Berkat semangat dari Anan, Ares akhirnya mampu melalui hari-hari beratnya di sekolah dengan baik. Tidak ada lagi tangisan dan raut keputusasaan yang menyelimuti wajah cantik Ares kala disebarnya gosip-gosip tidak jelas tentang dirinya. Gadis itu benar-benar menepati janjinya pada Anan untuk selalu tersenyum.
Hari sudah larut, Ares sudah bergelung dalam selimutnya, pertanda gadis itu siap untuk masuk ke dunia mimpi. Mungkin, Ares sudah pulas dalam tidurnya sekarang ini, jika saja tidak ada panggilan yang masuk di ponselnya yang menampilkan nama "Tante Tyas" di sana.
"Ngapain mamanya Raden nelpon? Ada hal penting kali, ya?" tanya Ares pada dirinya sendiri. Gadis itu lalu menggeser tombol hijau, dan menaruh ponselnya di dekat telinga.
"Halo, Tante," ucap Ares.
"Halo, Ares. Hiks, hiks."
"Tante, kenapa nangis? Apa yang terjadi, Tante?" tanya Ares panik kala mendengar isakan dari mama Raden.
"Raden ..., Raden masuk rumah sakit, Res."
"Apa, tante? Raden masuk rumah sakit?"
Jika saja, bukan mama Raden langsung yang memberitahukannya, maka tentunya Ares tidak akan percaya begitu saja. Tidak mungkin kan jika mama Raden hanya menge-prank dirinya?
"Iya, Ares. Sekarang kamu kesini, ya? Nanti tante kirimin alamat rumah sakitnya."
Baru saja Ares ingin menanyakan perihal penyakit Raden, sambungan telepon itu sudah diputuskan secara sepihak oleh mama Raden. Masa bodoh dengan semua itu, Ares segera mengganti baju tidurnya, dan bersiap menuju rumah sakit. Setelah mendapat pesan dari mama Raden. Sambil memasang sepatunya, gadis itu segera memesan ojek dari aplikasi online.
Setelah tiba di rumah sakit, Ares segera mencari kamar dimana Raden dirawat.
"Kamar Melati, nomor 30B. Ah itu dia," gumam Ares kala melihat kamar dengan papan nomor yang sama dengan yang diberitahu oleh mama Raden.
"Mama sama papa Raden didalam, gak enak langsung masuk. Aku tunggu aja deh," ucapnya kala melihat kedua orangtua Raden tengah berada di dalam kamar itu. Ares memilih duduk di kursi tunggu yang tak jauh darisana.
"Ares."
Panggilan itu membuat Ares seketika menoleh. "Tante?"
Ares bangkit dari duduknya kemudian berjalan mendekat ke arah mama Raden. "Keadaan Raden gimana, tante? Kenapa Raden bisa masuk rumah sakit? Raden sakit apa, tante?"
Pertanyaan bertubi-tubi dari Ares itu membuat Tyas— mama Raden tersenyum. Anaknya itu beruntung sekali memiliki pacar seperti Ares yang sangat perhatian.
Seandainya saja, Tyas tahu bahwa kini Ares dan Raden sudah tidak bersama lagi. Pastinya, wanita paruh baya itu akan kecewa.
"Tadi dokter bilang, keadaan Raden semakin drop. Kanker di tubuh Raden semakin ganas dan sulit untuk dibunuh."
Ares tidak bisa menahan keterkejutannya kala mendengar kata 'kanker' disebut oleh Tyas.
"Kanker? Maksud tante, Raden kena penyakit kanker?"
"Memangnya, selama ini Raden tidak pernah memberitahu kamu sebagai pacarnya?"
"Maaf, tante. Tapi, kami berdua udah gak ada hubungan apa-apa lagi."
Kini, giliran Tyas yang terkejut mendengar pernyataan dari Ares.
"Kalian sudah putus?"
Ares hanya mengangguk.
Terlihat ada gurat kekecewaan yang terpampang di wajah wanita paruh baya itu.
"Sejak kapan Raden menderita kanker, Tante?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Teen FictionApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...