29

544 29 4
                                    

Namanya juga penyesalan, pasti datang di akhir. Kalau datang di awal itu namanya pendaftaran.






Semenjak kejadian di sekolah waktu itu. Asaka terus saja mendiamkan Angkara, bahkan sampai menghindarinya. Setiap Angkara main kerumahnya, Asaka selalu tidak ada. Angkara semakin beranggapan jika sekarang tidak ada lagi waktu Asaka untuknya.

Di sekolah pun sama. Asaka selalu menghindarinya. Bahkan ia bertukar duduk dengan Ryan. Apa segitu salahnya Angkara hingga Asaka memperlakukannya seperti ini padanya. Apa kesalahannya begitu besar hingga Asaka tidak mau lagi bicara dengannya.

Akhir-akhir ini Angkara sering murung baik di rumah maupun di sekolah. Semangat hidupnya sudah tidak ada lagi dalam dirinya.

Sebenarnya papa dan mamanya sudah meminta Angkara supaya mau di rawat karena sudah beberapa kali penyakitnya kumat. Namun, Angkara bersikeras menolaknya. Rasa sakit dalam tubuhnya tidak sesakit melihat Asaka yang terus menghindarinya dan mendiamkannya.

Sepulang sekolah, Angkara langsung masuk ke dalam kamarnya. Dengan gerakan lemah, Angkara mengambil ponsel barunya.

Ia mengetik nomor Asaka dan langsung memanggilnya. Namun seperti biasa, Asaka tidak menjawabnya. Angkara memilih untuk mengirim pesan saja, karena pasti Asaka akan membacanya.

'Aku mau bicara. Kita ketemuan di taman sekarang.'

Angkara langsung bergegas pergi dengan mengabaikan rasa sakitnya. Ia sengaja memilih taman karena ingin mengingat kenangan masa kecilnya bersama Asaka di taman itu.


Sudah setengah jam Angkara menunggu. Namun kehadiran Asaka belum juga terlihat.
Ia yakin jika Asaka membaca pesannya.

'Kamu di mana, Ka?'

Sudah 1 jam masih tidak ada balasan. Hari'pun semakin sore.

Angkara mendongakan kepalanya menatap langit sore yang mulai gelap. Namun, sepertinya sekarang bukan gelap karena sore, melainkan karena mendung.

'Bentar lagi mau ujan, kamu di mana? Aku udah nunggu kamu lama.'

Sudah 2 jam Asaka belum juga datang. Hujan mulai turun membasahi bumi. Angkara meratapi dirinya di bawah guyuran dinginnya air hujan.

Ingin sekali Angkara pergi dari sana namun, tubuhnya sudah lemah. Kakinya seperti sudah tak bertulang.

"Aku butuh kamu, Asaka." suaranya mulai lemah

"Aku kedinginan."

Mata Angkara mulai menutup. Sebelum benar-benar hilang kesadarannya, Angkara melihat samar ada seseorang yang menghampiri dirinya.


***

Sudah 3 hari Angkara mengalami koma.
Papa dan mamanya sangat panik ketika  mendapat telepon dari Anggara yang mengatakan dirinya telah menemukan Angkara pingsan di taman.

"Angkara nungguin kamu di taman sampai kehujanan!"

"Di mana kamu saat itu Ha?!"

"Aku nggak tau Mas kalo Kara ngajak aku ketemuan di taman. Waktu itu__"

"Waktu itu kamu lagi sama pacar kamu kan? Selama ini Mas selalu percayain Angkara ke kamu, Ka. Tapi apa sekarang? Dia koma karena kamu!"

Dalam tidurnya, Samar-samar Angkara mendengar suara Anggara yang tengah memarahi seseorang. Perlahan Angkara membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Asaka yang tengah menangis di balik jendela ruangan rawatnya. Ruangan Angkara terdapat jendela kaca besar, sehingga yang di dalam ataupun di luar bisa saling melihat.

ASAKA ANGKARA (TAMAT)✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang