18 - Tempat terkahir

968 148 3
                                    

Hai:)

Jangan lupa vote dan spam komennya lagi ya^^
Ada typo langsung komen aja

Soalnya belum ada revisi😁

Soo langsung ke ceritanya aja:)

Isak tangis memenuhi tempat pemakaman, sekitar dua puluh menit yang lalu Briyan telah tidur tenang di pembaringan terkahirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Isak tangis memenuhi tempat pemakaman, sekitar dua puluh menit yang lalu Briyan telah tidur tenang di pembaringan terkahirnya. Mounira tak hentinya menangis memeluk nisan bertulis nama orang yang ia sayang.

"Sayang, ayo pulang!" ajak Adinda menyentuh lembut pundak Mounira.

Mounira menggeleng lemah, ia enggan untuk meninggalkan pemakamana. Masih ingin melihat gundukan tanah baru itu.  Adinda dan keluarga Radeya pun terpaksa pulang, dan membiarkan Mounira dan Byan tertinggal di sana.

Byan menatap punggung Mounira yant berguncang. Ia juga tak tega melihat betapa tersiksanya Mounira atas kepergian Briyan. Andai waktu bisa diputar, Byan tak ingin mencari tahu siapa Briyan sebelum perjodohan ity selesai. Namun semua sudah terjadi, takdir Allah tidak bisa diubah.

"Mo, pulang ya," ucap Byan dengan lembut, menyentuh pundak gadis itu.

"Enggak! Mo bakal temenin kak Briyan di sini," tolak Mounira menarik pundaknya.

Byan mengembuskan napas berat. Ia teringat pesan terakhir almarhum, di mana dirinya harus menjaga Mounira dalam keadaan apapun.

Byan pun duduk, menatap Mounira yang masih terisak pilu. Matanya bahkan sudah bengkak menangis sejak pagi saar Briyan masih di rumah. Kurang lebih tiga jam sudah berlalu tapi Mounira enggan untuk berhenti menangis.

"Mo, mata lo udah bengkak banget. Berhenti ya, nangisnya," ucap Byan khawatir.

"Biarin aja! Yang penting Briyan bisa dengar kalau mo gak ikhlas lepasin dia!" teriak Mounira disertai isak tangis.

"Mo, kalau lo gak ikhlas sama aja lo nyiksa kak Briyan di sana," ujar Byan sedikit menaikkan suaranya.

Mounira terdiam isak tangisnya terhenti, mungkin ucapan Byan ada benarnya juga. Menangisi Briyan hanya akan membuatnya tersiksa di sana.

Dengan kasar Mounira menyeka air matanya lalu berdiri. Beberapa detik ia menatap batu nisan milik Briyan, kemudian ia beranjak pergi begitu saja.

Oke. Byan kali ini mengalah pada gadis itu, ia hanya mengikuti dari belakangan. Mounira tentu sangat tertekan akan kejadian menyakitkan ini.

Byan membuka pintu mobil dan Mounira masuk tanpa ekspresi. Byan hanya bisa menarik napas panjang, kasian sekali Mounira sampai segitu tertekannya dia.

Di sepanjang jalan, Mounira hanya diam saja. Matanya menatap kosong ke depan, membuat Byan sedikit khawatir akan keadaanya. Jangan sampai mentalnya terganggu karena tidak kuat menerima kepergian Briyan.

Calonku Cogan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang