“Gaes, ini aku ada satu teka-teki nih,” ucap Rea dengan antusias.
“Teka-teki apa? Coba aku tebak, pasti benar,” ucap Zilva dengan percaya dirinya. Rea yang mendengar ucapan Zilva langsung menoyor jidat gadis itu dengan keras, membuat sang empunya meringis kesakitan.
“Ih, Rea! Sakit tau,” ucap Zilva kesal.
Rea terkekeh mendengar kekesalan Zilva, entah mengapa rasanya menyenangkan ketika bisa mengacau sahabatnya satu itu.
“Ya, makanya jadi orang jangan pede amat,” ledek Rea. Zilva yang kesal semakin bertambah tingkat kekesalannya akibat diledek Rea.
“Kayak kamu enggak pede aja,” ucap Zilva.
“Enggak dong, wle.” Rea menjulurkan lidahnya untuk kembali membuat Zilva kesal.
Pandangan Rea beralih melihat Raden yang sedari tadi tidak mengeluarkan sepatah katapun.
“Den, kok tumben diam aja?” tanya Rea. “Lagi ngelamunin apa?”
“Eh, enggak kok. Enggak ngelamunin apa-apa,”jawab Raden.
“Jangan bohong, deh.”
“Enggak, Re. Aku gak bohong,” ucap Raden berusaha meyakinkan Rea. Padahal yang diucapkan Rea itu benar. Dirinya tengah sibuk melamun sedari tadi. Pikirannya sedari tadi terfokus hanya untuk Ares. Ia heran, mengapa sedari tadi pagi gadis itu belum menampakkan batang hidungnya? Padahal, seperti yang Raden ketahui, mamanya sudah meminta Ares untuk menjaganya di sekolah. Akan tetapi, sekarang realitanya tidak. Gadis itu malah menghilang entah kemana.
“Ya, udah kalau begitu. Pada mau dengerin teka-teki aku gak?” tanya Rea kembali bersua dengan antusias.
“Mau dong.” Zilva tak kalah antusiasnya dengan Rea.
“Raden, mau dengar gak?”
“Iya, mau,” ucap Raden tersenyum kecil. Di dalam hati kecilnya, ia ingin segera pergi dari Rea dan Zilva dan ingin mencari Ares.
“Teka-tekinya adalah, pemain bola apa yang beratnya cuma 3 kg?”
Zilva mengernyit mendengar pertanyaan Rea. “Emang ada pemain bola yang beratnya cuma 3kg?”
“Ya, ada dong,” ucap Rea.
“Ehm, Christiano Ronaldo?” tebak Zilva.
“Salah.”
“Lionel Messi?”“Salah.”
“Neymar?” Raden menebak.
“Salah.”
“Trus apa dong kalau salah semua,” ucap ZIlva kesal. Tidak ada satupun jawabannya yang benar. Apa jangan-jangan Rea hanya menjebaknya? Sedangkan aslinya Rea tidak memiliki jawaban akan hal itu?
“Ayo dong, tebak lagi. Masa nyerah, sih?” Rea mengibarkan pulpen berbulunya kepada Zilva dan Raden, bak seorang cheerleader yang sedang menyemangati para tim yang sedang bertanding.
“Au ah aku nyerah,” ucap Zilva.
“Aku juga nyerah.” Raden mengangkat kedua tangannya.
“Huu kalian semua gak pandai menebak, jawabannya itu Bambang Tabung Gas. Yeay, Rea pintar kan.”
Zilva dan Raden saling berpandangan satu sama lain melihat Rea yang kini sedang berjoget-joget di depan mereka, karena tidak satupun dari mereka bisa menjawab.
“Jangan mulai deh, Re gilanya. Malu aku dilihatin sama kakak kelas,” ucap Zilva sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Sementara Raden, memilih menggunakan sweaternya untuk menutupi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESTETIKA [Completed ✔]
Ficção AdolescenteApakah kamu bisa membayangkan dilahirkan dari seorang wanita pecinta akut hal-hal berbau estetika? Bahkan, sampai nama anaknya sendiri pun diubah menjadi super estetika. Apakah kamu bisa membayangkannya? Ini tidak mengada-ngada. Hal itu jelas terja...