Hari ini hari Minggu. Rencananya, Ares dan Anan ingin menjenguk Raden ke rumah sakit. Ralat, hanya Ares yang berniat menjenguk, sedangkan Anan hanya ingin menjaga Ares. Ares pikir, Anan sangatlah berlebihan. Gadis itu bisa menjaga dirinya sendiri tanpa Anan. Akan tetapi, lelaki itu tetap memaksa untuk ikut bersamanya.
Ngomong-ngomong, sejak hari dimana Ares menjenguk Raden di rumah sakit. Ares sudah tidak lagi sempat menjenguk lelaki itu untuk kedua kalinya. Tugas yang sangat menumpuk membuat gadis itu baru bisa menyempatkan diri hari ini. Kabarnya, kondisi Raden sudah lebih baik dari sebelumnya.
Tin.. Tin..
Suara klakson motor milik Anan, membuat Ares langsung keluar dari dalam rumah. Ares sudah berpamitan dengan mamanya, namun ia sedikit berbohong kepada mamanya itu. Ia mengatakan bahwa ia akan menjenguk gurunya yang sedang sakit, Ares malas berurusan dengan mamanya jika dia mengatakan yang sejujurnya. Mamanya pasti akan langsung menyerbunya dengan seribu pertanyaan jika mengetahui bahwa Ares akan menjenguk teman laki-lakinya.
“Mama kamu izinin kamu berangkat ke rumah sakit bareng aku?” tanya Anan.
“Ya, mama kan gak tau kalau aku berangkat sama kamu. Dia sibuk menata barang-barang yang baru dibeli.”
“Mama kamu beli barang-barang unik lagi?”
“Ralat, bukan unik,” ucap Ares membetulkan perkataan Anan.
“Oh, iya, bukan barang unik. Aku ganti pertanyaan aku, mama kamu beli barang-barang estetik itu lagi?”
Ares tersenyum, lalu mengangguk. “Iya, kok kamu tahu?”
“Ya, tahu lah. Kan kamu sendiri pernah cerita,” ucap Anan.
‘Apa sih yang aku gak tahu tentang kamu dan kehidupan kamu?’ ucap Anan di dalam hatinya.
“Hehe, oh iya juga ya, kan aku yang cerita. Makanya kamu bisa tahu soal hobi mama yang suka ngoleksi barang-barang unik itu,” ucap Ares.
“Ralat, bukan barang unik.” Kini, giliran Anan yang membetulkan perkataan Ares. Mereka berdua tertawa kecil.
“Oh iya, salah hehe,” ucap Ares terkekeh.
“Aku penasaran, ini kita ketawa karena memang lucu, atau karena selera humor kita aja yang rendah?”
“Karena selera humor kita rendah, Nan.”
Sekali lagi, mereka berdua tertawa akan percakapan tidak bermutu mereka itu. Bahagia memang sesederhana itu.
“Ya, udah. Jangan ketawa melulu. Ini helmnya dipakai, nanti kita kesiangan jenguk Raden,” ucap Anan lalu memberikan helm kepada Ares.
“Memangnya kenapa kalau kita kesiangan? Ada absen emangnya? Jadi, kalau kesiangan dihitung telat gitu?” ucap Ares terkekeh.
“Ya, enggak ada absen sih. Cuma ya, kalau lebih awal ya lebih bagus. Takutnya juga nanti waktu besuk pasien udah habis.”
“Oh, iya aku lupa. Ya udah, buruan kita berangkat,” panik Ares.
Ares lalu memakai helmnya, lalu naik ke atas motor Anan. Setelah Ares memberi kode bahwa ia sudah siap, Anan segera melajukan motornya menuju rumah sakit tempat Raden dirawat.
Di perjalanan, Ares sedikit bersenandung. Anan yang dapat melihat wajah ceria Ares di kaca spionnya bernapas lega.
‘Akhirnya, beban kamu berkurang sedikit, Res. Tetap seperti ini ya, tetap jadi Ares yang ceria.’
•••
“Hai, tante,” sapa Ares kepada Tyas yang berada di depan ruang rawat Raden. Tampaknya Tyas baru saja berbincang dengan seorang dokter, sehingga wanita paruh baya itu berada di luar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Roman pour AdolescentsApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...