Sendirian, begitu sedikit yang bisa kita perbuat. Bersama-sama, begitu banyak yang bisa kita lakukan. -helen keller
⬇
⬇
⬇
Pagi yang cerah menambah semangat Angkara untuk pergi ke sekolah. Dengan langkah kecilnya, ia pergi menuju rumah sahabatnya.
"Assalamualaikum," salam Angkara.
"Waalaikumsalam anak Bunda yang cantik."
Angkara tersenyum lebar ketika Bunda menyambutnya dengan sangat ramah seperti biasanya.
"Saka udah bangun, kan, Bun?" tanya Angkara ketika dirinya sudah duduk di kursi meja makan.
"Sudah. Abis sarapan dia naik ke atas lagi katanya ada yang ketinggalan."
Angkara hanya ber-oh-ria.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Bunda pada Angkara.
"Sudah kok Bun, kalo nggak sarapan Mama bisa ngomel tujuh hari tujuh malam," jawab Angkara yang membuat Bunda terkekeh.
"Kamu tuh bisa aja. Ya udah Bunda ke dapur dulu mau cuci piring."
"Mau Kara bantuin, Bun?" tawar Angkara.
"Tidak perlu kamu kan mau sekolah. Lebih baik kamu ke kamar Saka sekarang, panggil dia nanti kesiangan."
Angkara menuruti perkataan Bunda, ia langsung beranjak pergi menuju kamar Asaka yang berada di lantai dua.
Angkara langsung masuk begitu saja kedalam kamar Asaka tanpa ijin karrna itu sudah menjadi kebiasaan bagi keduanya.
"Kamu cari apa Ka?" tanya Angkara melihat Asaka yg tengah mengobrak-abrik rak bukunya.
"Buku tugas aku gak ada Ra," panik Asaka karna hari ini harus di kumpulkan.
"Tugas bu Retno?"
"Iya Ra, kan tugasnya di kumpulin hari ini."
"Ceroboh! Inget-inget kamu nyimpannya dimana," omel Angkara sembari ikut mencarinya.
"Seingetku ya di atas meja itu tapi kok gak ada," tunjuk Asaka pada meja belajarnya.
"Dimana sih! Kok gak ketemu-temu." Asaka mulai frustasi.
"Ya udah salin aja tugas aku jangan di ambil pusing."
"Mana keburu Ra. Kamu ingetkan waktu kita ngerjain tuh tugas berapa lama?"
"Ya itu lama karna waktu itu kita ngerjainnya sambil main-main. Yaudah cepat salin, aku tungguin." Angkara menyodorkan buku tugasnya pada Asaka.
"Ya udah." Asaka menerimanya dan dengan cepat langsung mencatatnya.
Ditengah kegiatan Asaka yg tengah menyalin buku tugasnya, sesekali Angkara melihat jam di pergelangan tangannya.
"Saka udah belum?"
"Bentar Ra baru setengah."
"Udah mau masuk nih. Apa kamu lanjut ngerjainnya di kelas aja?" saran Angkara
"Nggak bakal keburu Ra."
"Tuhkan kalo di Buru-buru tangan aku suka cepet pegel," keluh Asaka sembari merenggangkan tangan dan jari-jarinya.
"Ya udah sini aku bantuin." Angkara mengambil alih dan langsung melanjutkan tulisan Asaka.
***
Asaka dan Angkara hanya bisa saling tatap ketika melihat gerbang di depannya sudah tertutup.
"Kita ketelatan Ka."
"Terpaksa kita harus manjat pagar belakang Ra."
"Manjat? Aku pake rok dan kamu tahu aku gak bisa manjat."
"Dulu kamu juga bilang gitu pas kita telat kayak gini, tapi hasilnya kamu bisa naik juga kan Ra?"
Ya, ini kali kedua bagi Asaka dan Angkara mengalami hal seperti ini.
"Ayo turun," pinta Asaka ketika Angkara masih diam bonceng di belakangnya.
Lagi-lagi Angkara hanya bisa menuruti ide dari Asaka.
Keduanya sudah berada di dekat pagar belakang, dengan motor Asaka yg di tuntun.
"Terus motor kamu nanti gimana Ka?"
"Aku mau titipin di warung Mang Asep. Kamu tunggu sebentar disini ya." Asaka langsung pergi setelah mendapat anggukan dari Angkara.
Tak butuh waktu lama Asaka sudah kembali.
"Ayo Ra kamu duluan."
"Jangan ngintip!"
"Halah kayak gak biasa aja. Kamu lupa pas kecil kita pernah mandi bareng."
"Saka!"
"Hehe ya udah cepat, nih injek tangan aku." Asaka menumpuk telapak tangannya supaya Angkara bisa lebih mudah menggapai atas pagar.
"Saka disini tinggi banget." Angkara mulai panik ketika dirinya sudah berada di atas dinding pagar.
"Ayo loncat Ra."
"Tapi aku takut Ka."
"Gak usah takut, ayo Ra nanti ketahuan."
Dengan memberanikan diri, Angkara menuruti perintah Asaka.
"AAAAA... "
Bruk.
"Aww...," ringis Angkara ketika telapak tangannya merasakan nyeri.
"Kara kamu gak apa-apa kan?" khawatir Asaka di balik dinding pagar.
"Apanya yg gak apa-apa. Tangan aku sakit nih," gerutu Angkara.
Tak lama kepala Asaka muncul di balik dinding pagar.
Secara telaten Asaka menaiki dinding pagar dengan mulus."Ada yang luka?" tanya Asaka sembari menghampiri Angkara yg tengah terduduk.
"Ini." Angkara mengulurkan tangannya dan memperlihatkan telapak tangannya yang tergores krikil kecil.
"Kecil doang lukanya," ujar Asaka yg langsung mendapat cubitan dari Angkara.
"Tapi sakit tau!"
"Aku juga sakit di cubit kamu Ra."
"Biarin."
"Ya udah ayo bangun." Asaka mengulurkan tangannya untuk membantu Angkara berdiri.
"Ayo kita ke kelas tapi jalannya harus hati-hati," ujar Asaka setelah Angkara sudah berdiri.
Asaka menghela napas ketika dirinya melihat Angkara yg tidak mendengarkannya dan malah meniupi luka di tangannya itu.
"Sini aku tiupin biar cepat sembuh." Asaka menarik tangan Angkara dan langsung meniupi lukanya.
"Udah sembuhkan?"
"Lumayan."
"Ya udah ayo, ikutin aku ya pelan-pelan jalannya." Angkara hanya bisa mengangguk patuh menuruti perintah yang Asaka berikan.
###
Vomentnya jangan lupa:)
Author baru butuh krisarnya kaka👉☺👈
Next yuk
⬇⬇
⬇
KAMU SEDANG MEMBACA
ASAKA ANGKARA (TAMAT)✔️
Teen Fiction⚠[DAHULUKAN FOLLOW] Tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Jikapun ada, pasti diantara keduanya ada yang menyimpan rasa lebih. Apakah semua itu berlaku juga bagi ASAKA dan ANGKARA? 🥇 #1 musimhujan (291020) 🥇 #1 Langitsore (02...