Semenjak berpacaran dengan Raden, ponsel milik Ares selalu rajin berdering. Di setiap kali fajar menyingsing, hingga saat malam hendak datang menggulingkan senja, notifikasi dari Raden akan selalu ada. Dimulai dari ucapan selamat lagi, hingga selamat malam. Bahkan pesan-pesan sederhana seperti "sudah makan belum?" selalu datang memenuhi ponsel Ares.
Ares tidak risih, ia malah merasa beruntung, karena memiliki lelaki romantis seperti Raden. Jika diingat kembali hubungannya dengan Anan dulu, lelaki itu tidak pernah mau berpanjang lebar mengetik ucapan selamat pagi untuk Ares. Lelaki satu ini lebih memilih datang langsung kerumah Ares, dibanding hanya bertatap muka lewat ponsel atau sekadar bertukar pesan. Hal itu dilakukan karena jarak antara rumah Ares dan aman yang tidak terbilang dekat, yakni hanya berjarak puluhan rumah. Yang Ares herankan ialah mengapa semenjak putus, mereka tidak pernaah lagi berpapasan di jalan menuju sekolah?
Oke, berhenti memikirkan Anan, kembali kepada Ares.
Gadis itu tengah lesu menatap layar ponselnya. Pesan yang berisi ucapan selamat pagi untuk Raden itu sedari tadi belum dibaca oleh lelaki itu. Jangankan pesan barusan, pesan Ares sejak kemarin malam pun belum dibaca. Tidak biasanya Raden seperti ini. Ares dibuat khawatir olehnya.
'Raden, kamu kemana sih?' batin Ares gusar. Sesekali ia melihat ke arah jam dindingnya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Tersisa 15 menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup. Ares bimbang, hari ini ia mesti berangkat sendiri atau bagaimana? Biasanya, Raden akan selalu datang menjemputnya. Namun, hari ini tidak..
'Kalau aku berangkat sendiri, nanti Raden tiba-tiba datang gimana?' batinnya lagi.
'Ah, mending aku kasi tahu lewat WhatsApp aja ke Raden kalau aku berangkat duluan. Aku gak mau ambil resiko bakal telat.'
Setelah mengetikkan pesan kepada Raden, Ares segera mengambil tas sekolahnya dan memasang sepatunya. Hari ini, mama dan papanya ada urusan di luar kota mendadak, jadi mama dan papanya sudah tidak di rumah semenjak subuh tadi
Ares menutup serta mengunci pintu utama rumahnya, kemudian berjalan ke luar pekarangan rumahnya.ia harus berjalan kurang lebih 20 meter untuk menemukan pangkalan ojek. Hari ini, ia sedang malas membawa motornya sendiri.
"Ares?" panggil seseorang. Ares melihat ke arah sumber suara, dan mendapati Anan tengah duduk di motornya.
"Kamu ngapain di pangkalan ojek? Jadi ojek sekarang?" tanya Ares. Lebih tepatnya, ledek Ares.
"Ya, enggaklah," elak Anan. Namun, ucapannya barusan memang benar, ia tidak mempunyai kerja sampingan sebagai seorang tukang ojek.
"Lalu, kamu ngapain di sini?" tanya Ares lagi.
"Ehm, aku lagi nongkrong aja di sini," ucap Anan berbohong. Mana mungkin ia mengatakan dengan jujur alasannya berada di pangkalan ojek seperti ini.
"Nongkrong?" heran Ares.
"Udah mau telat, kamu belum berangkat?" tanya Anan sekaligus mengalihkan pembicaraan.
"Eh iya, ini aku mau naik ojek. Tapi ojeknya gak ada," ujar Ares.
"Mau bareng?" tanya Anan menawarkan tumpangan.
"Gak ngerepotin?"
"Enggak," ucap Anan tersenyum.
"Ya udah, aku ikut kamu ya ke sekolah. Sebelumnya, terima kasih banyak."
•••
"Radennya mana? Kok gak kelihatan? Biasanya aja udah nemplok kayak perangko sama amplop," ujar Rea.
"Iya, tuh. Lagi marahan?" timpal Zilva. Ares menggeleng, "Raden ngilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Teen FictionApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...