"Lo mau bohongin gue?" tanya suara di seberang telepon.
Keringat dingin mengalir di pelipis Yuta dan kakinya terasa lemas, "bohong? Maksudnya, Bos?" Yuta berusaha membuat nada bicaranya se-normal mungkin agar tak terdengar jelas bahwa ia sedang gugup.
"Lo pasti orang yang tadi kan? Gak kapok lu nipu-nipu gue, bangsat?!"
Yuta mengernyitkan dahinya bingung, sepertinya bos nya itu baru saja ditipu oleh seseorang via telepon. "Bos, ini beneran Yuta," ujar Yuta berusaha meyakinkan bos nya itu.
"Coba sebutin nama istri gue."
"Bos kan ... Gak punya istri ..."
Terdengar suara tawa dari seberang telepon, "HAHAHA OKE INI BENERAN YUTAHAHAHA," ucap si Bos di sela-sela tawanya.
"Masa Bos gak ngenalin suara saya?" tanya Yuta diiringi tawa renyah.
"Kenal lah, tapi jaman sekarang kan lagi rame tuh penipuan pake voice phishing. Beberapa menit sebelum lu nelepon ada orang aneh yang nelepon gue, jadi kirain ini dia pake nomor laen hahaha sorry sorry," jelas si Bos panjang lebar sambil masih tertawa.
"Cepetan suruh telepon balik," bisik Renjun pelan seraya menyenggol lengan Yuta yang langsung disambut acungan jempol dari Yuta.
"Hahaha iya Bos, gapapa. Eh- aduh Bos, pulsanya udah sekarat banget ini kayaknya. Tolong telepon balik y-" Yuta sengaja mematikan teleponnya sebelum ia menyelesaikan kalimatnya agar bos nya percaya bahwa pulsanya benar-benar sekarat.
Haechan, Renjun, dan Jeno menahan tawa sambil mengacungkan jempol, mereka saling berbisik memuji akting Yuta yang terlihat sangat natural tadi. Tak selang berapa lama akhirnya si Bos menelepon ke ponsel Jeno.
"Halo? Gimana Yut? Mau ngomongin apa lu tadi?" tanya si Bos to the point setelah Yuta mengangkat teleponnya.
"Kemaren kan katanya Bos lagi nyari HP seken di bawah satu juta, temen saya ada nih yang jual 655.000 aja."
"Yaelah kirain mau ngomongin apaan. Telat lu ngasih taunya, gue udah pesen nih di temen gue."
"Yahh, yaudah deh Bos kalau gitu. Maaf ganggu waktunya, ya."
"Sip sip." Sambungan telepon pun terputus. Akhirnya keempat pemuda itu dapat bernapas lega.
"Anjir kaget banget gue, kirain dia tau mau kita tipu," ujar Yuta seraya memegang dadanya, merasakan detak jantungnya yang masih berdegup kencang tak karuan.
"Sama, kaki gue juga rasanya langsung lemes tadi." Renjun bersandar pada sofa guna membuat tubuhnya menjadi lebih rileks.
Yuta menyodorkan ponsel yang ia pegang kepada Jeno yang mulai sibuk berkutat dengan laptopnya. Layar laptop Jeno dipenuhi kode-kode pemrograman yang tampak rumit dan memusingkan. Jari-jari tangannya sibuk menari di atas papan ketik, atensinya berfokus penuh pada sekumpulan huruf dan angka di depannya. Sesekali ia mendecak saat mendapati sedikit error dalam coding yang ia masukkan.
Jarum jam menunjuk pada angka dua, artinya sudah sekitar empat jam Jeno sibuk mengotak-atik laptopnya. Sudah sekitar empat jam pula Haechan, Yuta, dan Renjun duduk di sofa dengan bosan, menunggu Jeno menyelesaikan pekerjaannya. Bungkus makanan dan minuman yang tadi mereka pesan secara delivery berserakan di atas meja.
"Dah beres!" seru Jeno seraya meregangkan badannya yang terasa pegal.
"Akhirnya!" Haechan bertepuk tangan heboh.
"Nih, semua data yang kira-kira lo butuhin udah gue pindahin ke sini." Jeno menyodorkan sebuah flashdisk berwarna hitam pada Haechan.
Haechan mengambil flashdisk itu lalu memasukannya ke saku bagian dalam jaketnya. "Berarti yang di HP si Bos udah abis kan?" tanya Haechan memastikan.
"Yoi, semua data di sana gue cut ke flashdisk, jadi udah ilang semua di HP bos lu. Gue juga sengaja nyimpen virus di sana biar dia ngira data-datanya ilang karena virus, bukan karena disadap," jelas Jeno menjawab pertanyaan Haechan.
Haechan ternganga kagum akan kemampuan Jeno, "wow keren juga ya lo," puji Haechan sembari menepuk pelan bahu Jeno.
"Gak heran sih dari dulu lo emang jago banget. Jadi gue harus bayar berapa, nih? Biar langsung gue transfer." Renjun mengeluarkan ponselnya dari saku celana, bersiap membuka aplikasi mobile banking nya.
Jeno menggelengkan kepalanya, "halah gak usah lah, Jun. Lo kayak sama siapa aja," kata Jeno berusaha menolak.
"Gak enak lah Jen, lo udah buang-buang waktu buat bantu gue. Berapa buruan."
"Gak buang-buang waktu lah, Jun. Masa ada temen lagi dalam masalah gak gue tolong. Awas aja kalo lo tiba-tiba transfer, gak bakal gue anggap temen lagi lo," ancam Jeno yang akhirnya membuat Renjun mengalah untuk tidak memberi bayaran apapun pada Jeno.
Haechan, Yuta, dan Renjun memutuskan untuk pamit setelah selesai membereskan sampah bekas makanan dan minuman yang mereka santap siang tadi. Mereka bertiga berulang kali mengucapkan terima kasih pada Jeno karena telah menolong mereka.
"Kalo ketemu gue atau Bang Yuta di jalan jangan sungkan buat nyapa," ucap Haechan sebelum ia masuk ke dalam mobil. "Lo gak takut kan sama kita berdua?"
Jeno terkekeh mendengar pertanyaan Haechan, "hahaha ya gak lah. Renjun udah ceritain semuanya secara detail ke gue sebelum dia ke sini, dan gue yakin banget kalian emang sebenernya orang baik. Tolong jagain Renjun ya." Jeno menepuk pundak Haechan seraya melontarkan senyum.
Haechan membalas senyuman Jeno lalu mengangguk yakin. Tanpa disuruh pun ia pasti akan selalu melindungi Renjun.
![](https://img.wattpad.com/cover/241887381-288-k260056.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
camaraderie | hyuckren
Fanfictionca·ma·ra·de·rie /ˌkäməˈrädərē,ˌkaməˈrädərē/ (n.) rasa saling percaya di antara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama. . . . Haechan, seorang anggota kelompok mafia terkeji di kotanya mendapatkan tugas untuk membunuh seorang seniman muda...