30

597 32 0
                                    





"Om, tante. Tolong ijinin Saka buat ketemu Kara."

"Udah Ka. Sekarang yang terbaik bagi Kara adalah menjauh dari kamu," ujar Anggara. "Kara nggak butuh sahabat palsu seperti kamu. Yang Kara butuhin sekarang adalah dukungan dari orang-orang yang benar-benar menyayanginya."

Asaka menangis pilu, tubuhnya ambruk ketika bayangan-bayangan  Angkara menderita karenanya. Sudah beberapa kali ia menyakiti hatinya. Ciumannya dengan Ajeng membuatnya semakin menyesal.

"Saka mau ketemu Kara, Tan. Hiks..." tangis Asaka yang membuat Mama Angkara ikut menangis.

"Tante ijinin kamu buat ketemu Kara."

"Mah!?" Anggara tak terima.

"Saka berhak ketemu Kara. Bagi Kara, Saka adalah separuh hidupnya. Ketika Saka menangis seperti ini, pasti Kara juga ikut merasakan kesedihannya."

Sahabat macam apa dirinya ini, ketika Kara sedih ia malah membuatnya semakin sedih. Tidak seperti Kara padanya.

"Oke, tapi ini terakhir kamu ketemu Kara," tambah Anggara.

"Gara!" tegur sang Papa.

"Ini keputusan Gara, Pah. Gara nggak terima selama ini Kara sakit hati gara-gara Saka! Papa nggak tau aja kalo Kara sering datang ke kamar Gara untuk nangis. Dan tangisannya selalu di sebabkan oleh  Saka."

Papa dan Mamanya hanya bisa pasrah dengan keputusan Anggara. Kesembuhan Angkara adalah kepentingannya saat ini. Mungkin tanpa Asaka, Angkara akan lebih baik.

Kara tengah tertidur dengan tenang di atas bangsalnya. Asaka memandang inci setiap wajah Angkara yang tengah terlelap.

Tangan Angkara yang ia genggam dengan erat membuatnya merasakan kesakitan yang mendalam. Air matanya jatuh begitu saja, Asaka kembali menangis.

"Maaf."

"Ryan udah cerita semuanya, Ra. Dia juga udah ngasih bukti kebohongan Ajeng."

Walaupun mata Angkara tertutup, namun suara Asaka dapat ia dengar dengan jelas. Angkara ingin sekali membuka matanya, namun rasanya sangat berat.

"Aku mau kamu bangun sekarang Ra. Aku  kangen suara dan senyuman kamu."

"Aku mau tau, apakah kamu maafin aku atau nggak."

"Cepat sembuh ya, Ra. Bantu aku menebus kesalahan ku selama ini."

"Sekarang aku sadar. Kamulah segalanya bagiku Ra. Selama ini, aku salah mengartikan perasaanku pada Ajeng. Perasaan ku pada dia hanya sebatas rasa kasihan, nggak lebih."

"Aku mohon. Bangunlah."

Tiba-tiba detak jantung Angkara berdetak lemah dan membuat Asaka panik.

"Kara!"

Asaka langsung menekan tombol darurat dan tak lama Dokter beserta suster langsung menangani Angkara.

Melihat kondisi Angkara seperti ini ketika Asaka tengah menjenguknya, membuat Anggara semakin tidak suka jika Asaka dekat-dekat dengan adiknya, Angkara.

"Selamatkan Kara tuhan," doa sang Mama yang melihat putrinya terbaring tak berdaya di dalam sana.

"Ngapain kamu masih di sini?" tanya Anggara pada Asaka.

"Pergi dari sini sekarang!" murka Anggara.

"Biarin Saka tetap di sini, Mas. Kara butuh Saka sekarang," mohon Asaka.

"Udah berapa kali saya bilang. Angkara nggak butuh kamu lagi. Lebih baik kamu pergi sekarang!"

"Maafin Saka, Mas. Biarin Saka menebus kesalahan Saka selama ini dengan menunggu Kara di sini."

"Nggak! jika kamu memang ingin melihat Kara baik-baik saja, maka pergilah dari sini."

"Mas__"

"Pergi!"

Kali ini Anggara benar-benar dikuasai rasa marah. Kesedihannya melihat Angkara sekarang bertambah jika dirinya melihat Asaka.

Semuanya menghela napas lega ketika Dokter mengatakan jika kondisi Angkara kembali stabil. Namun kali ini, batas jenguk Angkara di batasi.





###

TBC.

24-11-20
16:01✏

Vote🌟 dan komentar🗨 jangan lupa yaw 😉💚

ASAKA ANGKARA (TAMAT)✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang