Di pinggir lapangan sekolah, terlihat lebih ramai dari biasanya. Selain karena sedang jam kosong, alasan lain adalah karena ada yang tengah bermain basket disana. Sorakkan dari murid perempuan kerap kali terdengar saat bola berhasil masuk ke ring, terlebih lagi jika tim kesukaannya yang mencetak skor. Dan Malya menjadi salah satu diantaranya. Bukan tanpa alasan ia ingin membuang waktu di pinggir lapangan. Masalahnya, Hans juga sedang bermain, jadi ia ikut menonton.
"dasar bucin. Sejak kapan lo mau nonton beginian?" ledek Vania, si cewek berdarah Cina Betawi yang sudah menjadi sahabat Malya dari kelas 11 SMA.
"ya karena Hans lah, pake nanya lagi," sahut Vidiya.
Yang diledek tak menghiraukan. Malya tetap terfokus pada Hans yang tengah berlari kian kemari sembari menggiring bola ataupun melemparkannya pada teman satu timnya. Ditambah, sesekali Hans tersenyum ke arahnya, itu semakin membuatnya betah berdiri lama di pinggir lapangan ini.
Pernah disenyumin doi pas dia lagi main basket belum? Kalo belum, cobain. Rasanya...ah mantap.
—MalyaSetelah permainan selesai, sebagian siswa langsung membubarkan diri, sisanya ada yang masih di pinggir lapangan, sekedar berkumpul mengobrol di bawah pohon rindang. Hans tampak izin pada temannya dan menghampiri Malya. Teman-teman Malya; Vidiya, Vania, dan Megie juga pamit kembali ke kelas duluan.
"nih minum," Malya menyodorkan sebotol air mineral pada Hans. Dengan senang hati, sang kekasih menerima dan langsung meneguknya.
"tadi kamu keren banget mainnya, jago ya. Kayaknya makin banyak yang suka deh nih," ujar Malya sambil melihat ke arah lain.
Melihatnya, Hans hanya terkekeh. "kamu ini mau ngasih aku pujian atau sindiran sih?"
"pujian lah. Tapi jujur aja, aku gak suka kamu jadi favorit orang-orang," Malya memperbesar langkahnya dan berjalan mendahului Hans.
Hans tertawa kecil. Salah satu yang ia suka dari Malya memang itu, saat si gadis cemburu atau merajuk. Sangat lucu, pikirnya.
***
Saat malam harinya. Hans datang ke rumah Malya untuk mengerjakan tugas bersama. Diketuklah pintu rumah kediaman Malya dan tak lama Siti, ibu Malya membuka pintunya dan menyuruh Hans masuk. Tak lupa Hans menyalami Siti. "malam bu. Maaf ya ganggu malem-malem," ujar Hans.
"gak apa-apa, silahkan duduk. Jangan sungkan, di rumah pacar sendiri," ujar Siti sembari menyiapkan minuman untuk Hans.
Hans terkekeh. "ibu, bisa aja."
Ceklek! Malya keluar dari kamarnya. "maaf lama, pake kerudung dulu tadi," ujar Malya dan duduk di samping Hans.
"iya, tau kok," Hans pun mengeluarkan bukunya. "aku udah ngerjain tadi siang, kamu mau nyalin?"
Malya mendengus. "kalo udah selesai, ngapain kesini?" sambil menatap sinis Hans, tangannya mengambil buku catatan milik sang pacar.
"ya mau ketemu aja sama kamu."
Mendengar kalimat manis dari Hans. Malya tak dapat menahan senyumnya. "susah banget sih mau ngambek sama kamu."
Hans tertawa kecil. Rasanya ingin mencubit pipi si gadis, tetapi perempuan yang di hadapannya tidak boleh disentuh sembarangan. "jangan ngambek dong, nanti tambah gemesss."
"tuh kan. Pinter banget bikin anak orang nge-blush. Dah ssstttt aku mau ngerjain tugas," ujar Malya, berusaha fokus pada buku tapi tetap saja selalu mencuri-curi pandang pada Hans.
Tak butuh waktu lama untuk Malya menyelesaikan tugas sekolahnya. "mau keluar?" tanya Malya.
Hans menggeleng. "udah malem. Kalo keliatan tetangga, bisa-bisa kamu diomongin karena keluar sama cowok di jam segini."
Ucapan Hans tidak bisa Malya bantah, karena itu ada benarnya juga. "bener juga sih. Yaudah kita main among us aja yuk!" Malya menyalakan ponselnya.
"aku sih ayok aja," ujar Hans.
Akhirnya keduanya bermain among us. Malya seringkali menjadi impostor tetapi dengan mudah ketahuan. Sedangkan Hans, sangat bisa membuat semua orang tidak menaruh curiga saat ia menjadi impostor. Tetapi momen yang menyenangkan adalah ketika keduanya menjadi impostor bersama. Gelak tawa selalu terdengar dari ruang tamu. Siti yang memperhatikan dari dapur saja ikut mengulas senyum, seraya dapat merasakan bahagia dua sejoli itu.
Setelah dua jam menghabiskan waktu untuk bermain game, Hans pamit pulang karena hari sudah cukup malam. "yaudah Mal, aku pulang ya. Kamu jangan tidur malem-malem, besok aku jemput," ujar Hans sambil memakai jaketnya.
"eh Hans mau pulang?" tanya Siti.
"iya bu, udah malem nih," Hans menyalami tangan Siti. "Hans pulang ya bu."
Siti mengangguk. "iya, hati-hati."
Setelah Hans menghilang dari pandangan. Siti menyuruh Malya untuk duduk sebentar, untuk membicarakan sesuatu. "Malya...ibu lihat Hans anaknya baik. Dia memperlakukan kamu dengan baik juga. Gak pernah nyentuh kamu dengan sembarangan, gak pernah bawa kamu jalan sampe malem. Ibu setuju banget kamu sama dia."
Malya tersenyum senang mendengar ujaran ibunya. "tapi..." Siti menggantungkan ucapannya.
"tapi apa, bu?"
Siti menghela napas. "dia non muslim kan? Kamu juga pasti udah tahu akhir dari hubungan beda agama ini. Kalau terlalu menyakitkan untuk berpisah, kamu bisa gak tarik dia? Buat dia untuk-"
"gak semudah itu, bu. Kalau disuruh memilih Tuhannya atau aku, ya pasti dia milih Tuhannya. Seandainya Hans milih aku, dia pasti mau dengan sendirinya tanpa harus aku ajak atau aku paksa," Malya beranjak dari tempatnya dan langsung masuk ke dalam kamar.
Ia melihat foto dirinya dan Hans yang ada di atas nakas. Foto itu adalah foto pertama mereka. Senyuman Hans sangat hangat dan membuatnya ikut tersenyum sendiri. Laki-laki sederhana yang membantu dirinya keluar dari pergaulan buruk, dan menjadikan dirinya semakin hari semakin menjadi pribadi yang lebih baik.
Terimakasih sudah hadir.
***
TBC!
THANK YOU FOR READING!
JANGAN LUPA VOTE YAAA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Different | Hendery ( ✔ )
Fanfiction- Tuhan memang satu, kita yang tak sama - Di setiap hubungan pasti ada masalah sewaktu-waktu, apalagi hubungan beda agama. Saling menerima perbedaan dan saling toleransi bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Ditambah lagi dengan pertentangan dan...