Epilog

48 8 23
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***


Seminggu kemudian.

"Basket?" tanya Oki. Ia tak tega melihat perubahan drastis pada diri Gio. Sejak hari itu, Gio berubah menjadi orang pendiam dan sama sekali tak memerhatikan penampilannya. Rambutnya kusut dengan kantung mata yang terlihat jelas. Pipinya juga tirus.

Gio menggeleng lemah. Menatap Oki sekejap, lantas beranjak keluar kelas. Gio menuju kelas Clarisa. Membuka pintunya lalu memanggil Clarisa.

Yang dipanggil, tengah sibuk dengan handphone nya. Hingga ia tak menyadari jika orang yang ia sukai berkunjung ke kelasnya, mencari dirinya. Perdana.

"Clarisa, ada yang nyariin." Clarisa mendongak. Tentu saja hati Clarisa berbunga menerima semua ini. Ia memasukkan handphone ke dalam saku roknya. Lantas menghampiri Gio dengan wajah berbinar.


"Iya, kenapa?" tanya Clarisa berusha menjaga nada bicaranya senormal mungkin.

"Ikut gue," ucap Gio. Dirinya melenggang terlebih dahulu meninggalkan Clarisa di belakangnya. Tak menunggu lama, Clarisa berjalan membututi Gio.

"Aduh. Gio mau bawa gue kemana, ya," batin Clarisa bersorak senang. Pasalnya, Gio tak pernah bersikap seperti ini pada Clarisa sebelumnya. Biasanya, Gio selalu menatap dengan tatapan benci, meremehkan, dan sebagainya. Namun, kini Gio berbicara padanya dengan nada beda. Meskipun terkesan dingin. Namun tak apa.

"Ada apa lo ngajak gue kesini?" tanya Clarisa penasaran. Gio tak menjawab. Berdiri di sisi rooftop. Satu langkah saja, Gio pasti terjatuh ke bawah sana. Sekolahnya terdapat tiga lantai, jadi dapat dibayangkan seberapa tingginya jarak antara rooftop ke bawah.

Clarisa menghampiri. Berdiri di samping Gio, namun tidak terlalu maju karena ia takut terjatuh.

Terus saja terdiam hingga Gio beranjak menjauh. Clarisa tentu saja heran dengan perilaku Gio. Ia kembali membuntut.

Namun, belum juga satu langkah, Gio kembali berbalik menghadap padanya. Clarisa yang terkejut tak sengaja melangkah mundur. Namun sayangnya, ia menginjak tanaman lumut basah yang tentu saja licin.

Dirinya terjatuh. Bukan di lantai rooftop, melainkan di lantai lapangan. Kepalanya terbentur hebat. Darah pun mengalir deras dari kepalanya, hidung, serta mulutnya. Di pinggir kepalanya, sebuah pot bunga tak lagi berbentuk. Pecah.

Clarisa. Meninggal tepat di hari ke tujuh meninggalnya Eisha, di lapangan yang sama juga. Tanpa kesengajaan. Terpeleset karena salahnya sendiri. Atau mungkin karma? Entahlah.

Gio tersenyum. Lalu berbalik, dan pergi.

***

»-----»

Alhamdulillah, akhirnya tamat juga. Meskipun chapternya sedikit, tapi gapapa lah. Yang penting selesai hahaha.

Makasih banyak buat yang udah ikutin cerita ini dari awal, kasih vomment, dan semuanya. Kalian baca aja aku udah seneng.

Cerita ini fiksi, dan cuman buat hiburan doang. Jadi, aku minta maaf kalau ada kesalahan info, atau apapun itu. Masih pemula, guys. Maklumin ya:>

Maaf kalau banyak typo, banyak gak nyambungnya, banyak absurdnya, ngebosenin, dan segala kerabatnya. Maaf juga ya kalau kalian gak puas sama endingnya, hehe.

Btw ...,

300 votes cerita ini untuk EXTRA CHAPTER, gimana?👀

ㅋㅋㅋ Sekali lagi, makasih banyak yaaaaa❤

»-----»

Last day

7 Oktober 2020





Beautiful Noktural [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang