"Bagaimana keadaanmu?"
Pagi tadi setelah mendengar kabar bahwa teman serta tetangganya itu sakit, Jeongwoo dengan sengaja mengosongkan kegiatannya setelah pulang sekolah. Biasanya, pemuda bersurai gelap itu memiliki pertemuan dengan klub paduan suara yang ia ikuti. Namun, khusus untuk hari ini, Jeongwoo lebih memilih untuk melihat keadaan Haruto.
"Aku tidak apa. Junkyu hyung saja yang terlalu berlebihan." Jawab Haruto dengan menunjukkan raut wajah pongah, –yang sumpah demi apapun ingin Junkyu pukul jika tidak ingat pemuda bertubuh tinggi itu tengah sakit.
"Sudah-sudahlah Haruto. Kau semalam bahkan sampai menggigil dan bergumam tak jelas. Masih bilang tidak sakit?" Ledek Junkyu. Pemuda itu menggeram kesal saat sang junior melempari dirinya dengan sebuah bantal.
"Kenapa kau suka sekali melempari bantal padaku, sih?!" Tanya Junkyu tak terima.
"Aku tak suka padamu." Ujar Haruto.
"Kau pikir aku menyukaimu?"
"Kau menyebalkan."
"Silahkan berkaca. Sudah berapa banyak orang yang kau buat kesal? Dasar."
"Aku tidak pernah membuat orang kesal." Jawabnya.
"Bohong sekali."
"Kau ini–uhuk! Jeongwoo ambilkan uhuk air!" Pemuda yang sedari tadi berbaring pun memutuskan untuk duduk bersandar pada sandaran kasur. Tangannya mengepal dan memukul dadanya sendiri berkali-kali. Melihat itu, dengan segera Jeongwoo mengambil gelas berisi air yang terletak pada meja dekat kasur dan memberikannya pada sang empu. Dengan segera Haruto menghabiskan air tersebut hingga kosong.
Pemuda Park menatap Haruto yang tengah mengatur napasnya agar menjadi normal. Ia bangkit dan berniat untuk menenangkan Haruto dengan mengulurkan tangannya, mengusap pelan punggung pemuda itu.
"Hati-hati." Ucap Jeongwoo yang masih tetap mengusap punggung Haruto.
"Terimakasih."
Junkyu mengambil sesuatu dari laci mejanya kemudian berjalan menuju pintu kamar. Sebelum itu, ia pun berbalik dan menatap kedua adik kelasnya dan berkata, "aku akan menemui Jaehyuk di lapangan futsal. Kalian tidak apa-apa kutinggal berdua?" Tanya Junkyu.
Haruto dan Jengwoo mengangguk.
"Dan kau–Haruto. Jika ada sesuatu, segera menghubungiku, okay?" Tanya Junkyu sambil menggabungkan ibu jari dan telunjuknya menjadi satu, membentuk tanda 'OK'.
"Yash. Pergila sana."
Junkyu merotasikan iris gelapnya malas. "Aku titip Haruto padamu, Woo." Ucap Junkyu sebelum menghilang dari balik pintu. Menyisahkan dua pemuda yang tiba-tiba merasa canggung.
Tidak tahu harus melakukan apa, Haruto memilih untuk merebahkan kembali tubuhnya pada kasur. Ia membalikkan tubuhnya, membelakangi Jeongwoo yang sedari tadi menatapnya.
Sejujurnya dibanding canggung, Haruto lebih ke takut. Haruto masih mengingat kejadian di kelas 1-6 yang membuatnya menjadi sakit begini! Bagaimana jika tiba-tiba Jeongwoo menjadi serigala lagi?
Memikirkannya saja bisa membuat Haruto keringat dingin.
"Haruto." Panggil pemuda Park.
Haruto menegak salivanya dengan paksa. "Apa?" Tanyanya. Sebisa mungkin terlihat tenang.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu." Lirihnya.
Masih tetap mempertahankan posisinya yang membelakangi Jeongwoo, Haruto pun bertanya kembali. "Apa, Woo?"
Terlihat pemuda berkulit tan itu hendak membuka mulutnya namun segera terhenti dan seakan berpikir lalu menggeleng. "Belum saatnya."
—
Haruto membuka matanya perlahan. Tubuhnya basah akan keringat, salah satu hal yang sering terjadi jika tidur di siang hari. Kamarnya kosong. Junkyu belum pulang ke kamar. Artinya tidak ada makanan di kamar ini. Dan saat ini Haruto sedang menahan lapar. Menyebalkan.
Ia pun memilih bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju pintu. Niatnya ingin keluar mencari angin setelah seharian ini hanya berdiam di dalam kamar. Sekalian mendatangi kantin asrama yang berada di lantai satu, mencari sesuatu yang dapat mengganjal perutnya sebelum jam makan malam tiba.
Lorong asrama sudah mulai ramai oleh para murid yang tidak memiliki kegiatan lagi setelah pelajaran usai.
Matanya melirik ke arah kanan, sebuah kamar dengan nomor delapan puluh dua yang bertetanggaan dengannya. Kamar yang ditempati oleh Jeongwoo dan Jaehyuk. Sepertinya tidak ada orang, karena rak sepatu milik mereka masih kosong.
Haruto memilih mengendikkan bahu tak acuh dan berjalan ke arah yang berlawanan. Kemudian menuruni tangga dengan hati-hati. Kepalanya masih sedikit pusing, walau tak separah tadi pagi.
Saat ingin menuruni tangga menuju ke lantai paling dasar, sayup-sayup Haruto mendengar suara seseorang yang sedang berbicara dengan lantang.
Iris hitamnya memperhatikan keadaan sekitar. Tidak ada yang aneh. Namun, suara itu entah kenapa mengusik dirinya.
"Haruto!"
Pemuda itu memalingkan pandangannya dan menemukan seorang pemuda dengan mata bulat yang sedang mengangkat tangan kanannya ke atas. Doyoung. Pemuda itu pun berjalan mendekat ke arahnya.
"Aku tadi mencarimu di kelasmu. Namun, kata teman sekelasmu kau tidak bisa masuk. Sakit katanya. Manusia sepertimu bisa sakit juga?" Tanya Doyoung yang dibalas oleh pukulan keras di bahunya. Doyoung pun terkekeh.
Haruto secara tiba-tiba menutup kedua matanya. Lalu tanpa berbicara mulai beranjak dari sana, membuat Doyoung mengerutkan dahinya bingung.
"Kau mau ke mana? Aku belum mengatakan tujuan awalku menemuimu."
"Diam. Aku sedang tidak ingin ribut." Sahut Haruto tanpa membalikkan tubuhnya.
"Siapa juga yang ingin ribut?"
Doyoung menatap punggung Haruto yang mulai menjauh.
"Dia kenapa berjalan ke arah taman belakang asrama? Apa aku harus ikuti dia?" Gumam Doyoung pelan. Ia pun menatap langit yang sudah mulai gelap, penanda malam hendak menyapa.
"Untuk apa ke taman belakang malam-malam begini?"
Setelah berpikir beberapa saat, Doyoung pun memantapkan pilihan. Pemuda Kim itu mulai melangkahkan kakinya mengikuti Haruto yang sudah hilang di kejauhan.
—
Haruto membuka kedua kelopak matanya yang tertutup. Pemuda tinggi itu melebarkan matanya saat menyadari bahwa dirinya tengah berada di taman belakang asrama yang jarang didatangi para murid. Hanya ada segelintir siswa yang memilih untuk ke sana. Selain terletak jauh di belakang asrama, taman belakang juga tidak memiliki penerangan yang cukup. Membuat orang-orang berpikir dua kali sebelum ke sana. Walau tak bisa dipungkiri, jika taman belakang asrama adalah tempat yang paling sejuk.
Pemuda itu memilih untuk bersembunyi di balik sebuah kuris kala mendengar langkah kaki seseorang–lebih tepatnya dua orang–mendekat ke arahnya.
Matanya memicing saat menyadari bahwa ia mengenali kedua orang tersebut.
Jeongwoo dan Junghwan.
Mereka sedang apa?
***
A/n:
Hai halo–! Kembali lagi dengan Mamos di sini mwehehehe.
Aduh, aku ternyata belum bisa nepatin omonganku yang bilang bakal update satu minggu satu chapter. Maaf T^T
Btw, kalian udah ada yang bisa nebak gimana alur cerita ini? Atau malah bingung dan bertanya-tanya? Hehe.
Okey, sekian.
See you next chapt!
KAMU SEDANG MEMBACA
Half | Haruto × Jeongwoo
WerewolfSetiap malam yang bertepatan dengan munculnya bulan purnama, Haruto selalu mendengar suara auman serigala dari kamar sebelahnya. Namun anehnya, Junkyu, teman sekamar Haruto tidak mendengarnya. ©14.06.2020, Mamosquito.