21

442 30 3
                                    

Kebohongan demi kebaikan, apa itu di perbolehkan?  -Angkara

"Kara, ayo bangun. Saka udah jemput kamu tuh."

"Hari ini Kara nggak sekolah dulu ya, Mah?" jawab Angkara dengan suara serak.

"Kenapa sayang?"

"Kara nggak enak badan aja."

Sang Mama langsung menempelkan tangannya pada kening Angkara untuk mengecek suhu tubuh putrinya.

"Sayang badan kamu panas!" panik sang Mama.

"Mama panggil papa dulu, ya?" Angkara mencekal tangan Mamanya cepat.

"Ada apa? Kamu harus dibawa ke rumah sakit sekarang, Kara."

"Saka lagi sarapan, kan?" pertanyaan Angkara yang di angguki sang Mama.

"Bawa aku ke rumah sakit kalau Saka udah berangkat, ya?."

"Kenapa? Kenapa harus gitu?"

"Kara nggak mau, Saka tau penyakit Kara, Mah."

"Mama bilang aja ke Saka kalau Kara malas bangun dan nggak mau sekolah hari ini, ya?" pinta Angkara.

"Kara tapi__"

"Mah, Kara nggak mau bikin Saka khawatir."

"Y-ya udah, Mama turun dulu, ya."

"Karanya mana, Tante?" tanya Asaka yang hanya melihat Mama Angkara turun sendiri.

"Katanya Kara lagi malas bangun.  Jadi, hari ini dia nggak akan sekolah, Ka."

"Biar Saka yang bangunin dia, Tan."

"Jangan!" cegah Mama Angkara yang membuat Suami, Anggara dan Asaka menatapnya heran. "M-maksud Tante, nggak usah di bangunin, biarin aja dia nggak masuk sekolah hari ini. Lebih baik kamu berangkat sekarang ya, nanti keburu masuk."

Asaka menatap Mama Angkara curiga. Tidak biasanya Mama Angkara bersikap seperti ini.

"Tante nggak lagi nyembunyiin sesuatu, kan?"

"Nggak, emangnya Tante mau nyembunyiin apa dari kamu."

"Ya udah kalau gitu, Saka berangkat dulu, ya," pamit Asaka pada semuanya, tak lupa dengan menyalami tangan Papa, Mama dan Anggara sebelum dirinya pergi.

Setelah memastikan Asaka sudah pergi dari rumahnya. Mama Angkara baru berani mengatakan kondisi Angkara pada suaminya dan Anggara.

Baik Anggara ataupun Papanya sama-sama terkejut dan semakin khawatir pada kondisi Angkara sekarang.

Dengan cepat Angkara dilarikan ke rumah sakit. Dan Dokter mengatakan, karena penyakit Angkara sudah parah dia harus di rawat.

Anggara menciumi tangan adiknya dengan penuh kasih sayang. Jika saja penyakitnya bisa di pindahkan, ia bersedia sebagai penggantinya. Ia tidak tega melihat adik kesayangannya harus terbaring lemah di bangsal rumah sakit seperti ini.

"Mas Gara," panggil Angkara dengan lemah.

"Kara, kamu udah bangun?"

"Aku di rumah sakit, ya?"

"Iya, Ra. Kamu harus di rawat beberapa hari di sini."

"Mama sama Papa, di mana?"

"Papa lagi bujuk mama buat makan, seharian ini mama nangis terus dan nggak mau makan."

"Aku jahat, ya, Mas? udah bikin mama nangis."

"Nggak, Ra. Jangan bilang gitu."

"Hp aku mana?"

"Ada di rumah. Waktu bawa kamu ke sini, Mas sama sekali nggak ingat sama hp kamu, Ra."

"Sekarang jam berapa?"

"Jam 5 sore."

"Aku tidur panjang ternyata," kekeh angkara. "Aku boleh pinjem hp Mas Gara, nggak?"

"Buat apa?"

"Nelpon Saka. Aku takut kalau dia nyariin aku nanti."

"Oh iya Mas belum ngasih tau Saka kalau kamu di rawat."

"Jangan!"

"Ha?"

"Jangan kasih tau Saka soal ini apalagi soal penyakitku."

"Tapi kenapa, Ra?"

"Nanti Saka khawatir."

"Dia sahabat kamu dan dia berhak tau keadaan kamu sekarang."

"Nggak, Mas. Aku mohon jangan kasih tau Saka, ya?"

"Cuma itu yang aku minta dari Mas Gara," lanjut Angkara dengan nada lemah.

Anggara mengangguk yang membuat Angkara tersenyum padanya. Selama ini Anggara belum pernah menolak permintaan adiknya ini. Dan barusan, Angkara meminta padanya lagi.

Anggara menyodorkan ponselnya yang langsung di terima Angkara.

Angkara langsung mengetik nomor asaka dengan cepat seperti sudah hapal di luar otak.
Tak butuh waktu lama, panggilan pertama langsung terjawab.

"Halo, mas Gara?"

Angkara terkekeh mendengar Asaka memanggilnya seperti itu.

"Ini aku, Angkara."

"Kara?! Kamu lagi di mana? Barusan aku ke rumah kamu tapi rumah kamu sepi. Pintunya juga di kunci."

"Aku lagi di rumah nenek."

"Kok tiba-tiba ke sana, ada apa emangnya?"

"Biasa urusan keluarga. Oh iya aku sengaja nelpon pake hpnya Mas Gara karena hpku ketinggalan di rumah."

"Oh pantesan daritadi aku telpon nggak di angkat-angkat. Terus kamu pulangnya kapan, Ra?"

"Kurang tau juga sih. Mudah-mudahan nggak lama, aku nggak betah di sini."

"Kenapa, Kan ketemu nenek kamu?"

"Karena nggak ada kamu."

Asaka tertawa yang membuat Angkara juga ikut tertawa.

"Ryan nanyain kamu tuh, katanya jadi nggak mau di traktirnya."

"Haha bilangin, suruh tunggu sampe aku pulang."

"Udah dulu ya, Ra. Ajeng udah datang nih."

"Kamu lagi sama Ajeng?"

"Iya, Ajeng main kerumahku katanya mau belajar masak sama bunda."

"Oh ya udah aku matiin telponnya."

"Salam dulu." Asaka mengingatkan

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

###

Tbc.

Berikan Vote 🌟 + Komentar 🗨  Ya 😉💚

ASAKA ANGKARA (TAMAT)✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang