| 04 |

140 31 19
                                    

“besok malam minggu, kamu ada waktu?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“besok malam minggu, kamu ada waktu?”

Hans yang tadinya asik menyeruput es jeruk, langsung menghentikan kegiatannya dan menaruh gelas berisi es jeruk itu di meja. “kamu lupa? Aku kan setiap sabtu malam, ibadah pemuda remaja.”

Malya mengerucutkan bibirnya. “kenapa sih ibadahnya harus malam minggu?”

“itu karena aku berbeda. Disaat yang lain keluyuran pas malam minggu. Sedangkan aku? Ada di gereja dan beribadah,” ujar Hans. “lagian kamu mau ngapain keluyuran malem-malem? Emangnya gak shalat isya'?”

Yang ditanya menggeleng. “lagi gak shalat.”

Dahi Hans berkerut. “loh? Katanya udah selesai menstruasinya. Kok masih belum shalat?” tanya Hans.

“belum mandi wajib hehe,” jawab Malya sambil terkekeh. Hehe...

“ck! Jangan ditunda-tunda ya, Mal. Kalo udah selesai, langsung mandi wajib, biar bisa cepet-cepet shalat lagi,” Hans mengomel.

Malya terkekeh sambil menganggukkan kepalanya. “iya pak boss, iyaaa.” “udah mau bel masuk nih, yuk ke kelas,” ajak Malya.

“yok.”

Di sepanjang koridor, dua sejoli itu banyak mengobrol dan bercanda. Dari mulai membicarakan guru killer, bendera yang terbalik saat upacara hari senin, sampai pak satpam yang kopinya tumpah karena terkejut mendengar klakson mobil. Gibah terosss...

Saat masuk ke dalam kelas. Keduanya langsung duduk di kursi masing-masing. Hans duduk di barisan paling pojok, urutan keempat alias paling belakang. Sedangkan Malya di barisan ketiga, bersebelahan dengan barisan Hans dan urutan ketiga dari depan.

Tak lama guru pengajar pun datang. “baik anak-anak, tugas membuat makalah sudah selesai, kan? Sekarang kumpulkan,” ujar bu Monik, guru IPS yang cukup ditakuti para siswa. Selain karena ia adalah sosok yang tegas, bu Monik juga tak segan-segan mengosongkan nilai dan memberi hukuman pada siswa yang melanggar aturan.

“astagfirullah, aku salah bawa buku pelajaran,” diselimuti rasa panik, Malya mengeluarkan isi tasnya satu-satu, untuk mengecek lagi. “aduh...gimana nih? Aku gak bawa buku IPS, makalahnya diselip di bukunya...”

Vidiya, teman sebangku Malya memasang wajah heran. “yahhh, kok bisa salah bawa buku sih, Mal? Kalo gini satu-satunya cara ya bilang.”

Hans yang melihat gerak gerik Malya, tentu saja merasa bingung. “eh Malya kenapa?” tanya Hans pada Megie, salah satu teman Malya yang kebetulan duduk berseberangan dengan Hans.

“oh itu, dia gak bawa buku IPS, jadi makalahnya ketinggalan,” jawab Megie.

“ayo cepat kumpulkan, mulai dari baris pertama,” ujar bu Monik lagi. Mendengar itu, Malya semakin panik. Matanya sudah memerah karena memikirkan hukuman apa yang ia terima nanti. Dan tiba-tiba saja, satu lembar kertas polio muncul di hadapannya. Malya mendongak, melihat si empunya kertas yang ternyata adalah Hans. “nih makalah aku, ya gak bagus-bagus banget sih, tapi seenggaknya kamu gak kena marah,” ujar Hans.

“terus kamu gimana?” tanya Malya.

Hans tertawa santai. “gak usah dipikirin. Pas banget makalahnya belum dikasih nama, jadi tulis aja nama kamu ya,” ujar Hans, lalu kembali ke tempat duduknya.

