dua bocil kesayanganku
▪️◾▪️
author's side
"Lo yakin itu Nathala?" tanya Raven sembari memainkan stik play station milik Nathan tanpa menoleh sedikit pun. Rasanya, sudah menjadi suatu hal yang mutlak untuk menghabiskan waktu dengan bermain play station seharian penuh di rumah Nathan.
"Nggak yakin, tapi ciri-cirinya mirip," jawab Nathan sembari mengangkat satu alisnya ragu.
Raven memutar bola matanya, malas jika akan adu argumen dengan lelaki lembut ini. "Nath itu soft banget bolot, si Nathala soft-nya dimana coba gue tanya?"
"Tapi pendiem, kan?"
Tangan Raven berhenti memainkan stick play station, matanya mulai menatap Nathan dengan mimik wajah sok serius. "Nathan, kalau pun emang Nath itu Nathala, gue gak setuju, gak mau anjim, bocah ketus kayak begitu lo pacarin. Sehat lau?" ucapnya dengan nada ketus.
"Yang macarin siapa sih, Rav?" jengkel Nathan.
"Nath, kita gak tau apa yang terjadi nanti. Bisa besok atau lusa, lo tertarik sama Nath," jelas Raven, kali ini benar-benar serius.
"Saya cuma cinta sama dia."
"Maksudnya An--" ucapan Raven terpotong, ini yang Raven benci.
Ting tong
"Bentar, Rav," potong Nathan.
Kaki Nathan mulai berjalan menuruni anak tangga rumahnya. Seulas senyum terbit di bibir Nathan ketika sang Ibu sedang terduduk di sofa ruang keluarga dengan secangkir smoothie. Ah, lihatlah, wajahnya terlihat kecapean.
"Mama kok sudah pulang? Mau Nathan bikinin minum? Atau makan mungkin?"
"Gak usah, Nathanael," jawab Ibunya; Nathaline sembari tersenyum manis. Pantas saja Nathanael selalu bersikap lembut dan kalem, ternyata Ibunya saja se-feminim ini.
"Di kamar ada Raven, Nathan ke sana dulu ya, Ma. Kalau butuh bantuan panggil aja," ucap Nathan permisi, tentunya dengan sangat sopan.
"Iya sayang, makasih ya."
Nathan tersenyum sembari mengusap punggung Ibunya. Ia mengubah ekspresi tengil ketika telah sampai di kamar. Melihat Raven yang sedang berbaring di kasur sembari menatap layar ponsel dengan ekspresi senyum-senyum tidak jelas, Nathan berinisiatif untuk melemparkan Chitato.
"Setan, kaget pea," gerutu Raven.
"Alay," jawab Nathan tidak peduli.
"Udah balik nyokap lo?"
"Belum."
"Lah terus? Itu siapa?"
"Bayangannya," jawab Nathan malas sembari memutar bola mata.
"Lawak abiez ya bund xixixi."
"Apa sih anj, alay banget lo jamet."
Raven menggelengkan kepala, kemudian bersiul menggoda. "Wah sepertinya bapak Nathan sudah berani toxic ya."
"Geng jametie gak usah sok keras."
"Anjing, maksud lo," kesal Raven. Tidak biasanya Nathan seperti ini, ya kalau Raven sih emang bocah toxic.
Nathan mengedikkan bahu, kemudian bertanya ke arah Raven. "Rav, mau bantu cari Nath?"
"Sepenasaran itu lo sama dia?"
"Mau gak anj," ucap Nathan tidak santai.
"Santai asu," refleks Raven sembari menoyor kepala Nathan. "Hm, boleh. Besok kita coba ambil kunci loker Nathala."
▪️◾▪️
Hi! happy wednesday! have a great day! thank u yang udah baca sampai part ini. send a virtual hug for ya.
instagram: @najwakeishan @iamjstme_
jangan lupa juga follow instagram akuw dan lindaazhr si penulis Raven. @melodirintik. Wuuuff yallJangan lupa juga mampir ke blogku, iamjstmee.blogspot.com.
- luv, nana
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence [finished]
Historia Corta[𝙎𝙝𝙤𝙧𝙩 𝙎𝙩𝙤𝙧𝙮 - menye menye story] Kita: sama-sama menjadi seorang pengagum rahasia. Hanya saja, aku menjadi pengagum rahasiamu, dan kamu menjadi pengagum rahasia dia. Kita juga sama-sama menjadikan nama seseorang dalam untaian sajak. Hanya...