"Permisi."
Seisi kelas 11 Ipa 1 menghela napasnya lega kala melihat siapa pemilik suara tadi.
"Lah elah, elo toh Nan," ujar Rangga lalu membuang buku tulisnya yang tadi digunakannya untuk menutupi mukanya.
"Gue kirain kepala sekolah tadi." Theo yang duduk di pojokan pun ikut bersuara, lalu kembali memasangkan earphone ke telinganya.
Sementara, Anan yang berdiri di depan pintu kelas pun merasa keheranan.
'Dikirain gue setan apa, pada tegang semua gitu," batinnya.
"Ngapain lo kesini? Mau nyariin Ares? Noh lagi bobo," ucap Siti lalu menunjuk ke arah Ares yang sedang tertidur.
"Woi, Res. Elo dicariin Anan tuh!" teriak Bimo tanpa aba-aba. Membuat gadis yang dipanggil itu langsung tersontak kaget.
"Eh eh apaan apaan?" tanya Ares yang tingkat kesadarannya belum kembali total.
"Noh, Anan cariin elo."
Ares lalu mengikutkan pandangannya pada arah yang ditunjuk oleh Zilva di sebelahnya. Dan, boom!
Ares mendapati Anan—mantannya yang tengah berdiri di depan pintu kelasnya. Ares yang mendapati tatapan tidak menyenangkan dari Anan hanya ber oh ria. Bersikap seolah cuek, padahal hatinya masih bergemuruh hebat kala melihat tatapan itu.
"Gue ke sini mau antarin buku doang dari Pak Bekti. Gue taruh disini."
Setelah meletakkan tumpukan buku tulis yang tadi dipegangnya di atas meja Ika, lelaki itu langsung beranjak pergi. Ia enggan berlama-lama di kelas Ares, meski dulu ia sering mengunjungi kelas gadis itu.
Ares yang menyadari bahwa Anan telah beranjak pergi, langsung melihat ke arah pintu kelas. Hatinya mencelos, ketika mengingat tak ada lagi Anan yang modus masuk ke kelasnya seperti dulu. Tatapan lelaki itu juga mengisyaratkan ketidaksukaan pada Ares.
'Kalau boleh aku jujur, aku masih amat sayang sama kamu, Nan. Tapi apa boleh buat, mama aku udah gak setuju. Semoga kamu mendapatkan cewek yang lebih baik. '
•••
Setelah kejadian kemarin, tentunya teman-teman Ares paham bahwa hubungan antara Ares dan Anan telah berakhir. Sehingga tidak satu orangpun lagi yang berani mengejek Ares dengan Anan.
Mereka tahu, bahwa Ares masih sangat mencintai Anan, yang dapat dilihat dari tatapan Ares kemarin. Ditambah lagi, gadis yang tadinya ceria, mendadak murung kembali selepas Anan pergi.
Entahlah, mereka tidak tahu apa yang menjadi alasan kandasnya hubungan Ares dan Anan. Padahal, kedua pasangan itu sangat serasi apabila disandingkan. Walau, masih banyak yang menghujat hubungan mereka dikarenakan wajah Anan yang tidak terlalu tampan, berpacaran dengan Ares yang memiliki wajah bak seorang dewi.
"Res, nomor 5 caranya benar gak?" tanya Zilva.
"Salah ini mah, bentar," Ares mengambil catatan fisikanya dan menunjukkannya kepada Zilva, "ini kayak gini yang betul."
"Gimana sih, Res? Gak ngerti aku." Zilva meletakkan pulpennya ke atas meja, lalu melipat kedua tangannya di atas meja untuk dijadikan bantal tidur.
"Duh, Zilva. Ini baru nomor 5 kamu udah main tidur aja. Masih ada 15 soal nih." Ares hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Zilva. Jika sudah berurusan dengan fisika, maka gadis disampingnya akan selalu mengeluh.
Berbeda lagi dengan Rea, gadis satu itu mampu menguasai pelajaran eksak—terutama fisika dengan amat baik. Hanya saja kekurangannya adalah di bidang bahasa, yang dikuasai oleh Zilva.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Ficção AdolescenteApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...