Dengan tak enak hati, Malya menuliskan namanya di makalah milik Hans. Ia menengok ke arah Hans, dan menyunggingkan senyumnya. “makasih ya.”

***

Saat jam pelajaran IPS selesai, dan guru pengajar sudah meninggalkan kelas. Malya langsung keluar melihat Hans yang tadi disuruh berdiri di tengah lapangan karena tidak mengumpulkan makalah. Ia pun menghampiri Hans dengan air mineral di tangannya. “nih minum.”

“uuuu makasih, Malya,” Hans langsung meneguk habis air mineralnya. Karena memang botolnya berukuran kecil, minum beberapa teguk juga sudah habis.

Malya mendesah lelah. “maaf ya, harusnya tadi aku berani tanggung jawab, tapi aku terlalu takut. Jadi kamu deh yang kena.”

Melihat wajah melas si pacar, membuat Hans tertawa karena itu lucu. “udah gak apa-apa. Yuk ke kelas, habis ini pelajaran bahasa inggris kan?”

Malya mengangguk. “iya...”

***

Sepulang sekolah. Malya tidak langsung pulang, karena ingin mengerjakan tugas kelompok di rumah Vidiya. Rencananya ia ingin berangkat bersama teman-temannya yang lain, kebetulan Vania membawa mobil. Tapi, Hans bersikeras untuk mengantarnya. Bucin ya bapack....

Sesampainya di rumah Vidiya. Malya turun dari motor, dan memberikan helmnya pada Hans. “mau dijemput?” tanya Hans.

Malya menggeleng. “gak usah, Vania bawa mobil kok, bisa pulang bareng.”

“oh yaudah, aku pulang ya. Jangan kesorean, sebelum maghrib harus udah pulang.”

“iya Hans...hati-hati di jalan, jangan ngebut.”

Hans menyalakan mesin motornya, dan meninggalkan pekarangan rumah Vidiya. Setelah Hans hilang dari pandangan mata, Malya pun masuk ke dalam rumah si kawan. “assalamualaikum,” ujar Malya, memberi salam.

“waalaikumsalam,” Vidiya dan Megie menjawab.

Malya duduk di samping Vania yang tengah sibuk mengetik di laptop. “aku ngetik bagian yang mana?” tanya Malya.

“gua sama Vidiya bagian A, karena materi ya banyak jadi bisa dibagi dua. Malya bagian B, dan Megie bagian C. Gimana? Setuju gak?” tanya Vania.

Ketiganya mengangguk setuju.

Sementara Vania mengerjakan tugas PowerPoint. Tiga orang lainnya sibuk bermain ponsel sembari menunggu giliran. “haduhhh Ray bahaya nih, bikin nyaman aja dehhh,” Vidiya tersenyum sendiri melihat layar ponselnya.

“chattingannya berdua. Yang satu gabut, yang satu ngarep hahahaha,” sahut Vania. Tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Tuk! Malya memukul kepala Vania dengan tutup toples tupperware. “jangan ngeledek aja, sana kerjain cepet,” omel Malya.

“tapi bukannya Ray non muslim ya?” tanya Megie.

Vidiya mengangkat sebelah alisnya. “emangnya kenapa kalo dia non muslim? Namanya cinta, kan gak tahu bakal berlabuh dimana dan ke siapa.”

“tapi tetep aja lah. Menjalin hubungan beda agama penuh resiko. Bakal dihadapkan dengan pilihan yang sulit nantinya. Kalo gak bisa memilih gimana? Memilih Tuhan atau pasangan itu gak gampang. Gua ingetin aja ya, jangan terlalu berani bermain dengan perasaan,” ujar Vania.

Sejenak, baik Vidiya ataupun Malya merasa tertampar dengan perkataan Vania barusan. Tapi detik berikutnya, Malya memukuli Vania dengan bantal kecil yang ada di sofa. “pintu keluar mana pintu keluar? Usir aja nih orang!!!”

***

JANGAN LUPA VOTE YA!

THANK YOU FOR READING!

Different | Hendery ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang