York?" tanya Alisha kaget, Arjuna mengaguk kecil.

"Kapan pulangnya?"

"Sekitar satu jam lalu,"

Alisha tampak sangat senang saat Arjuna berada di hadapannya, gadis belia itu tampak mengamati Arjuna dengan telaten.

"Kakak--"

"Anaya?"

Alisha menautkan sebelah alisnya, "Kak Aya gak tau kalau Kak Juna pulang?" tanya Alisha seraya menaruh baki berisi secangkir teh untuk Arjuna.

Keduanya sudah duduk dikursi meja teras depan, Arjuna sengaja tak masuk kedalam rumah padahal Alisha sudah memaksanya untuk masuk akan tetapi cowok itu menolak karena tak merasa enak. Bukannya apa-apa Alisha mengatakan kalau Bunda dan Papah nya baru saja pergi ke rumah temannya untuk sebuah urusan, dengan menuruti perintah Arjuna yang menolak untuk kedalam Alisha hanya bisa pasrah.

"Gue ... Mau bikin kejutan, ini hari jadi kita yang ketiga bulan,"

"Maka dari itu kenapa gue pulang secara mendadak, karena gue mau buat kejutan buat Kakak lo sampai gue mati-matian minta izin buat pulang secepat ini, padahal deadline diperpanjang sampai tiga hari lagi." jelas Arjuna panjang lebar, lalu diakhiri dengan tawaan konyol.

Alisha membulatkan kedua matanya secara spontan, saat melihat Arjuna begitu tampak bersemangat untuk bertemu kekasihnya nanti.

"Be-berarti Kak Juna gak tau kalau Kak Aya lagi keluar?"

"Maksud lo?" tanya Arjuna sedikit binggung.

"Dia keluar karena lagi Check Up kan?"

"Ini jadwal dia Check Up, tanggal 21 tepat tanggal jadian gue sama dia."

Alisha memalingkan wajahnya menatap kearah lain, langit sedikit mendung dan seketika butiran-butiran benda cair turun dari langit secara perlahan, sore ini cukup dingin membuat Alisha tak bisa mencerna otaknya sendiri dan kelimpungan harus berkata apa pada kekasih Kakaknya ini sekarang.

"Lisa?"

Gadis itu tersentak kemudian tersenyum paksa, "Kak kedalam dulu yuk, di sini hujan." ajak Alisha.

Arjuna tertawa, ia amati buket bunga serta boneka beruang besar cokelat yang tampak bersandar santai di Pilar rumah.

"Lo tau, boneka keparat itu?" tunjuk Arjuna pada boneka beruang besar itu yang langsung diikuti pandangan oleh Alisha.

"Gara-gara dia gue sama Kakak lo harus debat dan jadi bahan kelinci percobaan make-up dia,"

Alisha tersenyum haru, bagaimana ia bisa mengungkapkan sebenarnya pada Arjuna sekarang. Cowok itu tampak senang dengan caranya sendiri, yang membuat Alisha tak tega mengatakannya.

"Kakak lo ngamuk-ngamuk sama gue di Mal waktu liat boneka keparat itu, dia minta gue beliin boneka itu."

"Terus?" tanya Alisha parau.

"Gue gak kasih dia beli," balas Arjuna dengan tatapan masih lurus menatap boneka besar itu tampak tersenyum kearah keduanya.

"Lo bisa bayangin gak, gimana gue mau bawa besar itu sedangkan di mobil udah banyak banget barang belian Kakak lo."

Alisha tertawa hambar, ia tatapi wajah kekasih Kakaknya yang tampak begitu bahagia sedikit rasa sedih tak terpampang disana.

"Dan sekarang, boneka keparat itu jadi milik dia. Gue gak bisa bayangin gimana reaksinya waktu liat boneka yang dia mau ada dikamarnya nanti." lanjut Arjuna disambung dengan tawanya.

Gadis belia itu tampak berkaca-kaca lalu tertunduk, hingga bibirnya kelu ingin mengatakan ucapannya yang sendari tadi tertahan dan ingin segera cepat-cepat lolos begitu saja.

"Kak,"

Arjuna menoleh pada Alisha dengan kedua alis yang bertautan, "Apa?"

"Sebenernya, Kak Aya bukan lagi Check Up."

Cowok itu tampak binggung seketika, "Maksud lo?"

"K-Kak Aya, la-lagi di ajak jalan."

Pandangan Arjuna meluruh saat Alisha tertunduk dalam, "Sama siapa?"

"Dokter Keith."

"Do-dokter Keith itu, Mantannya Kak Aya."

Blarrr ....

Suara sambaran petir yang keras seketika memekakkan indra pendengaran, sosok cewek yang berada di dalam mobil menutup kedua telinganya rapat-rapat saat suara guntur begitu mengerikan untuknya.

Isak tangis terdengar seketika bersahut-sahutan dengan suara derasnya hujan berjatuhan diatap mobil yang kini telah melaju membelah jalanan ibu kota yang tampak sepi karena hujan petang ini.

"Yaya,"

Anaya memejamkan kedua matanya yang tampak basah oleh air mata ketakutan, ia sangat takut dengan suara guntur dengan derasnya hujan.

Keith yang sedang mencoba fokus pada jalanan harus menatap tak tega saat melihat Anaya di sampingnya menangis takut.

"Ya, kita berhenti dulu. Kita gak bisa terus maksa jalan karena hujan deras gini, kita berhenti sampai hujannya reda."

Anaya tak menggubris masih dalam kondisi sama, menutup rapat kedua telinganya serta kedua mata yang terpejam rapat seolah tak ingin lagi membukanya. Keith yang sudah tampak memberhentikan mobilnya di samping jalan langsung membuka Jas nya dan memakaikannya di kedua bahu Anaya yang bergetar hebat antara dingin dan takut.

Blaaaarrr ....

"AAAARGGGH ..."

"YA, YAYA KAMU TENANG JANGAN NANGIS!"

"AKU TAKUT! HIKS, TAKUT!"

"Yaya,"

Dengan cepat Keith langsung merengkuh tubuh Anaya erat, cewek itu mengeratkan kedua tangannya di dekapan Keith dan tampak masih menangis pecah.

Berusaha dengan susah payah Keith menenangkan Anaya yang masih menangis hebat, hujan lebat itu membuat banyak genangan air yang tampak mulai meninggi.

"Sssstt ... Jangan nangis, jangan takut. Saya ada untuk kamu,"

Lembut dan hangat terasa sedikit menenangkan dirinya, Anaya secara perlahan-lahan mulai terhenti dari tangisan pecahnya yang hanya menyisakan tangis kecil juga sesenggukan, Keith memperlakukannya dengan sangat lembut dan halus membuatnya harus sedikit lupa dengan masalahnya dan juga ketakutannya akibat guntur dan hujan lebat yang selama hidupnya akan selalu ia benci.

"Jangan takut, ada saya disini."

"Kamu aman,"

Keith memejamkan kedua matanya saat merasa lega ketika deru nafas cewek itu mulai teratur, hujan yang masih lebat tanpa guntur kini sudah mulai mengecil. Anaya masih memeluk erat Keith tanpa mau melepaskannya sama sekali, tak sadar sebuah kecupan hangat mendarat dipucuk kepalanya.

"Maafkan semua kesalahan saya,"

"Saya menyesal karena pernah meninggalkan kamu."

Anaya tak menggubris sama sekali, kedua matanya terpejam rapat tidak terbuka sedikit pun hingga Keith sedikit terkejut saat mendengar suara dengkuran halus dari cewek didekapkannya kemudian ia pun tersenyum kecil, Anaya tertidur dalam pelukannya.

"Sekarang saya berjanji akan tetap bersama kamu, kita akan mengulang semua cerita kita dengan lembaran baru,"

"Semoga saya dapat bisa kembali membuat kamu menerima saya lagi, Anaya Queensha Maheswari."

. . .

Kedua mata Alisha tak kuasa lagi menahan butiran air matanya, ketika terus menatap lekat sosok cowok masih diam di tempatnya siapa lagi kalau bukan Arjuna yang sudah tampak gelisah, berusaha menahan dinginnya malam dan hujan rintik yang membuat siapa pun akan bergidik kedinginan.

Alisha mengamati dengan lekat Arjuna dari ambang pintu dengan membawa selimut tebal juga baki air hangat untuk cowok itu yang masih saja nekat dan keras kepala karena demi menunggu kekasihnya pulang dari luar sana bersama seseorang yang Arjuna benci sendari dulu yakni Mantan Anaya.

"Kak, ke-kedalam dulu yuk. Kakak bisa mandi ganti baju dulu, kakak kedinginan disini," ajak Alisha yang ketiga belas kalinya, masih dengan jawaban sama penolakan yang sama Arjuna dim tak menjawab hanya menggeleng.

"Kak Juna bisa demam,"

Suara Alisha terdengar parau membuat cowok itu menoleh, Alisha terkejut ketika melihat wajah Arjuna memerah seperti demam akibat kedinginan setelan pakaian cowok itu pun tampak basah karena cipratan air hujan deras sore tadi yang baru saja berhenti tadi pada pukul delapan malam.

"Sha,"

Alisha menangis kecil, menatap Arjuna begitu kacau ekspresi wajahnya sulit diartikan antara kecewa, marah semua menjadi satu.

"Non Alisha, gimana kalau saya antarkan Mas Juna untuk pulang ke rumahnya?" tanya secara tiba-tiba Pak Malih datang.

Arjuna mengerjapkan kedua matanya beberapa kali yang secara tiba-tiba meremang pandangannya mengabur samar-samar menatap Alisha dan Pak Malih di hadapannya, kepalanya pun berdenyut nyeri.

"Kak Juna, Pak Malih mau anterin Kakak pulang," ucap Alisha menahan kedua bahu Arjuna yang hampir saja meroboh di dalam pertahanannya.

"Astaga, Kak Juna demam Pak."

Alisha yang menangis langsung ditahan ketika Arjuna tersenyum menatapnya dengan tatapan lesu.

"Gue gak akan pulang, sebelum Anaya pulang."

"Tapi Kak, Kakak demam."

Arjuna tersenyum miring menatap Alisha sendu, "Persis mirip Kyra."

Gadis itu menangis, Pak Malih langsung ikut menahan sebelah bahu Arjuna dengan cekatan tubuh cowok kekar itu membuat keduanya kelelahan menahannya karena tampak tak seimbang untuk mereka berdua.

"Non, gimana kalau kita bawa Mas Juna kedalam? Biar Bik Isti ngobatin Mas Juna dulu, baru saya akan antar Mas Juna."

Alisha mengaguk setuju, ia pun langsung membantu Pak Malih menggiring Arjuna masuk kedalam rumah.

Gadis itu sedikit khawatir dengan kondisi Arjuna yang tampak lemah karena kedinginan, ia takut jika terjadi apa-apa kalau ia menelepon kedua orang tuanya maka keduanya akan cemas dan langsung pulang ia tak ingin melakukan itu karena Karisma dan David sedang pergi untuk dua hari.

Meninggalkan Alisha dan Anaya yang wajib ditemani oleh beberapa Asisten Rumah Tangga yang mereka punya dirumah sementara waktu untuk menemani kedua anaknya.

"Anaya," gumam cowok itu.

Saat mereka akan masuk kedalam rumah seketika langsung ketiganya terhenti saat sedikit dikejutkan dengan sinar lampu mobil yang baru saja terhenti di depan teras rumah, sontak ketiganya menoleh ke belakang.

"ARJUNA?"

Arjuna yang hendak menutup kedua matanya rapat sontak terbuka kembali lalu tersenyum kecut saat mendengar suara teriakan dari seseorang yang amat sangat ia rindukan sekarang-sekarang ini.

"Kakak," gumam Alisha.

Anaya yang berlari karena kaget melihat Arjuna tengah dibopong Pak Malih serta Alisha sontak mendekat, tubuh Arjuna yang lemas langsung beralih pada dekapan Anaya cewek itu menangis mendekap erat kekasihnya. Arjuna tersenyum saat merasakan Anaya menangis seraya memukuli punggungnya dan bergumam beberapa kali yang sama sekali Arjuna tak dengar dengan jelas, karena kedua sorot matanya tertuju tajam pada satu sosok pria tengah menyaksikan mereka dengan tatapan sedikit kaget, siapa lagi kalau bukan Dokter Keith yang tengah melangkah kearah mereka.

Arjuna menggeram dengan perlahan ia melepaskan pelukannya dan menatap Anaya dengan tatapan yang sulit diartikan, cowok itu memutar bahu Anaya agar ikut menatap Keith yang menatap mereka heran.

"Yaya ... Siapa ini?"

Anaya terdiam membeku seketika, saat melihat Arjuna mengeram dengan kedua tangan yang mengepal siap menumbuk lawan dihadapan nya.

"Teman kamu?"

Cewek itu masih mematung tak bergerak, "Yaya?"

"Juna,"

Wajah Arjuna kian mengeras dengan rahang kokohnya tampak siap melakukan semua yang ia suka saat ini pula, ia melirik pada Anaya yang tak menjawab pertanyaan Keith tentang siap dirinya sontak hal tersebut membuat Arjuna kecewa.

"Selamat hari jadi kita yang ketiga bulan Ay,"

Anaya menangis luruh seketika.

"Gue rencana mau buat kejutan buat lo, tapi ternyata ... Lo juga buat kejutan untuk gue,"

"Wah ... Makasih banget, gue suka sama kejutan elo SAYANG!" tekan Arjuna.

"ARJUNA!"

Arjuna langsung pergi begitu saja ketika menekan ucapannya yang terdengar begitu sangat kecewa, Anaya menangis langsung menahan sebelah tangan cowok itu yang hendak berlalu. Keith hanya diam dengan banyak pernyataan menggelayut di pikirannya sekarang.

"Jangan pergi," lirih Anaya dengan sesenggukan.

Arjuna tak bergeming, "Juna, aku mohon."

Dengan perlahan cowok itu membalikkan tubuhnya menatap Anaya lekat, sorot mata merah bak elang siap membuncah akan tetapi masih ditahan.

Kedua tangan Arjuna memegang kedua bahu Anaya erat dan membuka perlahan Jas Keith yang tertanggal dibahunya, dengan cepat Arjuna membuka jaketnya dan menanggalkannya pada kedua bahu kekasihnya yang tampak terkejut saat melihat Jas milik Keith dijatuhkan ketanah begitu saja.

"Gue harus pulang,"

"Juna."

"Waktu gue banyak terbuang habis cuma buat nunggu lo balik jalan sama Mantan!"

"Juna!"

"Gue juga punya waktu sendiri, gue pulang dulu."

"Jangan pergi, hiks. Jangan pergi Juna!"

"Selamat hari jadi Ay, gue sayang sama lo."

"Juna, hiks."

"Gue sayang banget sama lo, saking gue sayangnya gue sampai merasa kecewa berat sama cewek gue sendiri."

Anaya menangis menjadi-jadi, Alisha, Keith dan Pak Malih hanya diam menyaksikan keduanya.

"Istirahat yang cukup, gue pulang."

"Gue sayang lo."

"JUNA!"

"ARJUNA!"

"JANGAN PERGI!!!"

"ARJUNA!!!"

"Kakak udah Kak, elo harus kuat."

"ARJUNAAAAAAAAAAAAAAA!!!"




.
.
.




#Bersambung...




Follow my official account insta : @sintia.dewi172

Follow Wattpad Account : @SintiaDewi__172

Judul Wattpad : Most Wanted Boy In The School

#MostWantedBoyInTheSchool


Thank you for Reading everyone's, I love you 💛🙏💜

#StaySafe #DirumahAja #Quarantine #BeBlessed 🙏🙏🙏



Most Wanted Boy In The School (Arjuna Story)✅END √√√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang