"Abang lo bilang kalau lo masih belum pulih total dan masih dirawat di rumah pacar lo. Kok bisa ada di sini? Dan ternyata pacar lo itu dia? Si Huang Renjun?"
Haechan menoleh ke arah sumber suara. Ia menatap nyalang ke arah sosok bertubuh tinggi besar di hadapannya, tangannya mengepal menahan amarah. Saat itu ia ingin sekali langsung menghabisi sosok di depannya itu, namun urung saat melihat Renjun yang terkapar tak berdaya. Ia segera mengambil ponselnya lalu menelepon ambulans.
"Kok malah nelepon ambulans? Kan gue udah baik nih bantu ngerjain job lo yang udah molor dari jadwal seharusnya. Ohh jadi bener si Huang Renjun itu pacar lo?" bos dari kelompok mafia keji itu tertawa meremehkan, menyeringai ke arah Haechan yang nampak rapuh dan tak berdaya di hadapannya, "lo sama abang lo emang udah niat kabur ya? Lo pikir bakal segampang itu?"
"BACOT! DASAR SAMPAH!" Haechan yang tak dapat lagi menahan amarahnya segera bangkit dan mendaratkan sebuah bogeman keras tepat di batang hidung bos nya itu, membuat suara retakan yang cukup keras di sana.
Si Bos yang tak sempat menghindar pun terhuyung ke belakang. Ia berteriak kesakitan, memegangi hidungnya yang berlumuran darah. Ia tak mengira Haechan akan tiba-tiba menyerangnya seperti itu. Haechan yang masih belum puas menghajar si keparat di depannya itu kemudian mendaratkan satu bogeman lagi pada pipi bos nya, membuatnya terjatuh sambil masih mengerang kesakitan. Seolah tak ingin membiarkan bos nya lepas begitu saja, Haechan kembali menghajarnya dengan empat tinjuan bertubi-tubi di wajahnya, sampai akhirnya sukses membuat sosok besar itu terkapar tak sadarkan diri. Dan tepat setelah Haechan menghabisi bos nya itu, terdengar sirine ambulans mendekat.
ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ
"Chan!" Yuta berlari menghampiri Haechan yang sedang tertunduk sembari terisak di kursi tunggu rumah sakit. Ia langsung menariknya ke dalam pelukan, berusaha menenangkannya dengan mengelus lembut kepala Haechan.
"Gimana ceritanya? Kok bisa gini?" tanya Yuta seraya mengusap lembut pipi Haechan yang dipenuhi air mata menggunakan ibu jarinya.
"Gue juga gak tau, bang. Tadi gue sama Renjun lagi nyari makan terus pas di gang sepi tiba-tiba punggung Renjun udah ditusuk gitu aja sama si bangsat itu," jelas Haechan sambil masih terus terisak, "ini salah gue, bang. Kalo aja tadi gue gak iyain ajak Renjun buat ke gang itu, pasti ini gak bakal kejadian."
"Ssstt, lo gak boleh bilang gitu. Ini bukan salah lo."
"Bang, lo harus hati-hati. Lo juga pasti bakal kena soalnya tadi dia ada nyebut-nyebut lo."
"Iya, Chan. Tadi pagi emang gue sama anak-anak sempet kumpul sama si Bos di markas. Dia nanyain lo, gue jawab aja lo masih sakit terus dirawat sama pacar lo. Maksud gue bilang gitu tuh biar dia ga nekat minta anter gue buat jengukin lo ..." Yuta menghembuskan napas berat sebelum melanjutkan kalimatnya, "gak gue sangka kejadiannya malah gini."
"Kita harus cepet-cepet beresin file yang berhasil disadap sama Jeno waktu itu. Untuk saat ini mending kita off-in dulu HP kita biar si keparat itu gak bisa hubungin kita dulu."
"Oke, kalau gitu biar gue yang ambilin flashdisk sama laptopnya di rumah lo. Lo tungguin Renjun di sini."
Haechan merogoh kunci rumahnya yang ia simpan di saku celana dan memberikannya pada Yuta.
"Yaudah gue pergi dulu, ya." Yuta menepuk pundak Haechan pelan lalu pergi meninggalkan Haechan.
Tepat setelah punggung Yuta mulai menghilang di balik pintu, seorang dokter keluar dari kamar pasien yang ditempati oleh Renjun. Haechan langsung mengelap air matanya dan berjalan menghampiri dokternya.
"Gimana, Dok?" tanya Haechan cemas.
"Dia masih belum sadarkan diri karena kehilangan cukup banyak darah. Beruntung kamu tepat waktu bawa dia ke sini, jadi masih sempat kami selamatkan. Untuk saat ini kamu jaga dia ya, kalau ada tanda-tanda siuman segera panggil dokter."
"Baik Dok, terima kasih." Haechan membungkuk sopan lalu segera berjalan cepat memasuki ruangan Renjun.
Haechan duduk di kursi yang berada tepat di sebelah kanan ranjang Renjun, memerhatikan sosok mungil yang belakangan ini telah berhasil membuat hidupnya terasa berharga dan lebih berwarna. Ia menggenggam tangan Renjun yang terkulai lemas dengan selang infus tertancap di sana, lalu mengecupnya lembut.
"Jun, gue minta maaf udah bawa semua masalah ini ke hidup lo ..." Haechan kembali terisak, "gue sayang banget sama lo, Jun. Ayo bangun, Jun. Lo gak bakal tinggalin gue kan? Jangan ya, Jun ... Lo kan kuat."
Sudah sekitar 45 menit Haechan hanya terduduk sambil memperhatikan wajah Renjun yang sedang terpejam. Ia masih setia menggenggam tangan Renjun, air mata masih terus mengalir membasahi wajahnya hingga membuat matanya nampak bengkak.
Haechan menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. Terlihat Yuta masuk ke ruangan dengan menggendong satu tas ransel. Tangan kirinya menjinjijng tas laptop, sedangkan tangan kanannya menjinjing sebuah plastik berwarna putih.
"Gue bawa beberapa baju ganti buat lo, kalo butuh ambil aja di tas ya. Nih, sekarang mending lo makan dulu." Yuta menyodorkan plastik yang ia bawa ke pada Haechan.
Haechan menggeleng lemah, "Renjun juga belum makan," ucapnya kembali menatap Renjun.
"Chan, nanti lo sakit kalau gak makan. Pas Renjun bangun nanti pasti dia sedih kalau tau lo sakit." Yuta mengeluarkan kotak makanan itu dari dalam plastik lalu menyodorkannya pada Haechan, "makan dulu, cuma sedikit juga gak apa apa."
Haechan akhirnya menuruti perkataan Yuta. Ia mengambil makanan yang diberikan Yuta lalu mulai melahapnya. Walaupun Haechan nampak tak berselera, setidaknya ia mau mengisi perutnya agar tidak terlalu kosong.
ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ · ᴖ◡ᴖ
Sudah pukul 23.10 dan masih belum ada tanda-tanda Renjun akan segera siuman. Haechan masih setia duduk di sebelah ranjang Renjun, masih juga menggenggam tangan mungil Renjun sambil melafalkan doa agar pria mungil di depannya itu segera siuman. Yuta juga masih berada di sana menemani Haechan. Ia duduk di sofa, tangannya sibuk mengotak-atik laptop Haechan, masih sibuk mencari data yang kira-kira bisa mereka gunakan untuk menghancurkan hidup bos nya.
"Bang, lo gak istirahat? Lanjut besok aja ngulik datanya, pasti lo capek." Haechan membalikkan badannya menghadap Yuta tanpa melepaskan tautan tangannya dengan Renjun.
"Lo yang harusnya istirahat, Chan. Mata lo udah bengkak banget gitu, biar gue aja yang jagain Renjun."
"Gak tenang rasanya tidur pas kayak gini, Bang." Haechan kembali menghadap Renjun, menatap sosok mungil itu lamat-lamat lalu mengecup keningnya lembut.
Haechan menghembuskan napas berat lalu menyandarkan kepalanya ke atas ranjang Renjun. Kepalanya terasa berat sekali. Ia mencoba memejamkan matanya sejenak hingga tanpa sadar ia pun terlelap.
Yuta tersenyum saat menyadari Haechan akhirnya tertidur, ia segera mengambil selimut dari dalam tas ransel yang ia bawa lalu menyelimuti tubuh Haechan. Ia mengelus lembut surai Haechan.
"Cepet siuman ya, Jun. Demi Haechan."
KAMU SEDANG MEMBACA
camaraderie | hyuckren
Fanfictionca·ma·ra·de·rie /ˌkäməˈrädərē,ˌkaməˈrädərē/ (n.) rasa saling percaya di antara orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama. . . . Haechan, seorang anggota kelompok mafia terkeji di kotanya mendapatkan tugas untuk membunuh seorang seniman muda...