Chapter 14

9.6K 446 17
                                    

"Tunggu, tunggu.. Apa?"

Zack hanya diam.

Aku melepaskan posisi kami. Aku merasa kepalaku pusing. Aku memegang kepalaku.

"Nes? Kau kenapa? Kau mimisan"

Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Zack katakan. Yang aku tahu, kepalaku sangat sakit dan badanku terasa lemah bahkan terlalu lemah untuk berdiri.

Aku membuka mataku. Cahaya lampu ruang rawat menyilaukan mataku sehingga membutuhkan sedikit waktu agar mataku bisa terbuka lebar. Rumah sakit lagi? ugh.

Aku memegang kepalaku yang masih terasa berat dan melepas penyambung oksigen yang ada dihidungku. 

"Nes?"

Aku menoleh dan mendapati Zack terduduk disebelah kasurku. Aku melihat matanya sebentar dan langsung kembali menoleh kedepan.

"Dimana Michelle?"

"Ia pergi membeli roti dibawah"

Aku tidak membalas. Aku masih sangat marah pada Zack. Ia meninggalkanku selama empat bulan dan saat aku melihatnya lagi, bahkan diwaktu-waktu terindah hidupku ia malah bertunangan dengan gadis lain.

Sakit rasanya saat kau tahu laki-laki yang kau cintai tidak bisa lagi menjadi milikmu. Sakit rasanya membayangkan apa yang akan terjadi dihari mendatang tanpa dirinya. Sakit rasanya melepaskannya..

"Tinggalkan aku sendiri"

Zack menghela nafas. 

"Dengar, aku minta maaf tidak memberi tahumu sebelumnya. Tapi kau hanya tidak mengerti. A.."

"Aku tidak butuh penjelasan, Zack. Kumohon, pulanglah."

Tiba-tiba Michelle datang dan melihat kami berdua.

"Kau sudah sadar, Nes?"

"Chelle, kumohon, bawa Zack pergi dari kamarku."

"Ta..tapi"

Aku menarik nafas. Leherku terasa tercekik dan rasanya sangat sulit untuk berbicara. Suaraku terdengar samar-samar. 

"Kumohon"

Michelle memegang tangan Zack dan memegang bahunya seperti membisik sesuatu. Lalu Zack menghela nafas.

"Baiklah"

Pintu terbuka.

"Aku hanya ingin kau tahu. Bahwa, A.. Aku mencintaimu"

Pintu tertutup.

Aku merasakan sesak di dadaku. Rasanya seperti sedang tertusuk-tusuk.

Aku tidak kuasa menahan tangisku. Dan air mataku keluar. Michelle menghampiriku dan hanya memegang tanganku.

"Apa yang dokter katakan, Chelle?"

"Anemiamu menjadi parah karena kemarin malam kau terlalu capek dan kau tidak bilang bahwa kau kehabisan obat. Jadi tadi... tadi.. Aku mendonorkanmu darah. Ya.. Aku yang mendonorkanmu darah"

"oh, baiklah. Apa kau menghubungi Ayahku?"

Michelle menggeleng.

"Baguslah, aku tidak ingin ia khawatir. Lagian aku baik-baik saja"

Michelle hanya mengangguk.

Aku melihat sekeliling ruang rawat dan mataku terhenti disebuah kotak lumayan besar berbungkuskan kertas kado tosca dan pita berwarna ungu mudah.

I Am Your Sad EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang