Empat

2.9K 415 40
                                    

Halo, hi! Mamos di sini.
Jadi, sebelumnya, aku mau minta maaf karena udah 3 mingguan gak update-update karena sibuk sama perisapan masuk sekolah dan daring yang ngeselin banget!

Happy reading~


   "Kenapa kau ke sini?"

   Haruto mendudukkan tubuhnya dan bersandar pada dinding kelas dengan kaki kanan terjulur lurus ke depan. Pemuda itu memperhatikan Jeongwoo dari atas kepala hingga kaki dengan pandangan menyelidik. Sedangkan Jeongwoo yang sedang berjongkok itu memundurkan kepalanya ke belakang dengan kening berkerut heran.

   "Kenapa kau memperhatikanku seperti itu? Apa ada yang aneh?" Tanya Jeongwoo balik pada Haruto yang masih memperhatikannya lamat. Setelah itu, Haruto memutuskan pandangan menelisiknya pada Jeongwoo. Pemuda berkulit tan itu menggeleng pelan, dan tak ambil pusing dengan itu.

   "Oh ya, kau disuruh Pak Hyunsuk pergi ke ruang musik." Jawab Jeongwoo. Haruto menganggukkan kepalanya.

   "Untuk apa?"

   Jeongwoo mengendikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu." Jawabnya.

   Hening beberapa saat karena tidak ada yang memulai percakapan lagi. Rasanya sangat canggung dan Haruto tidak menyukai itu. Maka, pemuda itu pun mulai memutar otaknya untuk menciptakan sebuah topik pembicaraan. Namun, terpotong oleh gerakkan Jeongwoo yang tiba-tiba saja berdiri.

   "Ya sudah, tunggu apa lagi? Kenapa kau masih terduduk begitu? Sebentar lagi jam istirahat usai, kau tau itu kan? Ayo! Jangan membuang-buang waktu." Ujar Jeongwoo dengan senyum hangatnya. Ia mengulurkan lengan kanannya di hadapan Haruto. Dan sekarang pemuda berkebangsaan Jepang itu yang mengerutkan dahi.

   "Kau sedang apa?" Tanya Haruto.

   Jeongwoo memutar bola matanya malas. "Apa kau sungguh tak bisa melihat? Aku sedang mengulurkan lenganku untuk membantu kau berdiri tentu saja."

   Haruto mengangguk paham, kemudian berdiri dengan sekali gerakan. Tak mengindahkan uluran tangan Jeongwoo padanya.

   Hey, mereka tak sedekat itu untuk saling bergenggam tangan. Ya, walaupun niatnya hanya ingin membantu, tapi tetap saja tangan mereka bersentuhan!

   "Ya! Benar sekali!" Teriak pemuda itu tiba-tiba. Haruto mengangguk yakin, hingga tanpa sadar tangannya ikut terkepal ke atas. Ia berjalan melewati beberapa teman sekelas yang menatapnya heran. Namun, Haruto seolah tak acuh dan tetap berjalan keluar kelas. Meninggalkan Jeongwoo yang tercengang dengan lengan kanannya yang masih terulur.

   "Dia kenapa sih?"

   Jeongwoo menarik kembali uluran tangannya. Masih dengan perasaan yang terkejut, pemuda itu pun berjalan keluar kelas Haruto sembari mengusap dadanya pelan.

   "Haruto kenapa tiba-tiba teriak ya?" Gumam Junghwan yang sama terkejutnya.

   Mendengar gumaman tersebut, membuat pemuda bermata tajam itu menoleh. "Entahlah. Kerasukan mungkin."

   Haruto dan Jeongwoo sudah berdiri di depan pintu ruang musik yang terlihat sepi tak berpenghuni. Netra mereka berdua saling melirik.

   "Apa benar kita disuruh ke ruang musik?" Tanya Haruto, pemuda itu menoleh ke arah Jeongwoo.

   Jeongwoo mengangguk pasti. "Benar kok, aku tidak mungkin salah dengar. Apa ada ruang musik yang lain?"

   Haruto menggeleng.

   "Tapi, kenapa sepi sekali ya?"

   Haruto menggeleng lagi.

   "Coba kau ketuk pintunya." Usul Jeongwoo yang dijawab dengan anggukan Haruto.

   Melihat itu, Jeongwoo menatap kesal pada pemuda di sampingnya yang sedari tadi bungkam. Pertanyaannya di jawab sih, tapi kan ia merasa seperti sedang berbicara dengan patung.

   "Apa kau tidak punya jawaban lain? Bisanya hanya menggerakkan kepala saja." Cerca Jeongwoo.

   Mendengar cercaan Jengwoo padanya, membuat pemuda Watanabe itu berdecak pelan.

   "Ck, kenapa kau bawel sekali sih? Untung aku menjawab pertanyaanmu itu." Haruto menjawab dengan malas.

   "Dari pada kau berbicara terus mending kau ketuk saja pintunya." Lanjut Haruto yang langsung membuat Jeongwoo menggeleng cepat dengan tangan membentuk silang.

   "Tidak mau! Kau saja." Sahut Jeongwoo.

   "Kenapa begitu?"

   "Karena aku murid baru. Jadi, kau saja yang mengetuk pintu."

   "Apa hubungannya? Kau pikir aku sudah senior di sini? Aku juga murid baru." Jawab Haruto.

   "Tapi aku baru tiga hari di sini."

   "Apakah aku terlihat peduli?"

   "Kau menyebalkan."

   "Kau baru tahu?"

   Mereka berdua saling menatap dengan sengit. Tanpa sadar pintu ruang musik terbuka dan terlihat seorang pria dengan rambut hijau terang sedang menatap kedua pemuda itu datar.

   "Dari pada kalian bertengkar, lebih baik kalian masuk."

   Mendengar itu, Jeongwoo dan Haruto seketika menoleh dan berjengit kaget melihat seorang pria -yang tidak lebih tinggi dari mereka.

   Hyunsuk Choi, seorang guru kesenian yang masih berusia 29 tahun.

   "Jadi, saya memanggil kalian berdua ke sini untuk membicarakan tentang acara tahunan sekolah yang akan diselenggarakan tiga bulan lagi." Ujar guru muda tersebut. "Dan saya ingin kalian yang akan tampil di acara itu nantinya."

   "Hah?!"

   Yang benar saja! Jeongwoo bahkan belum satu minggu berada di sekolah ini. Kenapa tiba-tiba ia dipilih untuk tampil di acara sekolah yang otomatis dilihat oleh seluruh angkatan? Membayangkannya saja membuat Jeongwoo keringat dingin.

   Jeongwoo takut melihat manusia.

   Maksudnya, takut melihat banyak manusia dalam satu waktu. Pemuda itu selalu demam panggung ketika disuruh tampil di depan banyak orang.

   Iya, begitu.

   Melihat gelagat aneh pemuda di sampingnya, mau tak mau Haruto pun menyenggol lengan Jeongwoo. Alis kirinya terangkat seakan berkata 'kau kenapa?'  Sedangkan yang ditanya hanya menggeleng.

   Setelah itu, Haruto teringat sesuatu. Ia pun mengangkat tangannya untuk bertanya.

   "Kenapa tiba-tiba? Bukannya Yedam Bang yang akan tampil di acara tersebut?" Tanya Haruto. Sebenarnya ia juga malas sekali untuk datang ke acara tahunan seperti itu. Ia lebih memilih tiduran di kasur empuknya dari pada mengeluarkan tenaga hanya untuk sebuah acara yang menurut Haruto membosankan.

   "Saya ingin kalian berdua tampil menggantikan Yedam Bang yang tidak bisa hadir disebabkan acaranya bersamaan dengan olimpiade yang ia ikuti." Ujar Hyunsuk dengan tatapan tajamnya dan kedua tangan digenggam di atas meja.

   Walaupun tatapan matanya tajam, Haruto dapat melihat bahwa guru seni berusia muda yang selalu nyentrik itu terlihat sedang frustasi, dapat dilihat kerutan di dahinya. Tidak biasanya juga warna rambut sang guru tidak berganti selama beberapa bulan.

   Haruto mengerjapkan matanya cepat, berusaha menghilangkan pikiran anehnya yang datang di saat seperti ini.

   "Apa tidak ada siswa yang lain, Pak?" Tanya Jeongwoo penuh harap. Pemuda itu bahkan tengah menggigit bibir bagian bawahnya.

   Hyunsuk menatap kedua pemuda itu dengan bergantian kemudian menggeleng lemah. "Sayang sekali, tidak ada."

Half | Haruto × Jeongwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang