Happy Reading
****
Hari semakin sore. Langit sudah mulai menggelap, dan para bodyguard Gara masih belum menemukan Abi. Gara semakin murka dan mengamuk di mansion karena putra semata wayangnya tak kunjung ketemu.
Semua bodyguard dan pekerja di mansion ketar-ketir melihat tuan besar mereka murka. Tidak hanya di guci dan vas bunga di kantor saja yang hancur karena ulah Gara, namun guci dan vas bunga di mansion pun tak luput dari kemarahan Gara.
Laporan dari Jaya yang mengatakan kalau Abi tidak ada di kos lamanya atau di berbagai tempat yang kemungkinan didatangi oleh Abi atau teman-temannya membuat Gara semakin murka. Arya, Bagas, Galeen, dan Langit yang memang berada di mansion setelah mendapat kabar kalau adik sepupu mereka menghilang hanya bisa menatap prihatin barang-barang antik dan mahal milik paman mereka yang sudah hancur dan berserakan di lantai.
"Abi, Kakak berdoa semoga kamu masih bisa melihat birunya langit setelah ketemu nanti", batin Bagas.
"Pulang kek Bi, gak kasian apa sama Om Gara yang udah hampir gila gara-gara Lo", batin Langit.
"Suka banget bikin orang panik kamu tuh, Bi", batin Galeen dan Arya.
Dan ditengah Gara yang mengamuk, Galeen merasakan ponsel di jaketnya bergetar. Perlahan dan berusaha bergerak tanpa disadari siapapun, Galeen beranjak dari ruang tengah untuk mengangkat sambungan telepon dari seseorang itu.
"Dia masih belum balik, Kak?" tanya seseorang di seberang sana tanpa basa-basi. Membuat Galeen mendengus dan membatin "kebiasaan" dalam hatinya.
"Belum. Padahal Om Gara udah murka di sini. Mansion Om Gara bahkan udah berantakan" balas Galeen.
"Aku kayaknya tau dia dimana"
"Beneran?! Dimana?!"
"Beneran. Habis ini deh aku kirim alamatnya. Kakak, Om Gara, sama yang lain langsung nyusul aja kesini"
Ucapan orang itu berhasil membuat Galeen terkejut. "Pasti! Cepet kirim alamatnya. Kakak mau ngabarin Om Gara sama yang lain" ucap Galeen. Lalu tanpa menunggu balasan orang diseberang sana, Galeen mematikan sambungan telepon mereka lalu berlari masuk kedalam rumah.
"Aku tau Abi ada dimana sekarang!" kata Galeen dengan semangat setelah tiba di ruang tengah. Yang berhasil membuat semua orang terdiam dan memusatkan perhatian mereka kepada Galeen setelah mengatakan kalimat tersebut.
.
Berbeda dengan di mansion Gara yang sudah kacau bak kapal pecah, kini di kediaman Arga semua anggota gengnya nampak tengah berkumpul. Mereka semua, yang kira-kira berjumlah 20-25 orang itu tengah sibuk memasukan perlengkapan mereka kedalam tas carrier.
Sebenarnya tidak semua sih. Mungkin hanya beberapa saja yang benar-benar sibuk menyiapkan perlengkapan mereka. Seperti yang sudah direncanakan secara mendadak tadi sore di warung pojok dan dipelopori oleh Abi, kini mereka semua tengah bersiap untuk mendaki ke salah satu gunung terkenal yang ada di Provinsi Jawa Barat. Karena itulah kini semua orang tengah sibuk mempersiapkan keperluan mereka.
Dan sisanya terlihat ada yang sedang merokok di teras, nyemil makanan ringan, membuat perbekalan, dan ada pula yang tidur tanpa memperdulikan suasana di sekitarnya yang ramai. Tentu saja orang itu adalah Abi.
Sejak kedatangannya di rumah Arga, yang kebetulan kosong karena kedua orangtuanya sedang menginap di rumah nenek Arga, Abi langsung menuju ke sofa panjang di ruang tamu dan merebahkan dirinya disana. Mengabaikan kebisingan di sekitarnya.
Aji yang duduk tak jauh dari tempat Abi tidur menghampiri remaja itu. Duduk di tepi sofa menghadap ke Abi. Tangannya bergerak mengusap keringat yang membanjiri dahi Abi. Bahkan rambut Abi sudah terlihat lepek karena keringatnya sendiri.
"Aneh banget, dingin kayak gini kok masih keringetan" gumam Aji seraya melirik pendingin ruangan yang menyala.
Candra mendekat. Duduk di sandaran sofa dengan sebungkus keripik singkong rasa balado yang dibeli oleh Jaka tadi. Menatap Abi sekilas lalu beralih menatap Aji. "Bangunin coba, Ji. Dari nyampe sini nih anak udah tepar aja. Suruh makan dulu, habis itu itu siap-siap. Kata Arga 2 jam lagi kita berangkat" kata Candra.
Aji mengangguk. Dia kemudian menepuk bahu Abi untuk membangunkan sahabatnya itu. Namun Abi tak kunjung bangun. Maklum, Abi itu salah satu spesies manusia yang sulit dibangunkan dengan cara halus. Kecuali jika Gara yang membangunkan bayi besarnya itu.
Karena tak mendapatkan respon dari Abi, Aji mengambil botol air minum milik Arsen dan hendak mencipratkan air itu ke wajah Abi. Satu kali, dua kali, tiga kali, Abi tak kunjung bangun. Aji sudah kesal dan berniat menuangkan air di botol itu langsung ke wajah Abi kalau sahabatnya itu tak kunjung menunjukan respon di cipratan ke lima.
"Eunghh...basah, Ji" gumam Abi yang masih setengah sadar, namun bisa mengenali sosok yang duduk di tepi sofa dengan botol air yang siap mengguyur wajahnya.
"Hampir gue siram semua isinya kalau Lo gak bangun-bangun tadi" balas Aji seraya meletakan botol itu kembali ke meja setelah menutupnya dengan rapat. "Bangun dulu, Bi. Terus makan, tadi Dito beli nasi Padang banyak. Kata Arga kita berangkat 2 jam lagi" lanjut Aji. Yang hanya dibalas deheman singkat oleh Abi yang masih menutup matanya.
Aji kemudian beranjak dari sofa dan keluar dari rumah menghampiri teman-temannya yang tengah merokok di teras. Sepeninggal Aji, Abi mengerjapkan matanya berungkali dan menatap keadaan sekitar yang ramai. Setelah nyawanya terkumpul, Abi kemudian bangkit dan beranjak dari sofa. Berjalan ke dapur untuk mengambil sendok lalu kembali ke tempatnya semula.
Duduk di sofa tempat dia berbaring dan mengambil satu bungkus nasi Padang dari dalam keresek yang ada di meja lalu mulai menyantapnya. Candra yang juga sudah kembali ke tempatnya bergabung bersama Dito hanya bisa menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu yang sudah menyantap makanan tanpa mencuci muka terlebih dahulu.
"Itu kalau Abi salah masukin makanan ke hidung bukannya ke mulut gue ketawa paling kenceng" kata Dito yang duduk disebelah Candra. Ikut memperhatikan Abi yang makan tapi dengan keadaan mengantuk.
"Ya tuhan Dito, inget dosa Lo udah numpuk. Masa mau nambah dosa lagi temen dijadiin taruhan" sahut Aksa yang duduk disebelah Dito.
"Bener tuh kata Aksa. Dosa tau Dito. Umur gak ada yang tau. Tobat Lo sekarang" kata Candra.
"Lo nyumpahin gue mati?" balas Dito menatap Candra sinis.
"Kapan gue nyumpahin Lo mati sih geblek?"
"Barusan!"
"Ini nih kalau udah kebanyakan dosa. Diingetin temen buat tobat dikiranya nyumpahin mati. Udah ah Dito kebanyakan dosa, gue kepanasan deket dia" ucap Candra seraya beranjak dari sana dan menghampiri Abi.
"Geblek emang! Lo make jaket gimana gak panas kulit monyet?! Sok-sokan nyalahin gue kebanyakan dosa, padahal diri sendiri juga ladanb dosa" cibir Dito.
****
Thanks,
Nih aku update hari ini. Buat ngobatin rindu sama Abi. Sekali lagi aku minta maaf ya kalau gak sesuai ekspektasi kalian.
Saran juga dong buat part Abi kedepannya.
Thanks 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Abimanyu
FanfictionHARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU TERIMA KASIH :) **** Punten slur. Mohon maap nih ye kalau part awalnya berantakan kayak jalan percintaan author. Tapi author berjanji dengan segenap jiwa dan hidup author, author akan memperbaiki tulisan autho...