Ares meletakkan tasnya di atas meja. Matanya melirik ke bangku yang biasa diduduki oleh Zilva. Ares tersenyum, mengingat masa-masa ketika Zilva selalu bertanya mengenai pelajaran fisika. Zilva yang selalu menyerah duluan saat mengerjakan tugas, dan Zilva yang selalu ingin tidur di saat pelajaran PKn.
Pandangan Ares beralih ke bangku belakang, bangku milik Rea. Sahabatnya yang paling ajaib, setiap tingkahnya selalu saja berhasil membuat orang disekitarnya tertawa, lalu kesal sendirian melihat tingkah gadis itu. Rea yang selalu takut ketika pelajaran bahasa, Rea yang tidak bisa membuat puisi, Rea yang hanya pandai membuat pantun receh.
Rasa rindu seketika menghujam dada Ares dengan begitu kuat, membuat lelehan air mata menetes keluar. Ares menggenggam erat tali tas sekolahnya, seolah dengan cara seperti itu ia dapat menyampaikan rasa rindunya terhadap 2 sahabat terbaiknya.
“Res!” panggil seseorang.
“Rea? Eh, maaf Sa. Aku kira tadi Rea yang manggil aku,” ucap Ares tersenyum miris.
“Maaf kalau aku lancang, tapi masalah kalian belum selesai ya?”
“Belum, Sa.”
“Aku ikut bersedih ya. Persahabatan kalian udah best friend goals banget. Rasanya kayak gak nyangka aja kalian bakal diuji oleh Tuhan dengan masalah sebesar ini.”
Ares tersenyum. “Kamu aja gak nyangka. Bagaimana dengan aku? Hubungan kami yang awalnya baik-baik aja, tiba-tiba dilanda masalah seperti ini.”
“Kamu yang sabar ya, Res. Aku doain semoga masalah kalian cepat selesai.”
Ares terharu mendengar ucapan Sasa. Ia pikir, sudah tidak ada orang yang peduli terhadap dirinya, selain Anan.
“Makasih banyak, Sa. Oh iya, tadi kamu panggil aku, ada apa?”
“Aduh, aku sampai lupa sama tujuan aku. Gara-gara keasyikan ngomong hehe. Jadi gini, hari Rabu nanti aku mau ngadain pesta ulang tahun. Aku udah undang teman sekelas kita, sama beberapa teman seangkatan kita yang lainnya. Tinggal kamu aja yang belum aku kasi undangan. Soalnya kemarin mau nyamperin kamu, aku lihat kamu lagi ngobrol sama Anan, jadi gak enak mau samperin. Ini kartu undangannya, Res.”
Ares menerima kartu undangan dari Sasa. “Wah, acara sweet seventeen nih, ya.”
“Hehe, iya, Res. Jangan lupa datang ya.”
“Aku pasti datang kok.” Ares tersenyum lalu melihat syarat dresscode yang diberikan oleh Sasa. Tema dresscodenya berwarna cream. Ya, seperti yang Ares ketahui, bahwa Sasa memang menyukai warna cream.
Ares mengernyitkan dahinya kala melihat syarat satu lagi.
“Loh, Sa. Ini datangnya harus bareng pasangan?” tanya Ares.
“Iya, Res. Pasangannya bebas kok, mau dari teman beda kelas, atau beda sekolah.”
“Wajib ya, Sa?”
“Ya, wajib sih, Res. Biar lebih seru aja gitu,” ucap Sasa tersenyum.
“Oh, iya deh, Sa.”
“Kalau gitu, aku mau ke bangku aku dulu ya, Res.”
“Iya, Sa.”
•••
Raden melihat kartu undangan yang berada di tangannya. Undangan itu dari Sasa. Sebenarnya bukan sekali ini saja, Raden menerima undangan dari teman perempuannya. Hanya saja, syarat yang diajukan oleh Sasa membuat lelaki itu kebingungan. Untuk pergi ke acara tersebut, tamu undangan diwajibkan membawa pasangan. Seandainya saja, sekarang Ares masih berstatus sebagai kekasihnya. Pastinya, Raden tidak akan kebingungan seperti ini untuk mencari pasangan ke acaranya Sasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Novela JuvenilApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...