"Junghwan! Junghwan!"
Haruto berhasil kembali ke kelasnya dengan napas yang terengah-engah. Setelah itu, ia pun berjalan gontai dan menidurkan diri dengan posisi terlentang pada lantai kelas, tepat di bawah papan tulis. Mulutnya terbuka seakan ingin menghirup seluruh oksigen yang berada di sekitarnya. Matanya terpejam, mencoba menengkan pikiran.
"Kau ini darimana? Aku pikir kau menghilang." Ujar Junghwan. Pemuda itu mendekat ke arah Haruto dan mendudukkan dirinya di sebelah Haruto yang tengah berbaring. Tangannya teulur memberikan satu bungkus roti dan sebotol air mineral pesanan si pemuda Watanabe.
Haruto menoleh dan menerima pemberian Junghwan, "Terimakasih." Ia menaruh botol air mineral itu di dekat tubuhnya, lalu menyobek bungkus roti dan memakannya. Ia mencoba untuk menghilangkan rasa takut dan bingungnya terlebih dahulu.
Namun, ia masih tidak bisa mencerna kejadiaan yang terjadi beberapa saat yang lalu.
"Di kantin berapa lama?"
"Huh?" Junghwan mengernyitkan dahinya, "Apanya yang berapa lama? Jarak dari kelas ke kantin atau bagaimana?" Tanya pemuda itu.
"Maksudku kau di kantin berapa lama?" Tanya Haruto.
Junghwan menusuk minuman kotaknya dengan sedotan. Ia pun menyesapnya, "Sekitar sepuluh menit. Kenapa?" Jawabnya.
Haruto mendudukkan dirinya dengan sebelah kaki ditekuk membentuk sudut sembilan puluh derajat. Masih dengan mengunyah rotinya, ia menatap Junghwan. "Jangan bercanda."
"Sungguh, aku tidak bercanda. Sebenarnya ada apa?" Tanya Junghwan yang mulai penasaran.
Hanya sepuluh menit? Benarkah? Kenapa rasanya seperti tiga puluh menit?
Haruto membuka segel air mineralnya lalu menegaknya dengan satu kali tegukan hingga tersisa setengah. Haruto pun menaruh kembali air mineral tersebut pada posisi awal.
"Jika aku bilang, aku hampir mati, bagaimana?"
——
"Kau tahu? Aku sudah lama mengincarmu."
Sudah lama mengincarmu.
Aku mengincarmu.
Mengincarmu.
Kalimat itu masih saja terus berputar-putar di pikirannya. Lebih tepatnya, kejadian yang sangat tidak masuk akal di kelas 1-6 tadi.
Bagaimana cara Jeongwoo dengan mata merah gelap itu menatapnya. Bagaimana caranya berjalan dengan perlahan dan terasa mengintimidasi. Bagaimana caranya berbicara dengan suara yang terdengar menyeramkan. Bagaimana suara auman tiba-tiba muncul dan membuat bulu kuduknya berdiri. Bagaimana angin tiba-tiba berhembus dengan kencang. Bagaimana—
Ia mengusap wajahnya kasar.
Ini semua tidak masuk akal. Dan tidak bisa diterima oleh akal sehatnya.
Haruto menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan tertaut di atas perut datarnya. Kepalanya pusing dan berputar-putar, tubuhnya terasa tidak enak. Sepertinya ia terkena gejala demam. Maka dari itu, ia pun mengambil sebuah selimut tebal dan menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut. Dan tak lama kemudian ia pun memasuki alam mimpi.
Waktu masih menunjukkan pukul delapan malam, namun pemuda itu sudah meringkuk dengan nyaman di bawah selimut tebal yang jarang digunakan. Tentu saja Junkyu merasa penasaran.
Apa adik kelasnya itu tengah sakit?
Junkyu yang sedang asyik membaca sebuah novel berjudul 'The Magic Library' di meja belajar pun menghentikan kegiatannya dan bangkit mendekat ke ranjang milik Haruto. Ia menyibak selimut tebal itu hingga dada sang empu.
Tangannya terulur menyentuh dahi Haruto.
Panas.
Dan Junkyu panik.
"Hey, Ruto? Kau sakit? Tubuhmu panas sekali," ujarnya dengan cemas. Mau bagaimana pun, sebagai yang paling tua membuat Junkyu harus bertanggungjawab dengan Haruto di kamar ini.
"Tidak hyung, aku hanya kelelahan. Sepertinya," jawab Haruto. Suara pemuda itu terdengar serak dan lemah. "Jangan khawatirkanku."
"Bagaimana aku tidak khawatir? Kau itu tanggungjawabku. Dan juga panas tubuhmu tinggi sekali. Besok izin saja, ya? Tidak usah sekolah." Ujar Junkyu.
Haruto pun mengangguk menyetujui.
—
Sedangkan di kamar sebelah, terlihat seorang Jaehyuk Yoon yang tengah merasa heran dengan adik kelas juga teman sekamarnya itu. Ada yang aneh, tapi apa?
"Hey Park! Tidurlah, ini sudah malam."
Jaehyuk memperhatikan pergerakkan adik kelasnya itu dengan seksama. Lebih tepatnya mengawasi.
Tadi sore, setelah semua jam pelajaran usai, Jeongwoo kembali ke dalam kamar dengan pandangan yang linglung.
Dipanggil tidak menyahut.
Jiwanya seakan pergi entah kemana.
Dan sekarang sudah satu jam pemuda Park itu tetap berdiri di depan jendela sembari menatap bulan purnama malam ini. Seperti tengah melamun.
Ada apa gerangan dengan teman sekamarnya itu?
——
Haruto terbangun dari tidurnya dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Napasnya terengah-engah seakan baru saja menyelesaikan lari tiga putaran. Jantungnya berdetak dengan kencang.
Suara auman itu terdengar lagi.
Haruto membalikkan tubuhnya ke arah kiri, menatap dinding kosong. Lalu menutup kepalanya dengan sebuah bantal. Berharap suaranya menghilang, atau setidaknya tersamarkan. Namun, suara itu tetap terdengar. Malahan terdengar semakin jelas. Seakan suara itu berasal dari kamar sebelahnya.
"Hyung? Junkyu hyung?" Panggilnya. Namun, tidak ada sahutan dari pemuda itu.
Ini ada apa sih?
Demi apapun yang ada di seluruh penjuru dunia–
Haruto mulai muak.
•••
Find me on twitter: @hnluto
Kalo mau mutualan dm aja ya xixiA/n:
Di situ aku ada tulis prompt cerita yang ada di pikiran aku. Dan aku ada keinginan buat publish cerita baru lagi setelah Half tamat. Kemungkinan sih dari beberapa prompt yang udah aku buat. Kalian boleh cek di twitter.Tenang, cerita ini belum mau tamat. Half baru masuk ke permasalahan cerita wkwk.
Tapi, kalo aku publish cerita baru, ada yang mau baca? Hshshsh (pura-pura lupa kalo pernah gak update sampe 1 bulan)
Dan sejauh ini, menurut kalian cerita ini gimana? Ngeboseninkah atau malah bikin kalian penasaran? Tulis kesan dan pesan kalian di sini–!
Oh ya, terimakasih buat 3k readers dan 500 votenya, neol saranghaee❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Half | Haruto × Jeongwoo
WerewolfSetiap malam yang bertepatan dengan munculnya bulan purnama, Haruto selalu mendengar suara auman serigala dari kamar sebelahnya. Namun anehnya, Junkyu, teman sekamar Haruto tidak mendengarnya. ©14.06.2020, Mamosquito.