15

1.1K 159 16
                                    

"Chan! Bangun!" seru Yuta sambil mengguncang pelan tubuh Haechan, membuat Haechan terbangun dari tidurnya. "Renjun siuman!"

Haechan terlonjak kaget mendengar itu, ia langsung kembali ke posisi duduknya lalu menatap tangan Renjun yang tak pernah lepas dari genggamannya sejak kemarin siang. Terlihat jemari Renjun bergerak pelan, membalas genggaman tangan Haechan.

"Jun?!" Haechan bangkit dari posisi duduknya dan memegang bahu Renjun, mengguncangnya pelan.

Yuta memencet tombol yang ada di dinding tepat sebelah ranjang pasien untuk memanggil perawat yang sedang berjaga. Beberapa detik kemudian seorang dokter masuk ke dalam ruangan. Haechan dan Yuta mundur beberapa langkah, membiarkan dokter memeriksa keadaan Renjun. Dengan harap harap cemas mereka menunggu dokter selesai memeriksa Renjun. Haechan meremat ujung bajunya cemas. Yuta yang menyadari itu langsung mengelus pundak Haechan, berusaha menenangkannya.

Selang beberapa menit akhirnya dokter selesai memeriksa keadaan Renjun. Ia berbalik menghadap Haechan dan Yuta lalu tersenyum, "puji Tuhan, Renjun sudah siuman, tapi kondisinya masih lemah. Harus terus dipantau perkembangannya," jelas dokter yang tadi memeriksa Renjun.

Haechan dan Yuta mengangguk paham, "baik Dok, terima kasih banyak," ucap mereka seraya membungkuk sopan kepadanya. Sang Dokter balas tersenyum lalu berjalan meninggalkan ruangan, membiarkan Haechan dan Yuta melihat keadaan Renjun.

Haechan menghampiri Renjun yang tengah mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, menyadari bahwa ia sedang berada di rumah sakit. "Jun," panggil Haechan lembut lalu duduk di kursi samping ranjang. Matanya tampak berkaca-kaca melihat keadaan Renjun.

"Kok nangis? Gue udah gak apa apa kok." Tangan Renjun bergerak lemah mengelus rambut Haechan, "jangan khawatir, ya."

Haechan semakin tak dapat membendung air matanya, "bisa bisanya lo bilang gitu di saat keadaan lo kayak gini, Jun ..." Setetes air mata lolos dari pelupuk mata Haechan. Ia amat takut kehilangan sosok mungil berhati mulia di hadapannya. Ia terus merutuki dirinya yang telah membawa permasalahan rumit ini ke kehidupan Renjun.

Haechan memeluk Renjun dan menenggelamkan wajahnya di bahu Renjun, menumpahkan seluruh emosinya yang tak lagi dapat ia bendung. Ia menangis sejadi-jadinya sambil terus membisikkan kata maaf di telinga Renjun. Yuta yang berdiri di belakang Haechan ikut merasa terenyuh melihat momen mengharukan itu, tanpa sadar ia juga ikut menitikkan air mata.

ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ

Hari ini merupakan hari kedua Renjun dirawat di rumah sakit dan kondisi Renjun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dokter bilang Renjun bisa pulang setelah beberapa hari menjalankan perawatan di rumah sakit. Sedangkan Yuta dan Haechan sibuk bergantian menjaga Renjun sambil membereskan data bos nya yang telah berhasil disadap oleh Jeno sebelumnya. Mereka berusaha mencari barang bukti yang konkret agar bisa menjatuhkan bos nya itu.

Kini Haechan tengah membersihkan beberapa sampah yang tergeletak di meja dan lantai, ia baru sempat membereskan semuanya karena kemarin pikirannya masih kalut dan berantakan. Sedangkan Yuta masih sibuk duduk di sofa sambil mengotak-atik laptop Haechan.

"Chan," panggil Renjun pelan.

Haechan langsung menoleh dan berjalan menghampiri Renjun, "kenapa, Jun?" Ia kembali duduk di kursi samping Renjun.

"Apapun yang terjadi nanti jangan tinggalin gue, ya ..." gumam Renjun pelan namun masih dapat terdengar jelas oleh Haechan.

Haechan tersenyum lembut menatap Renjun, "harusnya gue gak sih yang bilang gitu ke lo?"

"Pokoknya jangan kemana-mana."

"Gue gak bakal kemana-mana, Jun. Gue kan di sini aja sama lo."

Renjun menyodorkan jari kelingking kirinya pada Haechan, "janji dulu."

Haechan terkekeh gemas dibuatnya. Ia pun ikut mengeluarkan jari kelingkingnya lalu menautkannya dengan jari kelingking Renjun, "iya Jun, gue janji. Lo juga harus janji ya, jangan kemana-mana."

Momen manis antara Haechan dan Renjun seketika rusak ketika Yuta tiba-tiba datang menghampiri mereka sambil ikut menyodorkan jari kelingkingnya. "Iya iya, gue juga gak akan pergi kemana-mana," ujarnya lantas menautkan kelingking kanannya dengan jari kelingking kirinya.

"Ah! Ngapain sih, Bang?! Ganggu aja!" Haechan melepaskan tautan kelingkingnya dengan Renjun lalu mendorong tubuh Yuta.

"Abisnya kalian uwu-uwuan terus depan gue anjir! Panas gue!" protes Yuta.

Renjun hanya tertawa melihat tingkah konyol mereka, "Bang, jangan bikin ketawa dulu please, punggung gue masih ngilu kalo ketawa," ujar Renjun sambil berusaha menahan tawanya.

"Hahaha oke oke maap. Gue cuma mau ngasih tau, gue nemuin file penting yang bisa ngeluarin kita dari masalah ini," kata Yuta, raut wajahnya berubah serius.

"Apa tuh?" tanya Haechan penasaran.

"Gue nemuin file yang isinya chat dan bukti transfer antara orang yang nyuruh lo bunuh Renjun dan si Bos."

"Siapa orang yang nyuruh Haechan bunuh gue?" tanya Renjun.

"Na-"

"Permisi, makan siang untuk pasien kamar 209," seru seorang perawat sambil masuk ke dalam ruangan dengan mendorong sebuah trolley berisi beberapa nampan penuh makanan. Ia kemudian menyimpan satu nampan berisi satu piring nasi, beberapa piring lauk, beserta segelas air putih di meja samping ranjang, "dihabiskan ya, semoga cepat pulih."

"Yaudah lo makan dulu aja Jun, ntar kita lanjutin lagi bahasnya," ujar Yuta yang langsung disambut oleh anggukan Renjun.

ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ

𝙰𝚔𝚑𝚒𝚛-𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚒𝚗𝚒 𝚊𝚔𝚞 𝚕𝚊𝚐𝚒 𝚔𝚎𝚗𝚊 𝚠𝚛𝚒𝚝𝚎𝚛'𝚜 𝚋𝚕𝚘𝚌𝚔 𝚗𝚒𝚑, 𝚖𝚊𝚊𝚏 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚕𝚊𝚞 𝚞𝚙𝚍𝚊𝚝𝚎 𝚗𝚢𝚊 𝚊𝚐𝚊𝚔 𝚕𝚊𝚖𝚊. 𝚂𝚎𝚋𝚎𝚗𝚎𝚛𝚗𝚢𝚊 𝚒𝚍𝚎𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚊𝚍𝚊 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚊 𝚜𝚒𝚑, 𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚝𝚎𝚛𝚜𝚞𝚜𝚞𝚗 𝚛𝚊𝚙𝚒 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚎𝚗𝚍𝚒𝚗𝚐, 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚙𝚊𝚜 𝚖𝚊𝚞 𝚍𝚒𝚝𝚞𝚊𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚔𝚎 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚝𝚞𝚕𝚒𝚜𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚋𝚞𝚢𝚊𝚛 𝚍𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚗𝚐𝚞𝚗𝚐 𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜𝚗𝚢𝚊 𝚐𝚒𝚖𝚊𝚗𝚊.
𝙷𝚊𝚛𝚊𝚙 𝚖𝚊𝚔𝚕𝚞𝚖 𝚢𝚊𝚊 𝚃__𝚃

camaraderie | hyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang