Drrtt.. Drrtt..
Ponsel milik Ares tak berhenti berdering, membuat gadis itu terbangun dari tidur nyenyaknya secara terpaksa.
'Siapa sih yang pagi-pagi gini udah nelpon?' batin Ares dengan kesal. Berhari-hari ia mengalami kesulitan untuk tidur malam, dan sekarang di saat ia ingin tidur lebih lama, ada saja yang mengganggu.
"Halo," ucap Ares sesaat setelah panggilan telpon tadi ia terima.
"Aku tunggu nanti jam 8 di taman dekat kompleks kamu," ucap seorang lelaki di seberang sana.
Drrt... Panggilan itupun terputus.
Ares menurunkan ponselnya dari telinganya, kemudian ia melihat layar ponselnya. Ia dapat melihat nama Raden berada di baris teratas panggilan yang baru masuk. Sedetik setelah otaknya mencerna, ia baru tersadar bahwa lelaki yang baru saja menelponnya kurang dari 30 detik itu ialah Raden, pacarnya yang berhari-hari hilang kabar.
Ares segera menekan logo telpon yang berada di samping nama Raden, berharap Raden akan segera mengangkatnya.
Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat lagi.
Ares menghembuskan nafasnya kasar. Baru semenit yang lalu lelaki itu menelponnya, namun sekarang ponsel lelaki itu sudah tidak aktif. Apa maunya lelaki itu sebenarnya?
Ares melempar ponselnya ke ujung kasarnya, kemudian menarik selimut hendak tidur kembali. Hari ini hari Minggu yang artinya ia bebas untuk bangun kapan saja. Tubuhnya masih perlu beristirahat untuk bisa kembali segar. Sesaat setelah ia memejamkan matanya, ia segera bangkit terduduk.
'Sebentar, tadi kata Raden kan mau ajak aku ketemuan jam 8. Aku harus siap-siap, nanti telat,' batin Ares.
Matanya melirik ke arah jam dinding, dan seketika ia terkejut. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 menit, dan Ares baru bangun tidur. Dengan secepat kilat, gadis itu turun dari kasurnya, mengambil handuk, kemudian berlari menuju kamar mandi. Beruntungnya, kamar mandi milik Ares berada seruangan dengan kamar tidurnya, sehingga ia tidak perlu menghabiskan waktu yang lama untuk berjalan ke kamar mandinya.
Hanya 5 menit yang Ares butuhkan untuk mandi. Gadis itu keluar dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Ia mengobrak-abrik seisi lemari bajunya untuk menemukan outfit yang pas untuknya. Pilihannya jatuh kepada gaun berwarna biru muda dengan sedikit renda pada bagian lengannya. Setelah mengenakan gaunnya, Ares segera mencepol rambut panjangnya menjadi satu, lalu tak lupa ia mengoleskan liptint merah muda ke bibirnya. Ares mengambil tas selempangnya dan ponselnya lalu berjalan keluar dan kamarnya.
•••
Ares melangkahkan kakinya di tengah keramaian taman, matanya sedari tadi melihat satu persatu orang yang lalu lalang di taman. Mencari keberadaan sang pacar di antara puluhan orang di taman itu memanglah sangat sulit.
Ares melangkah lebih masuk ke dalam taman, hingga kedua indra penglihatannya melihat siluet seseorang yang amat ia kenali dari belakang. Seseorang itu ialah Raden, yang tengah ia cari.
"Hai, Den. Maaf nunggu lama," ucap Ares tersenyun. Mulutnya sebenarnya sudah gatal ingin memarahi Raden karena menghilangnya lelaki itu pada hari yang lalu. Namun, melihat wajah pucat lelaki itu, Ares jadi mengurungkan niatnya. Perasaan marah tadi kini berganti dengan perasaan cemas.
"Iya, gak apa-apa," ucap Raden yang juga tersenyum.
"Muka kamu kenapa pucat gitu?" tanya Ares mengungkapkan kekhawatirannya.
"Aku enggak apa-apa," ucap Raden dengan senyum yang masih setia tercetak di wajahnya.
"Kamu jangan bohong, aku khawatir banget sama kamu. Setelah kamu hilang berhari-hari, terus kamu datang dengan wajah pucat kayak gini, dan kamu masih bilang kamu gak apa-apa?"
Kini, Ares tidak bisa lagi menahan mulutnya untuk mengungkapkan rasa khawatirnya yang begitu menggebu.
"Maaf, aku bikin kamu khawatir." Hanya kata maaf itulah yang dapat keluar dari mulut Raden.
"Iya gak apa-apa." Ares berusaha tersenyum tenang.
"Jadi, ada apa kamu ngajak aku ketemuan di taman gini?" tanya Ares.
"Ada hal penting yang ingin aku sampaikan."
Ares menelan ludahnya, ia merasa sedikit takut dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Raden. Wajah pucat Raden yang sedari tadi tersenyum, kini terlihat sangat serius.
"Hal penting apa?" tanya Ares.
"Aku rasa, hubungan kita udah gak bisa dilanjutin lagi. Aku mau kita putus," ucap Raden. Sesaat ucapan Raden selesai dilontarkan, Ares langsung dibuat menegang. "Apa? Putus? Maksud kamu gimana sih, Den?" tanya Ares yang masih tak percaya.
"Iya, aku mau kita putus."
"Kamu gila ya, Den!" ucap Ares dengan nada yang tinggi. Ia tak peduli lagi dengan wajah pucat Raden. Ia tak peduli lagi dengan keadaan taman yang ramai. Ia tak peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekitar yang menatap ke arahnya dengan aneh.
"Setelah kamu hilang berhari-hari, gak ada kabar sama sekali. Aku telpon gak diangkat, aku chat gak dibalas. Bahkan kamu sampai gak masuk sekolah dan alpa. Aku cariin kamu kemana-mana, aku tanyain keberadaan kamu sama teman-teman kamu, mereka gak ada yang tahu. Aku gak bisa tidur berhari-hari, aku tersiksa dengan menghilangnya kamu. Trus, setelah kamu hadir, kamu ajak aku ketemuan, yang aku pikir kamu bakalan beri aku kejutan romantis untuk hari jadi kita yang sebulan. Tapi ternyata, kamu malah putusin aku kayak gini? Kamu pikir, aku cewek apaan? Dengan seenak hati kamu ngehancurin perasaan aku. Kamu brengsek tahu, gak?"
Sudah. Ares tidak bisa lagi menahan luapan emosinya. Kini, ia benar-benar marah. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Raden. Lelaki yang masih berstatus sebagai pacarnya itu dengan seenak hatinya mengatakan putus, setelah hari-hari sebelumnya Ares lalui dengan penuh kerinduan.
"Aku minta maaf," ucap Raden.
"Buat apa kamu minta maaf? Buat apa?!" tanya Ares masih dengan emosi yang meledak-ledak.
"Aku benar-benar minta maaf, Res."
"Aku gak butuh maaf kamu."
Ares bangkit dari bangku yang tadi didudukinya, kemudian hendak melangkah pergi.
"Oh iya, aku mau bilang. Kalau tujuan kehadiran kamu di hidup aku, untuk ngehancurin hidup aku. Selamat, kamu berhasil. Kamu berhasil buat aku hancur sehancur-hancurnya. Makasih banyak untuk 1 bulannya yang sangat berarti. Aku pergi."
•••
Jika bisa ditampung, maka satu ember besar pun tak akan mampu menampung air mata yang mengalir dari mata Ares. Gadis itu saat ini benar-benar hancur. Untuk yang kedua kalinya, air mata Ares tumpah hanya karena masalah cinta.
Apa mungkin ini karma? Karma karena telah menyia-nyiakan lelaki baik seperti Anan. Apa mungkin ini semua imbalannya? Imbalan karena telah menyakiti perasaan Anan dulu.
Namun, itu semua bukan karena keinginan Ares. Ia memutuskan hubungannya dengan Anan karena permintaan mamanya. Jadi, tidak seharusnya ia yang menampung semua karma dan balasan nenyakitkan seperti ini.
"Apa salah aku, Den? Tega banget kamu nyakitin aku kayak gini," ucap Ares dengan tangis yang masih setia menetap di wajah cantiknya.
"Ternyata, emang semua cowok itu brengsek ya. Sukanya mempermainkan hati cewek doang!"
"Aku benci sama kamu, Radensky Everest Mountas!"
⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰
Karma tidak akan pernah salah alamat, dia akan selalu datang kepada mereka yang suka menyakiti. Termasuk kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Teen FictionApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...