Sepuluh

1.6K 288 24
                                    

hehehe halo-!
Akhirnya aku update lagi setelah menghilang beberapa minggu xixi.

Selamat membaca~

Di siang hari yang terik. Mentari bersinar terlalu cerah, seakan hendak membakar seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Bersamaan dengan suara nyaring dari bel penanda berakhirnya pelajaran, terdapat seorang pemuda yang baru saja memasukkan bukunya ke dalam tas.

   Pemuda itu-

   "Haruto, Haruto!"

   Haruto Watanabe. Yang baru saja sembuh dari demam tinggi tadi malam.

   Setelah menguping pembicaraan Jeongwoo dan Junghwan-dibanding menguping, lebih tepatnya memperhatikan, karena tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan-, pemuda Watanabe itu pun kembali ke kamarnya. Setelah membersihkan diri dan memakan jatah makan malamnya, ia pun langsung pergi ke dunia kapuk.

   Haruto mengangkat salah satu alisnya, seakan bertanya. "Kenapa?"

   "Kau mau kemana?" Tanya Junghwan dengan pandangan menyelidik.

   "Aku? Latihan untuk pentas seni." Jawabnya. Haruto menyampirkan tasnya pada pundak sebelah kanan. Kemudian ia menatap pergelangan tangannya yang terpasang sebuah jam tangan berwarna hitam.

   "Bersama Jeongwoo?"

   Haruto menyatukan alisnya hingga terbentuk perempatan siku-siku di dahinya. "Tentu. Jeongwoo dan aku akan tampil berdua. Kau kan sudah kuberitahu dari awal." Jelas Haruto. Pemuda itu pun mulai beranjak jika saja lengannya tidak dicekal oleh Junghwan.

   "Hari ini kau kenapa? Aneh sekali." Tanya Haruto. Namun, yang ditanya tampaknya tidak menghiraukan hal itu.

   Masih dengan mencekal kuat lengan Haruto, Junghwan menatap Haruto dengan pandangan lurus dan terkesan mengintimidasi.

   "Jauhi Jeongwoo Park."

   Ujarnya bersamaan dengan iris matanya yang bergulir menjadi merah gelap.

"Tried to be a better guy.

But that bread enough to satIsFy-"

   Seorang pria dengan rambut hijau terang tengah menatap pemuda bermata tajam yang tampak gugup di hadapannya.

   Tangannya terangkat, memberi tanda untuk berhenti sejenak. Yang dibalas anggukan kaku oleh lawan bicaranya.

   "Jeongwoo, kenapa suaramu bergetar? Kau gugup? Atau takut melihatku?" Tanya Hyunsuk, si pemilik rambut berwarna hijau terang dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya.

   Pemuda Park menelan air liurnya dengan susah payah.

   "Sa-sa-saya...."

   Giginya gemeretak. Sehingga membuat Jeongwoo memejamkan matanya kemudian membukanya kembali. Lalu mencoba untuk menatap apapun, kecuali sang guru.

   Aku bukan gugup. Aku hanya lapar.

   Jeongwoo mencoba menghentikan gertakkan giginya, bersamaan dengan jiwanya yang terasa menguap.

   Namun, sebuah suara menyadarkannya.

   "Maaf terlambat."

   Pemuda itu menutup pintu ruang musik lalu mendekat ke arah Jeongwoo. Ia menaruh tas punggung berwarna biru tua miliknya ke sebuah kursi, kemudian berdiri di sebelah Jeongwoo yang berhadapan langsung dengan guru paling nyentrik di sekolahnya, Hyunsuk Choi.

   Pemuda Park akhirnya dapat bernapas dengan lega.

   Haruto termenung sembari kedua tangannya memeluk lutut dengan erat. Tengah memikirkan kehidupannya yang semula tenang menjadi tak masuk akal, sejak dirinya pertama kali bertemu dengan Jeongwoo dan diperkenalkan sebagai tetangga sebelah kamarnya.

   Sebenarnya ada apa?

   Kenapa semuanya berhubungan dengan serigala?

   Memangnya apa hubungan dirinya dengan serigala? Seingatnya tidak ada.

   Jangankan berhubungan, melihatnya secara langsung saja Haruto berlum pernah.

   Apakah sebenarnya saat ini ia masih berada di dalam mimpi?

   Seakan menyadari sesuatu, tangan Haruto pun terlur menuju sisi muka berdaging lunak yang terletak di antara hidung dan telinga kirinya. Kemudian menariknya keras.

   "Akh!"

   Sakit. Artinya Haruto tidak sedang bermimpi.

   Dan semua ini bukanlah mimpi.

   Lalu ini apa?

   Apakah bunga tidur?

   Tapi, bukankah mimpi dan bunga tidur itu sama saja?

   Haruto mengusak rambutnya dengan kasar.

   Saat pikirannya sedang asyik melalang buana menembus angkasa, dirinya dibuat terperanjat tatkala merasakan sesuatu yang tajam menusuk lengan kanannya.

   Matanya melebar ketika melihat cairan berwarna merah mengalir dari lengannya. Ia menatap Jeongwoo dengan pandangan tak percaya.

   "K-kau...?"

   Haruto hendak bertanya, namun mulutnya terasa tertahan. Lidahnya kelu. Napasnya tercekat kala melihat tampilan Jeongwoo yang berubah dengan cepat.

   "Maaf, aku bisa menjelaskannya."

   Namun, ada satu hal yang mengusik pikiran Haruto. Membuatnya sedikit lupa akan darah yang masih saja mengalir dari lengan kanannya.

   Manik pemuda Park berwarna biru cerah.

   Bukan merah gelap seperti yang pernah ia lihat sebelumnya.

Half | Haruto × Jeongwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang