Chapter 12 : Journey in Chicago

8.8K 451 3
                                    

"Kenapa kau tidak bisa berhenti menyalahkanku?!"

Sebelah mataku muncul secara diam-diam dibalik tembok. Tidak terlihat. Mengintip ini semua seperti sengaja berdiri di sebuah target dan mengetahui bahwa sebuah pisau akan mendarat di kepalamu.

"Aku tidak menyalahkanmu! Aku hanya meminta kau meluangkan waktu! Untukku! dan untuk Vanessa!"

Ibu berteriak dihadapan Ayah.

Hati rapuh yang baru terbentuk beberapa tahun ini seolah-olah teriris-iris sadis saat melihat kedua orang tuaku berdiri berhadapan dan saling memaki satu sama lain.

"Waktu apa lagi yang belum aku luangkan untuk kalian? Aku mencari uang juga buat kalian! Apa kau bisa berhenti mengeluh?"

"Kau tahu? Aku menyesal pernah memenuhi keinginan Justin untuk berjanji padanya untuk menikahimu!"

Kali ini Ibu menunjuk-nunjuk wajah Ayah.

Anak seusiaku belum mengerti kenapa ada dua orang pasangan kekasih yang sudah berjanji dihadapan Tuhan untuk saling mencintai dan mengasihi saling maki-memaki didepan anaknya.

"Oh ya? Kalau begitu kita cerai! pergilah ke kuburan dan kuburkan dirimu bersama Justin!"

Aku seharusnya bertanya siapa itu Justin, seharusnya aku bertanya apa maksud Ayah menyuruh Ibu pergi, tapi.. Di lubuk hatiku yang paling dalam, Aku bertanya.. Jika Ayah dan Ibu pisah, Kenapa kau masih harus hidup?

Ibu pergi dari hadapan Ayah dan berjalan dengan langkah berat ke kamar.

Besoknya Ibu memutuskan pergi, Aku tidak tahu kemana Ibu harus pergi. Aku tidak kecewa Ibu pergi, Aku tidak kecewa Ibu cerai, Karena Ayah memang brengsek. Tapi aku kecewa.. Karena Ibu meninggalkanku bersama seorang Brengsek dan tidak membawaku bersamanya.

Aku mengangis seharian dan Ayah mengunci diri dikamar. Aku anak semata wayang dan tidak pernah memiliki teman. Jadi aku merasa sangat sendiri. Tidak ada tempat untuk memuntahkan semua ketidak tahanan ini, tidak ada tempat untuk berteduh dari hujan kematian ini, tidak ada tempat untuk berbuat apa-apa.

Keesokan harinya.. Aku melihat Ayah menangis. Si brengsek itu menangis. Semua orang menangis dan membuatku bingung. Untuk anak seusiaku, Sangat berat menerima kenyataan bahwa Ibu yang baru kau kenal beberapa tahun mengalami kecelakaan pesawat dan harus meninggalkanmu bersama seorang brengsek.

Aku membuka mataku.

"Nes, kita sudah sampai"

Tadi itu.. Tadi itu hanya mimpi. Tapi kenapa mimpi ku buruk sekali? Aku tidak pernah memimpikan kepergian Ibu setelah aku lulus SMP lagi. Ini aneh, perasaanku aneh.

Aku memegang dahiku dan menghela nafas. Aku merasa sedikit pusing dan lelah. Perasaanku tidak enak.

"Nes, Kau tidak apa-apa? Kau pucat"

Aku kembali menarik nafas dan kali ini lebih panjang.

"Tidak. tidak. Aku tidak apa-apa. Hanya pusing. Aku baik-baik saja"

"Kau yakin?"

Aku mengangguk masih menahan rasa pusing di kepalaku.

Tidak terasa pesawat akhirnya mendarat dan kami sampai. Kami turun dari pesawat dan melangkahkan kaki memasuki bandara internasional O'hare Chicago. Lega akhirnya bisa mendarat dengan selamat.

Aku memandangi bandara itu, menghela nafas dan tersenyum.

My Journey to find you is starting, Zack Bryant.

I Am Your Sad EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang