Bab 3. Permulaan

13.7K 1.4K 181
                                    

Aku ingat. Pertama kali berkenalan dengan Rana adalah ketika kami berlibur ke Turki.

Saat itu, Rava menawariku berlibur ke Turki bersama anak-anak dan kedua ibu kami. Ada paket tour promosi murah dari agen travel terkenal. Sebagai seorang pilot, Rava tahu informasi-informasi semacam itu. Aku tentu saja menerima tawaran itu. Sebab, sudah sejak lama Turki menjadi negara impianku. Selain banyak tempat-tempat indah, penduduk Turki juga terkenal ramah dan sangat Islami. Suatu saat nanti, aku ingin tinggal di sana. Entah bagaimana caranya.

Ketika menunggu pesawat di bandara Soekarno-Hatta, kami bertemu dengan rombongan tour yang lain. Salah satunya adalah rombongan keluarga Rana yang terdiri dari Ummi, adik perempuan, adik laki-laki dan personal assistant perempuan. Aku tertarik mendekatinya. Sebab selain ramah, dia juga gadis yang sangat cantik. Paras dan postur tubuh semampainya menarik perhatian banyak orang.

Di bandara, kami berkenalan dan berbincang-bincang. Tak disangka, dia enak diajak berbicara. Kami mengobrol seperti sudah saling kenal lama. Apalagi dia juga menekuni dunia modelling yang sedikit banyak ada hubungannya dengan bisnis garmenku. Sejak perkenalan itu, kami jadi semakin dekat, kemana-mana selalu bersama. Mama mertuaku pun, mamanya Mas Rava, menjadi sangat akrab dengan Umminya. Sedangkan Ummiku biasa saja. Ummi memang orangnya pendiam, tidak mudah akrab dengan orang lain, apalagi orang yang baru dikenal. Tidak seperti Mama mertuaku yang ramah dan mudah bergaul. Sedangkan aku punya sifat mudah akrab dengan orang lain, turunan dari Abah.

Tiba di Istanbul, aku baru tahu bahwa selain berlibur, ternyata Rana juga sedang melakukan sesi foto untuk seri gamis terbaru sebuah brand hijab terkenal. Aku semakin tertarik mendekatinya. Otak bisnisku langsung menyala ketika melihat Rana sedang berpose-pose cantik di tengah bangunan megah Hagia Sophia. Memakai gamis-gamis indah, dia bak seorang putri dalam negeri dongeng, sangat menawan. Niatku mengajaknya bekerjasama dalam bisnis semakin kuat.

Apalagi, ketika tahu instagramnya diikuti oleh ratusan ribu followers, aku semakin menggebu mengajaknya bekerjasama. Dia juga bercerita bahwa tahun lalu berhasil menyabet juara pertama kompetisi model berhijab yang diadakan oleh televisi swasta terkenal. Pantas saja aku selalu merasa pernah melihat wajahnya di mana.

Saat makan siang di yacht mewah yang menyusuri selat Bosphorus, aku nekat menawarinya kerjasama dalam bisnis garmen rintisanku. Tidak disangka, tawaranku disambut antusias. Gadis cantik serupa boneka Barbie itu mau kuajak kerjasama mendirikan Brand Moslem Wear sendiri. Alangkah senangnya hatiku saat itu. Pundi-pundi rupiah memenuhi otak serakahku. Aku yakin, dengan menggandeng Rana sebagai brand ambassador sekaligus marketer, semua produkku pasti akan terjual laris manis.

Terbukti, tiga bulan usai perkenalan, kami langsung membuka PO. Permintaan membludak, sampai bagian produksi kewalahan mengerjakan pesanan dari para pembeli. Tentu saja aku dan Rana senang sekali menyambut antusiasme masyarakat terhadap koleksi-koleksi setelan gamis rancangan kami sendiri. Laba yang kami dapatkan pun lumayan menggendutkan rekening. Bahkan kata Rana, pembagian laba kami jumlahnya lebih banyak dari gaji pemotretannya. Luar biasa!

Hubungan kami menjadi semakin akrab. Aku sering berpergian kemana-mana bersama Rana. Bahkan beberapa kali, dia menginap di rumahku bersama Jihan, asisten pribadinya. Anak-anakku juga langsung dekat dengan Rana. Mereka memanggil gadis itu dengan panggilan Tante. Aku sudah menganggap Rana seperti adikku sendiri. Pun Rana menganggapku sebagai kakak kandungnya sendiri. Beberapa kali dia memosting foto kami berdua di Instastory. Salah satu caption yang paling aku ingat adalah, "Aku merasa beruntung banget bisa ketemu wanita hebat ini. Kakakku Sayang, kita sahabatan sampai Jannah, ya. InsyaaAllah."

Tak dapat dipungkiri, aku senang sekali membaca caption itu di postingan foto kami yang sedang berlibur di Turki. Kalau disejajarkan, wajah kami memang hampir mirip.

Silent FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang