"Night Chan, gue matiin ya lampunya," ujar Renjun memencet saklar kamarnya lalu meraih gagang pintu, hendak melangkah keluar. Ia baru saja memberikan obat pada Haechan.
"Lo tidur di kamar sebelah, Jun?"
"Hah? Kamar sebelah mana deh hahaha. Apartment kecil gini ya cuma satu kamarnya, Chan," Renjun terkekeh mendengar pertanyaan Haechan.
"Berarti semalem lo tidur di ruang tamu?" tanya Haechan yang dibalas dengan anggukan kecil Renjun.
"Hah?! Serius?! Masuk angin ntar lo, cepetan tidur sama gue aja di sini!" Haechan menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya.
"Dih ogah, gila ya lu baru kenal udah ngajakin gue tidur bareng?!"
"Gak gitu juga maksudnya!" ujar Haechan sambil menepuk dahinya. "Gue gak enak sama lo, Jun. Gue ngerepotin banget, mana tadi lo sampe bela-belain gak ke studio."
"Iya emang nyusahin banget lo tuh, makanya cepet sembuh. Dah ya gue mau tidur,"Renjun membuka pintu kamarnya lalu melangkahkan kakinya keluar.
"Kalo gitu gue bakal makin nyusahin lo. Biar gue aja yang tidur di ruang tamu," Haechan masih bersikukuh agar Renjun mau menuruti perkataannya, ia bahkan susah payah berusaha bangkit untuk duduk, mengindikasikan kalau dia serius dengan perkataannya barusan.
Renjun menghembuskan napasnya kesal. "Iya iya gue tidur di kasur juga!" ucapnya akhirnya mengalah. Haechan tersenyum puas saat melihat Renjun kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya. Renjun berjalan ke kasur sambil menghentak-hentakan kakinya, bibir mungilnya mengerucut menandakan bahwa ia kesal.
Haechan terkekeh melihat tingkah manusia mungil di depannya itu. "Lo gemesin banget sih, Jun."
"Bacot," Renjun mendelik. Ia naik ke kasur lalu meraih guling yang ada di sana dan memeluknya. Haechan berbagi selimut yang ia pakai dengan Renjun, menutupi tubuh mungil itu lalu kembali berbaring di tempatnya.
"Kenapa lo gak beli apartment yang lebih besar aja, Jun? Atau kayaknya lu beli rumah yang dua kali lebih besar dari studio lo juga bisa. Duit lo kan banyak, lo seniman muda yang sukses," Haechan membalikan tubuhnya ke kiri, menghadap ke arah Renjun yang juga tengah menghadap ke arahnya.
"Ini satu-satunya peninggalan mendiang mama gue. Dari kecil gue tinggal di sini sama beliau, gue gak mau ninggalin tempat ini."
"Ayah lo kemana?" Haechan kembali melontarkan pertanyaan kepada Renjun. Yang ditanya hanya memasang senyum kecut, matanya memancarkan kesedihan. "Ayah? Oh maksud lo bajingan itu. Dia kabur setelah bikin mama meninggal."
Haechan terkejut mendengar jawaban Renjun, ia merasa menyesal telah menanyakan hal yang dapat membuka kembali luka lama Renjun. "Ah- maaf gue gatau, gue gak maksud bikin lo inget kejadian itu lagi,"ujar Haechan penuh rasa penyesalan. Renjun hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil sebagai jawaban, mengisyaratkan pada Haechan bahwa itu bukanlah masalah besar.
"Gue juga sama kayak lo gak punya orang tua. Bedanya lo bisa menyikapi keadaan lo dengan dewasa sampai bisa sesukses sekarang, sedangkan gue malah lebih milih ngelakuin hal yang bakal ngerugiin diri gue sendiri," Haechan menghembuskan napasnya pelan sebelum melanjutkan perkataannya. "Gue udah tinggal di panti asuhan sejak bayi, pengurus di sana bilang kalo gue ditemuin di dalem kardus tanpa identitas apapun. Pihak panti asuhan akhirnya mutusin buat ngasih gue nama Haechan, itulah kenapa gue gak punya marga. Gue aja gak paham kenapa Tuhan nyiptain makhluk gak berguna kayak gue."
Renjun tertegun mendengar cerita Haechan. Ternyata ada juga yang bernasib sama dengannya, bahkan lebih parah dibandingkan nasibnya.
"Hey, lo gak boleh ngomong gitu. Buktinya lo bisa bertahan sampai sekarang kan? Artinya lo hebat dan lo berguna. Jujur gue seneng, dengan kehadiran lo di sini hidup gue jadi gak sepi-sepi amat. Gue gak punya terlalu banyak temen karena emang gue orangnya agak tertutup, tapi kok sama lo gue nyaman nyaman aja ya? Berasa udah kenal lama sama lo haha. Nah, itu juga salah satu bukti kalau lo tuh hebat dan berguna," Renjun tersenyum lalu mengelus lembut kepala Haechan. "Dah dah, tidur yuk. Jam segini emang rawan overthink. Goodnight, Chan."
Renjun memejamkan matanya dan mulai terlelap. Wajahnya terlihat sangat damai saat tertidur. Haechan menatap lamat-lamat paras indah milik Renjun, netranya menelusuri setiap detail dari wajah pria mungil itu. Bisa ia rasakan dengan jelas desiran yang muncul di dadanya, ia amat jatuh pada pesona seorang Huang Renjun.
Bagaimana bisa ia menjadi sekagum ini pada orang yang baru saja ia temui?
ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ
𝙹𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊 𝚟𝚘𝚖𝚖𝚎𝚗𝚝 𝚗𝚢𝚊 𝚐𝚞𝚢𝚜,
𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚟𝚘𝚖𝚖𝚎𝚗𝚝 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚜𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚖𝚎𝚖𝚘𝚝𝚒𝚟𝚊𝚜𝚒 𝚊𝚔𝚞 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜! 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
camaraderie | hyuckren
Fanfictionca·ma·ra·de·rie /ˌkäməˈrädərē,ˌkaməˈrädərē/ (n.) rasa saling percaya di antara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama. . . . Haechan, seorang anggota kelompok mafia terkeji di kotanya mendapatkan tugas untuk membunuh seorang seniman muda...